Sudah Dapat Uang THR? Ini Sosok di Balik Karyawan Dapat Duit Tunjangan Hari Raya Lebaran

Awalnya THR diberikan hanya untuk pegawai negeri.

Republika/Wihdan Hidayat
Uang THR. (ilustrasi)
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sudah dapat uang Tunjangan Hari Raya (THR)? Anda yang sudah menerima THR patut berterimakasih kepada Soekiman Wirjosandjojo, karena dialah karyawan swasta atau pegawai negeri setiap Hari Raya Idul Fitri atau Hari Lebaran mendapatkan uang THR. Lantas siapa sosok Soekiman?

Mungkin tidak banyak yang tahu siapa itu Soekiman. Padahal, beliau bukan orang sembarangan karena pernah menjadi Perdana Menteri Indonesia ke-6.

Soekiman yang berasal dari Partai Masyumi memperkenalkan pertama kali konsep THR pada 1951. Namun saat itu THR belum bersifat wajib dan masih sukarela.

Sejak diperkenalkan Soekiman, perlahan THR menjadi bagian dari beberapa program kesejahteraan bagi pamong praja atau PNS untuk mendukung program pemerintah. Namun ide pemberian THR saat Hari Lebaran bukan sebagai bonus, melainkan bentuknya pinjaman di muka. Saat itu THR harus nantinya harus dikembalikan lewat potongan gaji.

Aturan awal dari pemberian THR adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1954 tentang Pemberian Persekot Hari Raja kepada Pegawai Negeri. Dalam aturan tersebut THR hanya berlaku untuk PNS, bukan pekerja swasta.

Saat itu THR diberikan pemerintah kepada PNS sebesar Rp 125 hingga Rp 200 dan dicairkan setiap akhir bulan Ramadhan atau menjelang Hari Raya Idul Fitri. Selain uang, PNS juga diberikan paket sembako.

Pemberitan THR hanya untuk PNS ditentang kaum buruh...

Kaum Buruh Ingin Dapat THR

Peraturan hanya PNS yang mendapatkan THR ditentang kaum buruh. Pada 13 Februari 1952, erutama organisasi buruh yang bekerja sama dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), kaum pekerja/buruh protes dan menuntut pemerintah untuk memberikan tunjangan yang sama seperti pekerja Pamong Pradja (PNS) karena dinilai sebagai tindakan tidak adil.

Perjuangan para kaum buruh membuahkan hasil setelah pada 1954 Menteri Perburuhan Indonesia mengeluarkan surat edaran tentang Hadiah Lebaran. Hal ini bertujuan menghimbau setiap perusahaan untuk memberikan "Hadiah Lebaran" untuk para pekerjanya sebesar seperdua-belas dari upah.

Pada 1961 surat edaran yang semula bersifat himbauan itu kemudian berubah menjadi peraturan menteri. Peraturan ini mewajibkan perusahaan untuk memberikan "Hadiah Lebaran" kepada pekerja yang minimal telah 3 bulan bekerja.

Menteri Ketenagakerjaan pada 1994 mengeluarkan peraturan menteri. Peraturan ini mengubah istilah "Hadiah Lebaran" menjadi "Tunjangan Hari Raya" atau THR yang kita kenal sampai sekarang.

Saat ini, peraturan pemberian THR terdapat pada Peraturan Menaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Melanjutkan peraturan tersebut, pada 2016 pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan, merevisi peraturan mengenai THR, di mana perubahan itu terdapat dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016. Dalam peraturan ini menyebutkan pekerja yang memiliki masa kerja minimal satu bulan sudah berhak mendapatkan THR.

Pengusaha juga wajib memberikan THR bagi pegawai kontrak, termasuk yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) ataupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Besaran yang diterima ditentukan berdasarkan masa kerja yang telah mereka lalui di sebuah perusahaan. Bagi yang sudah memiliki masa kerja 12 bulan, maka akan memperoleh THR sebesar upah atau gaji satu bulan yang terakhir diterima.

Dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016, THR Keagamaan dibayarkan sesuai hari raya keagamaan pekerja/buruh, kecuali ditentukan lain dalam aturan perusahaan. THR Keagamaan wajib diberikan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

Menurut aturan tersebut, yang berhak mendapatkan THR adalah sebagai berikut:

1. Pekerja/buruh yang memiliki hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih.

2. Pekerja/buruh PKWTT yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) terhitung H-30 hari sebelum hari raya keagamaan.

3. Pekerja/buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut.

 
Berita Terpopuler