Tujuh Mantan PPLN Malaysia Divonis 4 Bulan, Namun tak Langsung Dipenjara

Tujuh terdakwa dinilai terbukti palsukan data dan daftar pemilih luar negeri.

ANTARA/Fath Putra Mulya
Anggota nonaktif Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak tujuh terdakwa mantan Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur divonis penjara selama empat bulan dengan masa percobaan setahun. Sehingga jika dalam waktu setahun mereka tak melanggar ketentuan pidana apapun, maka mereka tak akan dipenjara. 

Baca Juga

Putusan itu diketok oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (21/3/2024). Ketujuh terdakwa terjerat kasus pemalsuan data dan daftar pemilih luar negeri Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia. 

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I Umar Faruk, terdakwa II Tita Octavia Cahya Rahayu, terdakwa III Dicky Saputra, terdakwa IV Aprijon, terdakwa V Puji Sumarsono, terdakwa VI A Khalil dan terdakwa VII Masduki Khamdan Muchamad dengan pidana masing masing selama 4 bulan," kata Hakim Ketua Buyung Dwikora dalam sidang tersebut. 

"Menetapkan lamanya pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali apabila di kemudian hari ada keputusan hakim yang menentukan hal lain disebabkan karena terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 tahun terakhir," tutur Buyung menambahkan.

Mereka juga dihukum membayar denda sebesar Rp 5  juta akibat perbuatannya. "Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka dikenakan pidana pengganti berupa pidana kurungan masing masing selama dua bulan," ujar Buyung. 

Majelis Hakim meyakini tujuh terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melalukan tindak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih baik yang menyuruh, yang melakukan maupun yang turut serta melakukan. Ini sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 544 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu penuntut umum. 

Tak langsung dipenjara...

 

Tapi Majelis Hakim tak mengetok hukuman penjara secara langsung kepada mereka. Para terdakwa baru akan dipenjara selama empat bulan kalau dalam waktu setahun terbukti melanggar hukum pidana. Ini sesuai dengan alasan Majelis hakim meringankan hukuman mereka agar dapat meneruskan studinya. 

"Hal hal yang meringankan: Para terdakwa belum pernah dipidana sebelumnya, Hasil tindak pidana yang dilakukan para terdakwa mulai dari penetapan DPT sampai dengan pemungutan suara telah dianulir dan dinyatakan tidak sah oleh KPU RI atas rekomendasi Bawaslu RI dan dilaksanakan pemungutan suara ulang pada tanggal 10 Maret 2024, para terdakwa sebagian besar adalah mahasiswa atau mahasiswi yang sedang menempuh kuliah S3 di Malaysia, para terdakwa kecuali terdakwa dua dan terdakwa tiga mempunyai tanggungan keluarga," ucap Buyung. 

Sebelumnya, enam eks anggota PPLN Kuala Lumpur dituntut hukuman penjara selama enam bulan dengan percobaan selama setahun. Hal tersebut disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (19/3/2024).

"Menuntut agar Majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa 1 Umar Faruk, terdakwa 2 Tita Octavia Cahya Rahayu, terdakwa 3 Dicky Saputra, terdakwa 4 Aprijon, terdakwa 5 Puji Sumarsono, terdakwa 6 Khalil dengan pidana penjara masing-masing selama enam bulan. Dengan ketentuan tidak perlu dijalani apabila yang bersangkutan dalam masa percobaan selama setahun sejak putusan inkrah, tidak ulangi perbuatan, tidak lakukan tindak pidana lainnya," kata JPU Agus Kusuma dalam sidang tersebut.

Tuntutan berbeda hanya diucapkan JPU kepada terdakwa ketujuh. JPU ingin terdakwa 7 Masduki Khamdan Muhammad dipidana penjara selama 6 bulan dikurangkan masa penahanan yang telah dijalani dengan perintah agar dilakukan penahanan rutan. 

Selain tuntutan hukuman penjara, semua terdakwa diancam dengan hukuman denda sepuluh juta rupiah. Atas vonis ini, semua terdakwa menerimanya. Sedangkan JPU menyatakan pikir-pikir.

 
Berita Terpopuler