Saksi Ungkap Kecurangan Pemilu di Madura: Surat Suara Sudah Dicoblos Oknum ASN

Saksi mengungkap sebagian warga tak datang ke TPS karena tak dapat undangan.

Republika/Prayogi
Suasana sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dengan pemohon pasangan no urut 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (1/4/2024). Agenda sidang lanjutan tersebut yaitu Pembuktian Pemohon (Mendengarkan keterangan ahli dan saksi Pemohon serta Pengesahan alat bukti tambahan Pemohon). Tim Hukum Nasional Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar menghadirkan 7 ahli dan 11 saksi dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) tersebut.
Rep: Eva Rianti Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah seorang saksi dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) tim Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 'AMIN', Achmad Husairi mengungkapkan praktek kecurangan pemilu yang terjadi di Desa Pangongsean, Kecamatan Torjun, Sampang, Jawa Timur. Menurut kesaksiannya, ada banyak warga yang tidak mendapatkan surat suara untuk mencoblos, sementara surat suara itu dicoblos oleh 'oknum'.

Baca Juga

Achmad menceritakan, pada hari pencoblosan, yakni 14 Februari 2024, ia diminta tolong temannya untuk mengantarkan ke salah satu TPS yang mana temannya sekeluarga tidak menerima C pemberitahuan atau surat undangan untuk mencoblos.

"Setelah sampai di TPS saya melihat ada seorang ASN yang mengerahkan tiga orang membawa surat suara ke dalam kamar, kebetulan kamar itu di depan TPS," kata Achmad di dalam ruang persidangan di Gedung MK, Jakarta, Senin (1/4/2024).

Achmad mengaku penasaran, namun saat bertanya kepada Ketua KPPS ia tidak mendapatkan informasi atau jawaban. Lantas, ia pun mengarahkan dirinya ke ruangan kamar tersebut untuk mencari tahu sendiri.

"Saya langsung ke kamar itu, saya buka pintu, dia (oknum ASN) terkejut, langsung saya foto. Sebelum saya foto saling tarik-menarik antara oknum ASN itu dengan saya," ujar dia.

 

 

Menurut penuturannya, aksi yang dilakukan sejumlah orang di kamar tersebut adalah pencoblosan nomor urut 02 Prabowo-Subianto. Achmad melanjutkan, ia mencari tahu apa yang terjadi, dan kemudian mendapati bahwa banyak warga yang tidak datang ke TPS untuk mencoblos karena tidak dapat undangan.

Menurut pengamatannya memang tidak ada warga sama sekali yang datang ke TPS saat itu, sehingga pada pukul 10.00 WIB TPS dibubarkan karena tidak ada warga yang datang.

"Di situ orang awam. Ditanyakan kenapa kok enggak keluar (rumah untuk mencoblos), jawabannya 'saya enggak dapat undangan'. Akhirnya teman saya mengumumkan di masjid bahwa warga yang tidak mendapatkan undangan segera keluar bawa KTP-nya. Ternyata di situ ada sebagian warga yang keluar, dipimpong, di DPT online sudah ada namanya tertera di TPS berapa, dipimpong ke TPS yang lain," ceritanya.

Namun mengenai ada atau tidaknya perhitungan suara, Achmad mengaku tidak mengetahuinya karena dia tidak stand by di TPS. Selain mengungkap insiden tersebut, Achmad juga mengungkap adanya oknum polisi yang mendatangi kepala desa. Oknum itu mengarahkan agar memilih paslon 02. 

"Dan perlu diketahui lagi, beberapa oknum kepala desa di kecamatan Kedungdung dan Robatal didatangi oleh seorang oknum polisi. Di situ bilang bahwa kalau pengen aman 02 harus menang," kata dia. 

Saat ditanya lebih lanjut, Achmad mengaku tidak berani mengungkap identitas oknum yang dimaksud. Ia mengaku mengkhawatirkan jiwanya yang bisa terancam jika mengungkapnya. 

"Jangankan menyebut nama orang yang memberitahu saya. Saya sendiri ke sini demi kebenaran bertekad untuk hadir persaksian di persidangan ini," ujar dia.

Pemilu 2024 dalam Angka - (Infografis Republika)

 
Berita Terpopuler