Bank Dunia Setujui Hibah Rp 4,6 Triliun untuk Afghanistan

Dana tersebut bakal disalurkan lewat badan PBB dan organisasi internasional.

EPA-EFE/SAMIULLAH POPAL
Warga Afghanistan berdiri di samping sumur air saat cuaca dingin di Kabul, Afghanistan, 24 Januari 2024 (dikeluarkan 25 Januari 2024).
Rep: Kamran Dikarma Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Bank Dunia telah menyetujui hibah sebesar 300 juta dolar AS atau setara Rp 4,6 triliun untuk Afghanistan. Dana tersebut bakal disalurkan lewat badan-badan PBB dan organisasi internasional lainnya tanpa keterlibatan kelompok Taliban yang kini memerintah di negara tersebut.

Bank Dunia mengungkapkan, hibah sebesar 300 juta dolar AS itu akan dikucurkan selama 15 bulan ke depan. Dana bakal dicairkan oleh Asosiasi Pembangunan Internasional Bank Dunia yang merupakan lembaga pemberi pinjaman untuk beberapa negara termiskin di dunia.

“Dana ini akan terus mendukung layanan dasar secara nasional, khususnya yang bermanfaat bagi perempuan, dan akan berada di luar kendali Pemerintahan Sementara Taliban,” kata Bank Dunia dalam keterangannya, Kamis (15/2/2024), dikutip laman Al Arabiya.

Pada Kamis, Bank Dunia juga menyetujui dimulainya kembali proyek energi bersih senilai 1,2 miliar dolar AS yang dikenal sebagai CASA-1000. Proyek tersebut turut melibatkan tiga negara tetangga Afghanistan, yakni Tajikistan, Kyrgyzstan, dan Pakistan.

Baca Juga

“Pembangunan di tiga negara peserta lainnya hampir selesai dan negara-negara ini telah meminta agar kegiatan CASA-1000 di Afghanistan dilanjutkan untuk menghindari risiko proyek menjadi aset terbengkalai,” ungkap Bank Dunia.

Sama seperti hibah, proyek CASA-1000 juga tidak akan melibatkan pemerintahan Taliban. Taliban berhasil menguasai kembali Afghanistan pada Agustus 2021.

Namun hingga kini, belum ada satu pun...

Namun hingga kini, belum ada satu pun negara yang mengakui pemerintahan mereka. Salah satu faktor penyebabnya adalah kebijakan Taliban yang tak memenuhi hak-hak kaum perempuan di negara tersebut. Hal itu pula yang membuat banyak negara dan lembaga internasional yang memangkas atau menangguhkan bantuan mereka untuk Afghanistan.

Pada Juni tahun lalu Pelapor Khusus PBB untuk Situasi HAM Afghanistan Richard Bennett mengatakan, perlakuan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan di Afghanistan dapat dikategorikan sebagai apartheid gender. Hal itu karena Taliban mengekang hak-hak dasar mereka.

Kehidupan perempuan Afghanistan saat ini memang dikekang oleh Taliban. Anak perempuan dilarang melanjutkan pendidikan setelah mereka lulus sekolah dasar.

Sekolah menengah dan universitas tak diizinkan bagi mereka. Keputusan melarang perempuan Afghanistan berkuliah diambil Taliban pada Desember 2022.

Tak berselang lama setelah itu, Taliban memutuskan melarang perempuan Afghanistan bekerja di lembaga swadaya masyarakat atau organisasi non-pemerintah. Sebelumnya, Taliban juga telah menerapkan larangan bagi perempuan untuk berkunjung ke taman, pasar malam, pusat kebugaran, dan pemandian umum.

Taliban pun melarang perempuan bepergian sendiri tanpa didampingi saudara laki-lakinya. Ketika berada di ruang publik, perempuan Afghanistan diwajibkan mengenakan hijab.

 

 
Berita Terpopuler