Ketidakpercayaan Terhadap MK Jadi Dasar Diusulkannya Hak Angket Dugaan Kecurangan Pemilu

"Ketemu kecurangan pemilu, ngadu ke mana? MK ada pamannya, lalu ke mana?"

Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah massa aksi melakukan unjuk rasa di depan gedung KPU, Jakarta, Jumat (16/2/2024). Dalam unjuk rasa tersebut massa aksi meminta KPU bersikap netral dan tidak melakukan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Bambang Noroyono, Febrian Fachri

Baca Juga

Anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Adian Napitupulu mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menjadi lembaga yang tak dipercaya publik. Terutama dalam tugasnya nanti untuk menyelesaikan sengketa pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Oleh karena itu, menurut dia, DPR dapat mengambil peran dalam menyelidiki indikasi kecurangan Pemilu 2024. Salah satunya lewat pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket yang diusulkan oleh calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo.

"Pilihannya adalah hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada pelaksanaan Pemilu 2024," ujar Adian lewat keterangannya, Rabu (21/2/2024).

Menurut dia, sangat terbuka kemungkinan terjadi kecurangan pada pelaksaan pemilu legislatif (Pileg) dan pemilu presiden (Pilpres). Berbagai dugaan kecurangan itu telah ditemukan rakyat dan partai politik.

"Kecurangan itu tidak bisa hanya dilihat di angka-angka, rakyat bingung, parpol bingung. Ketemu kecurangan pemilu, ngadu ke mana? MK ada pamannya, lalu ke mana? Mau tidak mau, pilihannya hak angket," ujar Adian.

"Jika KPU, Sistem Rekapitulasi Suara Pemilu 2024 atau Sirekap, dan MK sudah tak bisa dipercaya, mau tidak mau rakyat hanya percaya dengan kekuatannya sendiri," sambungnya menegaskan.

Di samping itu, DPR memiliki tanggung jawab dalam setiap pengeluaran rupiah yang diteken dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Termasuk tugasnya dalam fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024.

"Menurut saya harus ada langkah hukum ketika negara dianggap menyebarkan hoaks, karena data Sirekap itu tersebar kok. Artinya, harus ada langkah politik di parlemen," ujar anggota Komisi VII DPR itu.

Diketahui, Ganjar mengusulkan pembentukan Pansus hak angket untuk menyelidiki indikasi kecurangan Pemilu) 2024. Hak angket dapat diusulkan oleh Fraksi PDIP dan PPP di DPR.

Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat. Termasuk hal-hal yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

"Jika DPR tak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR untuk mengkritisi kecurangan pada Pilpres 2024," ujar Ganjar lewat keterangan tertulisnya.

Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD, mengatakan bahwa usulan pembentukan hak angket merupakan ranah dari partai politik yang ada di DPR. Sedangkan, dirinya bukan merupakan kader partai politik, sehingga tak ada urusannya dengan usulan tersebut.

"Hak angket itu bukan urusan paslon, ya, itu urusan partai. Apakah partai itu menggertak apa nggak? Saya ndak tahu dan tidak ingin tahu juga. Maka saya ndak ikut-ikut di urusan partai," ujar Mahfud di kediamannya, Jakarta, Kamis (22/2/2024).

Mahfud menjelaskan, DPR terdiri atas sembilan fraksi partai politik yang tak satu pun berafiliasi dengannya. Sehingga sebagai cawapres yang bukan merupakan kader partai politik, ia tak ada kaitannya dengan usulan hak angket untuk menginvestigas indikasi kecurangan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

"Saya tidak akan berkomentar lah soal hak angket, hak interpelasi, itu urusan partai-partai mau apa ndak. Kalau ndak mau juga saya tidak punya kepentingan untuk berbicara itu. Saya hanya paslon saja," ujar Mahfud.

