Yang Terjadi di Rancaekek Fenomena Puting Beliung atau Tornado? Ini Analisis BMKG dan BRIN

Video putaran angin kencang memporakporandakan sejumlah bangunan di Rancaekek viral.

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Warga berdiri di antara puing rumah yang hancur akibat angin puting beliung di Desa Sukadana, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Kamis (22/2/2024). BPBD Provinsi Jawa Barat mencatat, bencana angin puting beliung yang terjadi di Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung tersebut mengakibatkan 97 rumah dan 17 unit bangunan pabrik mengalami kerusakan serta 413 kepala keluarga terdampak dan 31 orang dilarikan ke rumah sakit.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh M Fauzi Ridwan, Santi Sopia

Video fenomena alam berupa angin kencang terjadi di Rancaekek, Kabupaten Bandung, pada Rabu (21/2/2024) sore, beredar viral di media sosial. Rekaman video yang memperlihatkan angin puting beliung berukuran besar memporakporandakan sejumlah bangunan, pohon, dan kendaraan.

Seperti dilihat pada video yang beredar, angin puting beliung menyebabkan sejumlah bangunan rusak. Termasuk merobohkan pohon dan menimpa sebuah mobil.

Beberapa sepeda motor pun ikut terjatuh akibat terkena dampak dari angin puting beliung. Informasi yang dihimpun, akses jalan kendaraan di Jalan Raya Bandung-Garut mengalami kepadatan.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandung, peristiwa yang terjadi di Rancaekek, kemarin sore merupakan puting beliung atau small tornado. Kesimpulan itu berdasarkan kecepatan angin berputar dan dampak yang ditimbulkan.

Kepala BMKG Bandung Teguh Rahayu mengatakan, angin puting beliung merupakan peristiwa fenomena alam dimana angin berputar dengan kecepatan kurang 70 kilometer per jam. Sedangkan untuk tornado lebih dari 70 kilometer per jam.

"Kejadian kemarin sore, kecepatan angin tercatat di AAWS Jatinangor 36.8 Kilometer per jam," ucap dia melalui keterangan resmi yang diterima, Kamis (22/2/2024).

Teguh menyebut puting beliung merupakan small tornado. Menurut Teguh, masyarakat Indonesia sering menyebut small tornado merupakan puting beliung.

"Kalau tornado pasti dampaknya lebih dari 10 kilometer, sedangkan kemarin saya rasa 3 sampai 5 kilometer dampaknya," ujar dia.

Selain itu, puting beliung di Rancaekek terjadi karena pertumbuhan awan cumulonimbus. Puting beliung merupakan dampak ikutan.

 

Lewat akunnya di media sosial X, peneliti Bada Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr Erma Yulihastin, menyebut fenomena angin kencang di Rancaekek merupakan tornado. Namun, menurut peneliti ahli utama BRIN Prof Eddy Hermawan, yang terjadi di Rancaekek  tidak bisa serta-merta disebut sebagai tornado.

"Jangan latah. Iya betul kalau dikatakan tornado mungkin baby tornado, ini puting beliung. Kalau tornado bandingkan dengan Amerika, Jepang, nggak hanya satu titik kecil dan selalu berhadapan sengan lautan lepas, siklon Seroja, Cempaka, Dahlia. Jadi ini masih tegolong bukan tornado. Ini jauh dari siklon tropis kok disebut tornado," kata Prod Eddy saat dihubungi, Kamis (22/2/2024).

Prof Eddy mengatakan andaikan dilakukan rekonstruksi, kondisi ini bisa karena pemanasan, uap, dari tanaportasi. Begitu masuk semua panas itu, barulah angin bermain. 

"Sekitar situ saja jadi hanya satu alat pakai radar terutama yang dimiliki BMKG untuk memantau 12 kilogram ke atas. Awan gede bisa jadi dari lautan selatan atau karena daratan yang sangat intensif menerima panas," ujar Prof Eddy.

Prof Eddy menjelaskan fenomena angin yang terjadi di Rancaekek memang salah satu pola dari bencana hidrometeorologi. Biasanya, menurut dia, kawasan yang dilanda tornado berhadapan langsung dengan laut bebas.

"Saya meluruskan dulu, apakah ini tornado? Soalnya kan beda banget dengan tornado yang di Kalifornia, Dubai, itu skala besar. Jangan apa-apa tornado. Saya bikin perumpamaan, pendapat saya kita melihat siklon tropis," katanya melanjutkan.

