Diam-Diam Yahudi Israel Siapkan Relawan Khusus Ritual Sapi Merah Saat Gaza Digempur 

Ritual penyembelihan sapi merah adalah klaim teologis Yahudi

MEE/Daniel Hilton
Orang Yahudi menonton sapi merah yang ditempatkan di Shilo, sebuah permukiman ilegal Israel di dekat kota Nablus, Palestina.
Rep: Umar Mukhtar, Mabruroh Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kisah sapi merah kembali mengemuka di tengah perang genosida Israel yang masih berkecamuk di Gaza.

Baca Juga

Para rabi senior Yahudi mengumumkan bahwa Temple Institute Israel akan mengadakan konferensi untuk membahas persiapan keagamaan terkait penyelenggaraan ritual penyembelihan Sapi merah.

Konferensi ini, menurut kepercayaan agama Yahudi, bertujuan untuk menyucikan ribuan orang Yahudi dari najis orang mati. Konferensi penyembelihan sapi merah ini dilakukan setelah lima ekor sapi tersebut mencapai usia yang disyaratkan untuk proses penyucian, yaitu dua tahun.

Mereka meyakini bahwa ritual penyucian dengan menyembelih dan membakar lima ekor sapi merah dapat membuka jalan bagi ratusan ribu umat Yahudi untuk menyerbu Masjid Al Aqsa. Artinya, mereka belum bisa menyerbu Masjid Al Aqsa hingga saat ini karena patuh terhadap larangan resmi para rabi Yahudi.

Dalam kepercayaan ini juga, begitu sapi merah muncul, maka di saat itulah waktu datangnya juru selamat dan dimulainya pembangunan Kuil Ketiga di atas reruntuhan Masjid Al Aqsa. Kemudian umat Yahudi pun memasukinya.

Februari 2024 lalu, ketika Israel memporak-porandakan Gaza, Temple Institute mengeluarkan iklan pengumuman yang meminta para pendeta Yahudi (Kohen) untuk melatih banyak relawan pada ritual penyucian dengan sapi merah.

Bahkan telah ditetapkan syarat-syarat khusus bagi para relawan tersebut. Ritual ini dilakukan di sebidang tanah yang sebelumnya dirampas oleh kelompok Yahudi untuk tujuan penyembelihan sapi merah di Bukit Zaitun yang ada di seberang Masjid Al Aqsa.

Namun pertanyaannya kemudian, dari mana awal mula munculnya klaim penyembelihan sapi merah ini? Sapi Merah adalah salah satu kepercayaan Yahudi yang diam-diam dikembangkan oleh kaum ekstremis Yahudi, sebagai persiapan untuk penghancuran Masjid Al Aqsa.

Kelahiran sapi merah dalam agama Yahudi berawal dari kepercayaan orang Yahudi pada 2000 tahun lalu di era Kerajaan Pertama dan Kedua. Saat itu, berdasarkan klaim Yahudi, abu sapi muda berwarna merah disembelih pada tahun ketiga, lalu darahnya dicampur air, dan digunakan untuk menyucikan orang-orang Yahudi.

Dalam kepercayaan orang-orang Yahudi, seekor sapi merah dahulu pernah disembelih pada masa Kuil Pertama. Kemudian pada masa Kuil Kedua, ada delapan ekor sapi merah yang disembelih.

 

 

Kini mereka sedang mempersiapkan dimulainya Kuil Ketiga yang erat kaitannya dengan kelahiran sapi merah kesepuluh, yang menurut Temple Institute, sudah lahir pada 2018 lalu. Menurut klaim Yahudi, segera setelah sapi itu muncul, juru selamat akan turun, yang diikuti akhir zaman.

Sapi merah dalam bahasa Ibrani berarti "bara aduma", dan sapi tersebut adalah sapi betina. Orang-orang Yahudi menunggu sapi tersebut agar kemudian bisa menghancurkan Masjid Al Aqsa dan membangun Kuil Ketiga. 

Sapi betina merah ini memiliki bulu berwarna merah sempurna, tidak pernah bunting, tidak pernah diperah, dan tidak pernah diikatkan tali dilehernya. Juga lahir secara alami dan dibesarkan di tempat yang disebut sebagai Tanah Israel.

