Pelaku Bullying Seharusnya Dibina atau Dikeluarkan dari Sekolah?

Pelaku bullying di Binus School Serpong sempat dikabarkan dikeluarkan dari sekolah.

Ronggo
Warung Ibu Gaul, lokasi perundungan siswa Binus School BSD, Tangerang, Banten.
Rep: Santi Sopia, Ronggo Astungkoro Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siswa yang terlibat kasus perundungan di Binus School Serpong, Tangerang, Banten sempat dikabarkan telah dikeluarkan atau drop out (DO) dari sekolah. Seharusnya, pelaku dibina atau memang sudah tepat dikeluarkan?

Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Diyah Puspitarini, tepat atau tidaknya DO ini memang dikembalikan kepada kebijakan sekolah. Ia menyebut, berdasarkan Permendikbud 46 Tahun 2023, ada urutan sanksinya.

"Misalnya, dilihat dari persfektif anak seperti apa di sekolah, kalau dalam UU terkait perlindungan pendidikan, tidak ada anak putus sekolah, sekalipun mode berbeda, misal tidak di sekolah, pembelajaran jarak jauh atau alternatif lain," kata Diyah kepada Republika.co.id, dikutip Senin (26/2/2024).

Baca Juga

Selama proses hukum, baik nantinya terbukti atau tidak di pengadilan, misalnya, harus dipastikan anak bisa tetap melanjutkan studinya. Bisa saja anak mengambil kejar paket atau tetap mendapatkan pendidikan dari sekolahnya tanpa perlu hadir secara fisik.

Dari sisi sekolah, lanjut Diyah, sebenarnya tugasnya bukan hanya penanganan melainkan juga upaya pencegahan. Misalnya, ketika ada kasus bullying, sekolah yang baik akan menuntaskan kasus dan kooperatif dengan semua pihak.

Guru bimbingan konseling (BK) juga berperan. Hanya saja, upaya mencegah bullying tentunya tidak serta merta hanya tanggung jawab guru BK, tapi semua sivitas di dalam sekolah.

"Nah berarti kalau ada kejadian dilihat kembali, harus ada evaluasi, harus ada sistem, harus ada pembiasaan yang baik. Kemudian harus ada sistem pengawasan, tidak hanya di lingkungan sekolah tapi juga orang tua dan masyarakat di sekitar sekolah," kata dia.

Upaya ini, menurut Diyah, harus dievaluasi terus menerus. Pada laporan akhir tahun, KPAI menyampaikan bahwa persentasi guru BK saat ini 1:150.

Itu artinya, ada kebijakan yang harus ditinjau ulang agar beban guru BK tidak terlalu banyak. Diyah mengatakan pihaknya sedang mendorong agar satu guru BK, maksimal mengawasi 50 -75 orang siswa.

Diyah juga menjelaskan siswa-siswa yang berada dalam proses hukum akan mendapat perlindungan dan pendampingan. Dengan tidak pergi ke sekolah, sudah dipastikan anak yang terlibat dalam proses hukum kemungkinan besar tidak akan bertemu terlebih dulu dengan korbannya.

Anak yang berkonflik dengan hukum sudah diatur dalam UU Perlindungan Anak, di mana ada perlakuan yang berbeda dengan pelaku maupun korban. Demikian juga jika anak tersebut merupakan menjadi saksi dalam kasus tersebut.

Diyah mengingatkan, peran orang tua tentu sangat krusial dalam pengawasan kehidupan anak. Ayah dan ibu perlu memantau dengan siapa saja anak berteman dan aktivitas apa yang dilakukan.

"Tetap ada bonding orang tua dengan anak, kemudian kalau terlalu protektif juta tidak pas, dan yang terpenting keluarga membangun budaya antikekerasan di rumah," kata Diyah.

Orang tua perlu membangun komunikasi yang bagus dengan putra-putrinya. Dengan begitu, dia berani berbicara bukan malah memendamnya ketika memiliki masalah.

Di samping itu, Diyah melihat sekolah-sekolah elite sering kali memerlukan perlakuan yang sangat berbeda. KPAI sering menangani kasus di sekolah elite dan berkali-kali hampir sama, yaitu butuh treatment berbeda dibandingkan sekolah biasa.

Terhadap penanganan kasus bullying di Serpong, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan, kabar siswa Binus School Serpong terduga pelaku perundungan dikeluarkan atau drop out (DO) oleh pihak sekolah tidak benar. Sanksi bagi mereka akan diberikan menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan pihak kepolisian dan hasil investigasi internal sekolah.

 

"Berita tentang DO tidak benar, faktanya peserta didik yang diduga terlibat adalah dirumahkan namun hak pendidikannya tetap diberikan,” ucap Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbudristek Anang Ristanto kepada wartawan, Jumat (23/2/2024).

Anang mengatakan, pemberian sanksi kepada para terduga pelaku masih menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan dari pihak kepolisian dan hasil investigasi internal Binus. Sepanjang pemeriksaan, menurut Anang, seluruh siswa yang diduga terlibat dalam perundungan tersebut statusnya adalah dirumahkan.

"Proses pembelajaran tetap dilakukan dari rumah, dengan media online dan mengirimkan video pembelajaran kepada peserta didik," jelas dia.

Sebelumnya, pihak Binus School Serpong menyampaikan, siswa yang terbukti melakukan tindak kekerasan dalam kasus perundungan sudah tidak menjadi bagian dari komunitas sekolah tersebut, tanpa kejelasan dikeluarkan atau mengundurkan diri. Sejumlah siswa lain yang turut menyaksikan kejadian itu tanpa melakukan tindakan pencegahan maupun pertolongan juga sudah mendapatkan sanksi disiplin keras.

"Setelah mengetahui insiden tersebut, pihak sekolah melakukan investigasi secara intensif. Seluruh siswa yang terbukti melakukan tindakan kekerasan sudah tidak menjadi bagian dari komunitas Binus School," jelas Humas Binus School Education Haris Suhendra lewat pernyataan tertulisnya, Rabu (21/2/2024).

 
Berita Terpopuler