Menurut Prof Eddy, dalam memprediksi fenomena ini harus ada tiga aspek, yakni waktu, lokasi, dan seberapa besar kekuatannya. Khusus di Rancaekek, Prof Eddy melihat bahwa posisi kawasan tersebut berada di tengah-tengan pantai, dan yang jelas bukan di tepi pantai. Kawasan ini terbilang unik dan spesifik.

Jika ada suatu fenomena ekstrem terjadi di sana, bisa karena ada pengaruh sirkulasi global bagian barat yang disebut Indian Ocean Dipole (IOD), atau bagian timur dikatakan sebagai El Nino atau La Nina. 

"Tapi itu nggak mungkin, bagaimana mungkin menelaah kawasan sangat lokal dari aspek global nggak mungkin kan. Mungkin dari Muson juga tidak. Saya menilai yang menjadi faktor utama penyebab karena kondisi lokal setempat jadi bukan karena tetangga kiri kanan, utara selatan," katanya.

 

Menurut Prof Eddy, fenomena itu hanya bisa dijelaskan menggunakan pengetahuan tentang gelombang atmosfer Equatorial Rossby (ER), Kelvin, Mixed Rossby Gravity (MRG) dan kombinasi ketiganya. Prof Eddy menilai, yang terjadi di Rancaekek adalah kumpulan awan Cumulonimbus (Cb) atau terbentuk sistem konvektif skala besar atau Mesoscale Convective Systems (MCS). 

Dia melihat kawasan Rancaekek karena lokasinya di tengah-tengah, maka mendapatkan pemanasan lebih. Otomatis kawasan itu menjadi pusat tekanan rendah, yang mengakibatkan semua massa uap di wilayah tetangganya seperti Tasikmalaya, Purwakarta, Pamanukan tersedot.

Intinya, semua menuju pusat tekanan rendah, sehingga pada saat itulah angin terbentuk pusaran. "Itu terjadi tanggal 21 sebenarnya, inisialnya kondisinya terbentuk dua hari sebelumnya. Tanggal 19 semua massa uap air sudah masuk, cuma kita nggak sadar, sifat daratan itu cepat menyerap dan mengeluarkan panas," ujarnya menambahkan.

Pada dasarnya, Prof Eddy juga menambahkan hanya radar BMKG yang bisa mendeteksi fenomena tersebut. Jika dibuat simulasi kembali, rekonstruksi, pahami meknisme, sumber utama berasal dari mana, kenapa bisa terjadi, perhatikan uap air, dan sebagainya.

"Indonesia bebas dari tornado hanya tidak bebas dari cucunya ini, yang kecil bandel, dan susah diprediksi, nakal lagi," kata dia.

In Picture: Penampakan Kawasan Industri di Sumedang yang Rusak Akibat Diterjang Puting Beliung

 

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat mengungkapkan ribuan masyarakat terdampak fenomena angin puting beliung di wilayah Sumedang dan Kabupaten Bandung, Rabu (21/2/2024) sore. Ratusan rumah mengalami kerusakan dari mulai ringan hingga berat.

Humas BPBD Jabar Hadi Rahmat mengatakan peristiwa puting beliung terjadi di Kecamatan Cimanggung dan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Selain itu di Kecamatan Rancaekek, Cileunyi, Cicalengka, Kabupaten Bandung.

Hadi memerinci, sebanyak 13 unit bangunan pabrik terdampak dan 10 unit rumah rusak sedang di Kabupaten Sumedang. Sedangkan, 18 bangunan pabrik dan toko terdampak kerusakan, 223 rumah rusak ringan, 119 rumah rusak sedang, dan 151 rumah berat di wilayah Kabupaten Bandung.

"Korban terdampak 412 kepala keluarga dan 12 orang luka serta 74 jiwa mengungsi di Sumedang. Di Kabupaten Bandung, 1.359 jiwa dan 21 orang luka," kata dia.

Hadi mengatakan asesmen terus dilakukan di lapangan. Selain itu, pembersihan puing-puing yang berserakan dan membantu menebang pohon yang menghalangi jalan masih dilakukan.

Ia mengatakan BPBD Provinsi Jawa Barat telah memberikan bantuan berupa 25 lembar terpal. Pemasangan satu unit tenda dari Batalion 330 dan satu unit dari Kemensos untuk warga Kampung Situbuntu RT 04 RW 02 Desa Mangun Arga, Kecamatan Cimanggung.

10 kebiasaan siaga bencana - (Republika)

 

 
Berita Terpopuler