Bertepatan Idul Fitri

Dilansir laman  alquds, patut dicatat bahwa tanggal yang tercatat dalam kitab suci agama kelompok ini untuk menyembelih sapi merah dan menyucikan diri dengan abunya adalah hari kedua bulan Ibrani Nisan, yang tahun ini jatuh pada 10 April 2024 mendatang. Ini diperkirakan akan berbarengan dengan hari Idul Fitri.

Kelompok ekstremis Kuil mengandalkan fakta bahwa mengadakan ritual penyucian dengan Sapi Merah dapat membuka jalan bagi ratusan ribu umat Yahudi yang religius untuk menyerbu Masjid Al-Aqsa. 

Jika hal ini terjadi, maka akan membuka jalan untuk melipatgandakan bahaya yang dihadapi Al-Aqsa dan melipatgandakan jumlah orang yang menyerbu dan melaksanakan ritual di sana.

Lima sapi merah adalah salah satu kepercayaan Yahudi yang diam-diam dilakukan oleh kaum ekstremis Yahudi baru-baru ini, demi membuka jalan bagi pembongkaran Masjid Al-Aqsa.

Menurut klaim Yahudi, segera setelah sapi itu muncul, waktu yang disebut “Juruselamat/sang Mesiah” akan tiba.

Sapi merah dalam bahasa Ibrani “Bara Aduma” adalah sapi yang ditunggu-tunggu oleh umat Yahudi untuk merobohkan Masjid Al Aqsa dan membangun Kuil Ketiga.

Kepala Rabi Israel melarang umat Yahudi memasuki Masjid Al Aqsa sebelum menyucikan diri menggunakan abu dari sapi merah. Itulah sebabnya umat Yahudi menunggu-nunggu kelahiran sapi merah untuk bisa masuk ke dalam Masjid Al Aqsa. 

Namun, sapi merah yang mereka tunggu-tunggu harus lahir dalam keadaan yang bebas dari kecacatan, tidak memiliki aib, dan hal-hal yang buruk. 

Juru bicara Kegubernuran Yerusalem, Marouf Al-Rifai mengatakan, hingga saat ini belum dapat dipastikan bahwa sapi-sapi tersebut sah secara hukum untuk mulai digunakan dalam langkah-langkah praktis, dan pemantauan masih terus dilakukan.

Dia menyampaikan bahwa “kemerahan” pada sapi-sapi tersebut lebih baik dibandingkan setahun yang lalu, dan tampaknya alasannya adalah karena guncangan yang dialami sapi-sapi tersebut selama transportasi udara ke Israel, selain itu terhadap perbedaan kondisi iklim antara Amerika dan Israel.

“Sapi-sapi ini berganti bulu setiap enam bulan sekali, yang berarti ada peluang tambahan bagi mereka untuk kembali ditumbuhi bulu merah. Ini juga berarti perlunya diskusi dan tindak lanjut setidaknya selama 12 bulan, sebelum beralih ke tahapan dan prosedur praktis," jelas dia. 

Al-Rifai menambahkan, proyek “Pencarian Sapi Merah” dipimpin oleh dua organisasi sayap kanan ekstremis. Pertama, Organisasi Boneh Israel, yang mencakup kelompok Kristen evangelis dan tokoh pemukim sayap kanan ekstremis, yang dipimpin oleh “Tzachi Mamo,” yang juga dikenal karena aktivitas kolonial Yahudinya di lingkungan Palestina di Yerusalem Timur, khususnya di lingkungan Sheikh Jarrah.

Adapun organisasi kedua, menurut Al-Rifai, disebut “Institut Kuil” dan dipimpin oleh Rabi Yisrael Ariel yang rasis, yang merupakan pengikut gerakan ekstremis “Kach”, yang dilarang bahkan menurut hukum Israel. 

 

Rabi Ariel dianggap sebagai salah satu orang yang dekat dengan ekstremis sayap kanan Itamar Ben Gvir, yang menjabat sebagai Menteri Keamanan Nasional di pemerintahan Benjamin Netanyahu

Sumber: shorouknews 

Angka-Angka Menjelang Badai Al-Aqsa - (Republika)

 
Berita Terpopuler