Komik Si Calus : Jagoan - (Republika/Daan Yahya)

Profesor Hukum Tata Negara (HTN) Yusril Ihza Mahendra mengatakan, ketidakpuasan atas pelaksanaan, maupun dugaan kecurangan dari hasil pemilu, sudah ada mekanisme konstitusionalnya. Yakni melalui gugatan pihak yang tak puas, ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Menurut Yusril yang juga bagian dari TKN Prabowo-Gibran, meskipun pengguliran angket tersebut merupakan salah satu hak  dari DPR, hak melakukan penyelidikan terkait gelaran pemilu itu ada di tangan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu, dalam hal ini pilpres oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya tidak,” begitu kata Yusril dalam siaran pers yang diterima Republika di Jakarta, Kamis (22/2/2024). 

Yusril menerangkan, hak angket DPR, memang hak yang sah mengacu pada Pasal 20A ayat (2) Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Dalam aturan tersebut, hak angket merupakan kewenangan DPR dalam menjalankan fungsi pengawasannya terhadap jalannya pemerintahan.

Dalam hak angket tersebut memberikan kewenangan bagi DPR melakukan penyelidikan atas pelaksanaan undang-undang oleh pemerintah. Dalam wacana hak angket kali ini, sejumlah anggota DPR mewacanakan menyelidiki kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.

Pun Yusril menilai, wacana pengguliran hak angket tersebut muncul dari para anggota DPR dari fraksi-fraksi partai politik yang kalah dalam Pilpres 2024. Namun Yusril menjelaskan, UUD 1945 sudah memberikan jalan keluar secara konstitusional dalam penyelesaian hukum terkait dugaan kecurangan, maupun ketidakpuasan para pihak terkait pemilu. Yakni melalui mekanisme di MK.

“Berdasarkan Pasal 24C UUD 1945 dengan jelas menyatakan, bahwa salah-satu kewenangan MK adalah mengadili perselisihan hasil pemilu. Dalam hal ini, pilpres pada tingkat pertama, dan terakhir yang putusannya final dan mengikat,” kata Yusril.

Menurut Yusril, mekanisme melalui MK tersebut, sebetulnya solusi konstitusional yang lebih tepat atas ketidakpuasan para pihak peserta pemilu, ketimbang penggunaan hak angket. Sebab dengan rujukan Pasal 24C UUD 1945 itu dalam memberikan penyelesaian yang tuntas dan efektif secara hukum, ketimbang melalui jalan politik di DPR. Pun keputusan dari MK lebi memiliki kepastian hukum, ketimbang produk dari hak angket yang cuma berbentuk rekomendasi, atau pendapat. 

“Oleh karena itu saya berpendapat, UUD 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan. Penggunaan angket dapat membuat perselisihan hasil pilpres berlarut-larut tanpa kejelasan kapan akan berakhir. Hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR," tegas Yusril.

Komisioner KPU RI, Idham Holik mengatakan, UU Pemilu sudah menetapkan jalur yang bisa ditempuh apabila ada permasalahan terkait pemungutan dan penghitungan suara. Jalur yang disediakan adalah pelaporan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan pengajuan sengketa di MK, bukan lewat hak angket DPR.

"Kalau sekiranya terjadi pelanggaran administrasi, jelas bahwa Bawaslu yang menangani. Kalau ada perselisihan terhadap hasil pemilu, MK sebagai lembaga yang menyelesaikan," kata Idham kepada wartawan di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Kamis (22/2/2024).

Karena itu, Idham mengajak semua pihak untuk kembali mengacu pada UU Pemilu dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul dalam gelaran Pemilu 2024. Apalagi, salah satu prinsip penyelenggaraan pemilu adalah berkepastian hukum.

"Kita sebagai negara demokrasi yang besar, mari kita tegakkan demokrasi konstitusional, di mana hukum menjadi  panglimanya," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI itu.

Pemilu 2024 Dalam Angka - (Ali Imron)

 
Berita Terpopuler