Akhlak ini Menjadi Tanda Puasa Ramadhan Diterima

Ibadah Ramadhan akan melembutkan hati dan memunculkan akhlak mulia.

Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi beribadah pada Ramadhan.
Rep: Umar Mukhtar Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mufti Mesir, Dr. Syauqi Alam, menekankan pentingnya menjaga jiwa sebagai salah satu tujuan tertinggi dari syariat Islam. Konsep ini ditempatkan sebagai pondasi atau landasan syariat.

Baca Juga

Menjaga jiwa, atau dalam bahasa Arab dikenal sebagai hifzun nafs, merupakan prinsip mutlak dan aturan umum dalam agama Islam. Ini mencerminkan esensi dari ajaran Islam yang mengedepankan keselamatan dan kesejahteraan spiritual individu.

Adapun dalam konteks khusus puasa Ramadhan, Mufti Syauqi Alam menekankan bahwa tanda diterimanya puasa bukanlah semata-mata tentang menahan diri dari makan dan minum. Namun, lebih jauh dari itu, tanda puasa yang sejati adalah manifestasi dari akhlak yang luhur.

Ini menunjukkan bahwa dalam menjalankan ibadah puasa, penting untuk tidak hanya mematuhi aturan-aturan fisik, tetapi juga memperhatikan aspek moral dan etis dari ibadah tersebut. Puasa tidak hanya menjadi sarana untuk menjaga jiwa secara spiritual, tetapi juga sebagai panggilan untuk meningkatkan kualitas moral dan karakter individu dalam kehidupan sehari-hari.

"Puasa yang sejati ditandai dengan akhlak yang luhur. Menghindari omong kosong dan pembicaraan yang tidak berguna, perkataan dan perbuatan yang tercela," tuturnya seperti dilansir Masrawy.

Hal tersebut menunjukkan eratnya hubungan antara ibadah dan akhlak dalam membentuk individu dan masyarakat. Ini menjadi hikmah yang besar di balik ibadah puasa dan tujuannya. Puasa menuntun umat Islam pada kenyataan bahwa di bulan Ramadhan ada kesempatan besar untuk bertaubat kepada Allah SWT.

"Berjihad dengan jiwa dan meninggikan derajatnya, serta menjauhkan diri dan hati dari segala sesuatu yang membuat murka Allah, hingga tercapai makna ketakwaan yang merupakan buah puasa," jelasnya.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa secara umum tanda diterimanya suatu amal kebaikan, adalah senantiasa berbuat amal shaleh setelahnya. Amal shaleh yang telah dijalankan selama Ramadhan terus berlanjut dan dibawa ke bulan-bulan berikutnya untuk menjadi pendamai bagi seorang Muslim.

Allah SWT berfirman:

وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِّنَ الَّيْلِ ۗاِنَّ الْحَسَنٰتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّاٰتِۗ ذٰلِكَ ذِكْرٰى لِلذّٰكِرِيْنَ

"Dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah)." (QS Hud ayat 114)

Hadits Nabi

Diriwayatkan dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman Mu’adz bin Jabal RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

"Bertakwalah kepada Allah SWT di manapun engkau berada. Iringilah kejelekan itu dengan kebaikan niscaya kebaikan itu akan menghapusnya (kejelekan). Dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik." (HR at Tirmidzi)

Umat Muslim yang telah merasakan nikmatnya takwa selama Ramadhan, harus melanjutkannya, dan juga tetap memperbanyak amal shaleh. Sebab, hakekatnya ketakwaan kepada Allah SWT tidak terbatas waktu, hingga ajal menjemput. Ketahuilah bahwa ganjaran Allah menanti orang-orang tersebut. Ucapan selamat tinggal pada Ramadhan hanyalah sedikit tanda bahwa amal shaleh yang telah dikerjakan itu akan terkubur.

 

Pintu surga selalu terbuka bagi mereka yang melanjutkan amal shaleh. Ingat pula bahwa puasa tidak terbatas pada bulan Ramadhan. Riwayat hadits telah menyebutkan, bahwa Nabi Muhammad SAW biasa berpuasa pada Senin dan Kamis dalam sepekan. Selain itu, kebiasaan tilawah Alquran pada bulan suci Ramadhan juga perlu senantiasa dirutinkan kembali di bulan-bulan selanjutnya usai Ramadhan, meski betapa padatnya rutinitas sehari-hari.

 
Berita Terpopuler