Di Sidang MK, Tsania Marwa Bersaksi Wakili Ibu yang Hak Asuh Anaknya Direbut Eks Suami

Tsania Marwa bersaksi untuk pengujian frasa “Barangsiapa” di Pasal 330 ayat (1) KUHP.

Republika/Thoudy Badai
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Artis Tsania Marwa bersaksi dalam sidang pengujian pasal pengambilan paksa anak kandung di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK). Tsania bersaksi sebagai ibu dari dua anak yang "diambil" mantan suaminya Atalarik Syah. 

Baca Juga

Dalam persidangan itu, Tsania mengungkap dirinya merupakan ibu dari dua anak berinisial SMF yang saat ini berusia 10 tahun dan AS berusia 9 tahun. Tsania sudah bercerai dengan suaminya. Pengadilan telah memutuskan hak asuh anak kepadanya.

"Saya telah bercerai dan memegang hak asuh anak," kata Tsania dalam persidangan itu.

Walau demikian, Tsania tak bisa merawat anaknya sebagaimana putusan pengadilan. Sebab, Tsania dan kedua anaknya terpisahkan dikarenakan tertutupnya akses dari pihak mantan suaminya.

"Hingga akhirnya pada tanggal 29 April 2021, saya dan Pengadilan Agama Cibinong melakukan eksekusi putusan hak asuh anak yang sudah berkekuatan hukum tetap. Namun, Pengadilan Agama Cibinong menyatakan eksekusi tersebut gagal dikarenakan pihak termohon eksekusi tidak mau mengikuti putusan hak asuh anak dan mempersulit proses eksekusi tersebut," ujar Tsania.

Tsania juga menerangkan sampai saat ini masih terpisahkan dengan kedua anaknya selama tujuh tahun. Ia merasa sangat dirugikan karena selama berproses hukum harus mengeluarkan biaya untuk pendampingan hukum, biaya-biaya leges, dan biaya konsultasi lainnya.

"Kesedihan yang luar biasa, saya merasa tidak mendapat keadilan dari putusan hak asuh berkekuatan hukum tetap, dan yang paling utama saya sebagai ibu yang mencintai kedua anak saya tidak mengetahui bagaimana perkembangan mereka, dan tentunya mereka kehilangan sosok ibu kandung yang dari awal hamil saya jaga dan saya mencintai sepenuh jiwa hingga akhir hayat saya," ujar Tsania.

 

Sebagai tambahan informasi, permohonan dengan Nomor 140/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh lima ibu yakni Aelyn Halim, Shelvia, Nur, Angelia Susanto, dan Roshan Kaish Sadaranggani. Kelima Pemohon merupakan para ibu yang sedang memperjuangkan hak asuh anak. Para Pemohon menguji frasa “Barangsiapa” dalam Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 1946 (KUHP 1946).

Selengkapnya Pasal 330 ayat (1) KUHP menyatakan, “Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.

Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Kamis (2/11/2023), kuasa Pemohon, Virza Roy Hizzal mengatakan para Pemohon seluruhnya memiliki kesamaan, yakni setelah bercerai dengan suaminya, memiliki hak asuh anak. Namun, saat ini tidak mendapat hak tersebut karena mantan suaminya mengambil anak mereka secara paksa. 

Menurut para Pemohon, frasa “Barang siapa” dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP sudah sepatutnya diberlakukan bagi setiap orang termasuk Ayah atau Ibu kandung dari anak, sebagai subjek hukum. Tidak boleh ada pengecualian yang memberikan kekuasaan dan kewenangan mutlak bagi Ayah atau Ibu jika sampai terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak anak sehingga tidak dapat dituntut pertanggungjawabannya.

Pemenuhan hak-hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia di mana terdapat peran dan tanggung jawab negara memberikan perlindungan, pengawasan serta penegakan hukum guna tercapainya kesejahteraan bagi anak. Oleh karenanya negara berwenang melakukan penindakan terhadap orang tua yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak anak.

Dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan frasa “Barangsiapa” dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Setiap orang tanpa terkecuali Ayah atau Ibu kandung dari anak".

 

 

 
Berita Terpopuler