Dalil-Dalil Ini Patahkan Anggapan Semua Agama Sama, Injil Pun Tegaskan Perbedaan Itu  

Islam tidak mengenal persamaan semua agama dari berbagai aspek

ANTARA
Kubah masjid berlafaskan Allah (ilustrasi). Islam tidak mengenal persamaan semua agama dari berbagai aspek
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kerap muncul dalam berbagai diskusi yang menyatakan bahwa semua agama sama menyembah tuhan yang sama, sehingga agama pun tak berlu bertentangan satu sama lain. Benarkah anggapan ini? 

Baca Juga

Jawabannya tentu tidak. Bagi kaum Muslim, ideologi ‘penyamaan semua agama’ adalah ideologi yang jelas-jelas membetot keimanan seorang Muslim.

Jika semua agama sama dan menuju kepada Tuhan yang sama, lalu buat apa seseorang memeluk Islam? Buat apa bersyahadat? Buat apa ia sholat 17 rakaat? Buat apa ia berzakat?

Dan terakhir – jika ia meninggal, buat apa ia disholatkan dan dikubur secara Islam? Bukankah sama saja jika mayatnya diletakkan di atas pohon? Toh, ia sudah menuju Tuhan!

Ditinjau dari berbagai aspek, masing-masing agama jelas tidak sama. Apakah Tuhannya orang-orang Yahudi, Nasrani, Islam, Budha, Hindu, Gatholoco, Darmogandhul, Bahai, Konghuchu, dan sebagainya, itu sama? 

Secara sekilas, dapat diketahui, bahwa masing-masing agama memiliki konsep ketuhanan yang sangat berbeda. Orang Kristen mengenal konsep Trinitas. Tuhannya orang Kristen mempunyai anak.

Dalam Matius 3:17 disebutkan, ‘’Maka suatu suara dari langit mengatakan, ‘Inilah anakku yang kukasihi. Kepadanya Aku berkenan’.’’

Sedangkan orang Islam meyakini Isa As adalah seorang Rasul, bukan Tuhan. Alquran mengatakan:  

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ 

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۚ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. 

Sesungguhnya kafirlah orang0orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS al-Maidah ayat 72-73). 

Belum lagi perbedaan konsepsi teologis dengan agama samawi dengan agama non-samawi, seperti agama Hindu. Semenjak abad ke-3 SM sampai sekarang, orang Hindu percaya kepada Tiga Dewa (Brahma, Wisnu, Siwa). Brahma yang mencipta alam ini. Wisnu yang memelihara, dan Siwa yang merusak.

 

Dalam konsepsi teologis Islam, disebutkan, karena sudah terjadi ‘pemusyrikan’ terhadap ‘Tuhan yang Esa’ itulah, maka Muhammad SAW diutus sebagai Nabi akhir zaman, untuk seluruh manusia, dengan membawa konsep Tauhid.

Orang yang mengikuti Muhammad akan selamat. Jadi, yang selamat, bukan yang mengikuti agama Anand Krishna. Benar, kata Hamka, bahwa orang yang mengatakan semua agama benar, adalah orang yang tidak beragama.

Dalam tafsir Al Azhar (Juz VI, hal. 323), Hamka menyebut orang semacam Anand Krishna ini termasuk kelompok Shabiin, seperti disebutkan dalam al-Maidah ayat 69:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَىٰ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”  

Dalam tafsirnya itu, Hamka mencatat: ‘’Mulanya kelompok ini tidak bermaksud hendak membuat agama baru, melainkan hendak mempertemukan intisari segala agama, memperdalam rasa kerohanian, tetapi akhirnya mereka tinggalkanlah segala agama yang pernah mereka peluk dan tekun dalam Theosofi.’’

Upaya ‘mempertemukan intisari segala agama’ itu pernah juga dilakukan oleh Sultan Mongol Jalaluddin Muhammad Akbar, dengan membangun agama baru bernama Din Ilahy (Agama Tuhan). 

Sultan memerintahkan menyalin Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Persia. Istananya di Agra dipasangi ‘Api Suci Iran’. Ia pun memerintahkan menghormati sapi dan melarang memakan dagingnya, seperti laiknya ajaran Hindu. Namun, Sultan juga bertekun di dalam ibadah di bulan puasa.

 

Dalam tulisannya di Majalah Panji Islam (April-Juni 1940) yang berjudul ‘Dokter Agama’, Mohammad Natsir membuat perumpamaan, ‘resep’ yang diberikan oleh kaum Theosofi itu sebagai ‘obat sintese’, yakni obat campur aduk yang berpendapat bahwa semua agama adalah sama-sama baik. Obat ini antara lain dianjurkan oleh Inayat Khan Cs. ‘

’Akhir kesudahannya menghasilkan satu agama gado-gado, Budha tanggung, Islam tidak, Kristen tak tentu. Walaupun bagaimana, hasil dari perawatan dokter yang macam ini, bukanlah agama Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW,’’ tulis Natsir.  

 
Berita Terpopuler