Balita Pukuli Diri Sendiri Saat Tantrum, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Orang tua perlu memperhatikan pemicu tantrum pada balitanya.

Republika/Yogi Ardhi
Anak balita menangis (ilustrasi). Ketika tantrum, ada balita yang memukuli dirinya sendiri.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian orang tua waswas karena anak mereka yang masih berusia balita memukul dirinya sendiri saat kesal atau marah. Meski ada balita yang memukul orang lain ketika sedang marah, namun terkadang ada juga yang melampiaskan rasa frustrasi pada diri sendiri.

Ledakan emosi seperti ini sebenarnya tidak umum terjadi pada anak-anak. Namun, jika hal ini terjadi, tidak perlu khawatir berlebihan. Psikoterapis Amy Morin, mengatakan orang tua perlu mencermati baik-baik kapan hal itu terjadi dan bagaimana situasinya.

"Sering kali, ketika anak-anak tumbuh, perilaku yang merugikan diri sendiri ini berhenti dengan sendirinya. Namun, berhati-hatilah agar kebiasaan tersebut tidak terulang kembali," ujar Morin, dikutip dari laman Verywell Family, Ahad (14/4/2024).

Baca Juga

Morin menjelaskan, saat anak tumbuh dari bayi hingga balita, mereka mulai mengeksplorasi lingkungan sekitar dan mengomunikasikan keinginan dan kebutuhannya. Namun, kemampuan mereka belum sesuai untuk melakukan kedua hal tersebut.

Akibat ketidakmampuan mengungkapkan keinginan atau kebutuhan secara verbal, itu dapat memicu tantrum. Jika anak memiliki toleransi yang rendah terhadap rasa frustrasi, mereka mungkin memukul diri sendiri sebagai cara mengekspresikan kekesalan mereka.

Morin menyarankan orang tua memperhatikan pemicu tantrum, misalnya karena menolak sesuatu yang ingin dilakukan anak, atau mungkin anak merasa lelah dan lapar. Setelah mengenali pola atau pemicu yang mengarah pada perilaku merugikan, orang tua bisa melakukan pencegahan dan intervensi sebelum anak mulai menyakiti diri sendiri.

Penulis buku 13 Things Strong Kids Do itu juga menyarankan menjauhkan benda yang bisa melukai dari jangkauan, memegangi tangan anak, dan mengucapkan kata-kata yang menenangkan. Orang tua juga bisa memberi mereka sesuatu untuk dipegang, seperti boneka beruang untuk dipeluk atau segelas air untuk diminum.

Meskipun orang tua sangat tergoda untuk berargumentasi dengan balita atau menceramahi tentang perilaku mereka, saat anak tantrum bukanlah waktu yang tepat. Hal yang lebih penting adalah fokus menenangkan anak dan mengurangi risiko cedera.

Setelah momen tantrum berlalu, barulah orang tua dapat mulai mengajari balita cara-cara sehat untuk mengekspresikan rasa frustrasinya. Lakukan identifikasi dan mengungkapkan perasaan secara verbal, misalnya dengan mengatakan, "Ibu tahu kamu sangat marah".

Ketika balita mengetahui bahwa orang tua mengenali rasa frustrasi atau kemarahannya, kecil kemungkinan mereka akan menunjukkan betapa kesalnya mereka, dan mereka pun berhenti memukul diri sendiri. Kenalkan berbagai jenis perasaan agar anak mulai mempelajari keterampilan manajemen amarah yang sehat sepanjang tahun-tahun prasekolah.

Namun, ada juga penjelasan lain mengapa balita tiba-tiba memukul dirinya sendiri, yakni rasa sakit secara fisik. Misalnya, balita yang memukul bagian samping kepalanya mungkin mengalami infeksi telinga. Bayi yang sedang tumbuh gigi juga terkadang memukul diri sendiri untuk mengatasi rasa sakit pada gusi.  

"Perhatikan di mana mereka memukul diri mereka sendiri. Terkadang anak-anak mencoba berkomunikasi di tempat yang menyakitkan.  Dan, tergantung pada sumber rasa sakitnya, Anda mungkin bisa merawat anak Anda di rumah," ungkap Morin.

Apabila anak sering memukul dirinya sendiri dan tidak ada hubungannya dengan amarah atau rasa sakit yang akut, hal itu pun perlu menjadi perhatian orang tua. Sebab, melukai diri sendiri mungkin berhubungan dengan autisme, seperti menggaruk, mencubit, menggigit diri sendiri, atau membenturkan kepala secara berirama.

 
Berita Terpopuler