Klarifikasi Yusril Soal Penyataan 'Andaikan Saya Gibran' dalam Sidang Sengketa Pilpres

Yusril menilai kuasa hukum Ganjar-Mahfud mengutip makna pendapat itu dengan salah.

Republika/Prayogi
Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran Yusril Ihza Mahendra menghadiri sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 di Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Rep: Febryan A Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, menyampaikan klarifikasi atas ucapan 'andaikan saya Gibran' yang dikutip oleh kuasa hukum Ganjar-Mahfud dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/4/2024). 

Baca Juga

Momen itu terjadi persis ketika kuasa hukum Ganjar-Mahfud, Lutfi Yazid, selaku penggugat bertanya kepada ahli yang pihaknya hadirikan dalam persidangan tersebut, yakni Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto. 

Lutfi menyebut secara gamblang bahwa pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra pernah menyatakan putusan MK Nomor 90 cacat hukum secara serius, mengandung penyelundupan hukum, dan akan berdampak panjang.

Sebagai catatan, Putusan MK Nomor 90 diketahui mengubah syarat batas usia minimum capres-cawapres sehingga seseorang yang belum berusia 40 tahun asalkan pernah/sedang menjadi kepala daerah boleh menjadi capres-cawapres. Putusan itu dinilai membuka jalan untuk Gibran Rakabuming Raka (36 tahun) menjadi cawapres pendamping Prabowo.

"Sebab itu, Saudara Yusril mengatakan 'andaikan saya Gibran, maka saya akan meminta kepada dia untuk tidak maju terus pencawapresannya'. Saya mohon tanggapan dari saudara (Aan)," kata Lutfi.

Yusril langsung mengklarifikasi ucapan Lutfi itu dalam persidangan. Dia tak memungkiri pernah menyampaikan pendapat semacam itu, tapi Lutfi mengutipnya dengan salah.

 

"Jadi yang saya ucapkan adalah 'andaikata saya Gibran, saya memilih saya tidak akan maju karena saya tahu bahwa putusan ini problematik'," ujar Yusril.

Yusril lantas menjelaskan dalam filsafat hukum ada perdebatan tak berujung antara upaya mencari keadilan dan kepastian hukum.

Menurut dia, dalam konteks penyelenggaraan negara, tak mungkin dilakukan upaya pencarian keadilan secara terus-menerus tanpa henti. Keputusan, kata dia, harus dibuat agar muncul kepastian hukum.

"Bahwa betul Putusan 90 itu problematik kalau dilihat dari filsafat hukum, etik dan lain-lain tapi dari segi kepastian hukum Putusan 90 itu jelas sekali," ujar anggota Dewan Pengarah TKN Prabowo-Gibran itu.

Penjelasan ahli dan pertanyaan dari Yusril serta Lutfi itu merupakan bagian dari sidang pemeriksaan sengketa hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan Ganjar-Mahfud. Tergugat dalam perkara ini adalah KPU, sedangkan Prabowo-Gibran selaku Pihak Terkait.

Ganjar-Mahfud dalam petitumnya meminta MK membatalkan keputusan KPU terkait hasil Pilpres 2024. Mereka juga meminta MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran. Mereka turut meminta MK memerintahkan KPU untuk menggelar pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran.

Mereka mengajukan petitum tersebut karena meyakini pencalonan Gibran bermasalah dan menganggap telah terjadi pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam penyelenggaraan Pilpres 2024. 

 

 

 
Berita Terpopuler