Harta Warisan Kerap Jadi Sumber Konflik, Begini Penjelasannya

Warisan harus segera dibagikan kepada ahli waris.

wordpress.com
Harta warisan (ilustrasi).
Rep: mgrol151 Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik warisan dalam sebuah keluarga adalah masalah yang sering terjadi dan bisa menjadi penyebab terpecahnya hubungan yang telah dibangun selama bertahun-tahun. Warisan, seringkali dianggap sebagai sumber konflik yang paling umum, dan bisa memunculkan perselisihan antara anggota keluarga.

Baca Juga

Waris adalah peralihan harta benda milik pewaris kepada ahli warisnya. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta benda. 

Ahli waris adalah orang yang mempunyai hubungan darah dan hubungan perkawinan dengan pewaris. Sedangkan warisan adalah harta benda yang ditinggalkan oleh pewaris.

Menurut Dosen Bidang Ilmu Fiqh Mawaris UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sri Hidayati menyebutkan banyak faktor yang memicu terjadinya konflik dalam pembagian waris. 

“Sifat serakah atau tamak dan tidak adanya kesadaran hukum seseorang akan mendorong seseorang melakukan cara licik, berbuat jahat atau melakukan perbuatan melawan hukum untuk menguasai harta yang bukan haknya,” ungkapnya, Sabtu (21/4).  

Sri mengatakan, ada beberapa hal penyebab konflik perebutan warisan, yaitu:

Pertama, ketidak pahaman para ahli waris tentang hukum waris

Ketidaktahuan siapa saja ahli waris yang berhak menerima warisan, harta benda mana saja yang termasuk harta warisan, besaran hak waris masing-masing ahli waris menjadi salah satu penyebab konflik. 

Kedua, pluralisme hukum waris yang ada di Indonesia

Setidaknya ada 3 hukum waris yang berlaku di Indonesia, yaitu hukum waris Islam, hukum waris adat dan hukum waris perdata. 

Hukum waris Islam berlaku bagi pemeluk agama Islam, hukum adat berlaku bagi masyarakat adat, dan hukum waris perdata berlaku bagi non Muslim. 

Bagi masyarakat adat yang beragama Islam, tidak adanya kesepakatan tentang hukum waris mana yang dipakai sehingga bisa menimbulkan konflik pembagian warisan. 

Ketiga, berlarut-larutnya pembagian warisan yang belum diselesaikan

Sehingga menimbulkan ahli waris baru. Misalnya, istri meninggal, warisan belum dibagikan kepada para ahli waris dan suami menikah lagi dan wafat. Hal tersebut bisa terjadi perebutan warisan antara anak-anak pewaris dan ibu sambungnya.

Keempat, tidak adanya kesepakatan diantara para ahli waris tentang pembagian waris

dikarenakan warisan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipecah-pecah, sementara kebutuhan para ahli waris berbeda-beda. 

Misalnya warisan berupa rumah, sebagian ahli waris menginginkan dijual dan hasil penjualan dibagi-bagi, sementara sebagian ahli waris tidak setuju dan bersikeras untuk tetap menempati rumah tersebut.

Kelima, adanya pengingkaran salah satu ahli waris

Atau beberapa ahli waris tentang kesepakatan yang pernah dibuat di antara sesama ahli waris tentang pembagian waris

Keenam...

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

Keenam, adanya percampuran harta bersama dan harta bawaan dalam harta warisan

Ketujuh, kewarisan bagi suami yang poligami

Kedelapan, penghilangan harta warisan oleh salah satu atau beberapa ahli waris dengan cara menjual sebelum harta warisan dibagikan

Kesembilan, sikap tidak adil atau berat sebelah orang tua kepada salah satu ahli waris selama hidupnya.

Dan masih banyak lagi konflik-konflik terjadi yang disebabkan oleh warisan. 

Pada dasarnya, pembagian warisan harus dibagi secara adil dan sesuai dengan ketentuan yang mengaturnya. Menurut Sri, para ahli waris yang terlibat hendaknya tidak mementingkan egonya sendiri, tapi juga harus memikirkan hak dan kepentingan ahli waris yang lain.

Warisan bisa menjadi pemersatu keluarga, bahkan bisa menjadi amal jariah bagi pewaris, jika para ahli waris menyadari bahwa ada unsur muamalah dalam pembagian warisan, yaitu komunikasi yang baik dan transparansi dalam pembagian warisan. 

Masing-masing ahli waris dipastikan mendapatkan haknya sesuai aturan dan yang lebih penting adanya tolong menolong di antara para ahli waris. Bagi ahli waris yang sudah mapan, memberikan sebagian atau seluruh jatah hak warisnya kepada saudaranya yang lebih membutuhkan. 

 

Kemudian, saling memberi dapat menambah rasa kasih sayang diantara sesama saudara. Sebagai amal jariah pewaris, para ahli waris bisa menyisihkan sebagian warisan tersebut untuk diwakafkan untuk kepentingan agama atas nama pewaris sebelum warisan dibagikan kepada para ahli waris.

 
Berita Terpopuler