Ketua KPU RI Hanya Disanksi Peringatan Keras tidak Dipecat, KIPP: Ini Dagelan

Sanksi DKPP terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.

Republika/Prayogi
Ketua KPU Hasyim Asyari bersiap memberikan keterangan pers terkait persiapan debat Pemilu 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (5/1/2024). Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggelar debat ketiga Pilpres 2024 dimana merupakan debat kedua antar capres yang akan digelar di Istora Senayan, Jakarta , Ahad (7/1/2024) malam. Debat tersebut mengangkat tema pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta memprotes putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI soal sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari. Sanksi ini berkaitan penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres).

Baca Juga

Kaka mendesak DKPP bisa mengeluarkan sanksi yang lebih berat kepada Ketua KPU RI. Kaka mengingatkan pelanggaran etik ini bukan pertama kalinya dilakukan oleh ketua KPU RI. 

"Ini putusan dagelan karena sanksi terhadap Ketua dan anggota KPU bukan baru, ini (putusan DKPP) bukan sesuatu yang serius," kata Kaka kepada Republika, Senin (5/1/2024). 

Kaka menilai, DKPP mestinya mempertimbangkan sanksi lebih keras kepada Ketua KPU RI Dkk. Hal ini menurut Kaka berkaitan dengan kepastian penyelenggaraan Pemilu 2024 tak melanggar kode etik. 

"Kalau memang terbukti, harusnya tidak peringatan keras, harus ada sanksi tegas untuk efek jera dan memastikan kepastian hukum pemilu dan etika penyelenggara pemilu," ujar Kaka. 

Dalam Pasal 22 Peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2017, DKPP berwenang menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap terhadap Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Oleh karena itu, Kaka menganggap putusan DKPP ini seperti macan kertas alias tidak ada ketegasan. 

"Artinya, kalau dibutuhkan (sanksi) pemberhentian maka harus ada dalam diktum putusannya pemberhentian, ini hanya peringatan keras saja. Jadi dianggap tidak beri solusi pada problem yang ada," ujar Kaka. 

Kaka juga mengingatkan DKPP agar menjaga marwah penyelenggaraan Pemilu 2024. Salah satu caranya menjatuhkan sanksi tegas kepada penyelenggara Pemilu pelanggar kode etik. 

"Putusannya memang harus tegas, karena ini ambigu. Publik anggap ini dagelan. DKPP justru buang-buang kepercayaan publik dengan cara ini," ujar Kaka. 

"Kita hormati proses persidangan, tapi hasilnya membuat kepercayaannya di hadapan publik tergerus, padahal dibutuhkan sekali lembaga-lembaga seperti Bawaslu, DKPP, MK untuk menjaga keadilan pemilu," ujar Kaka. 

 

Tercatat, selain Hasyim, ada enam Anggota KPU RI yang diganjar sanksi peringatan keras. Sanksi ini diketok dalam putusan yang sama. 

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam ruang sidang di Kantor DKPP RI, Jakarta Pusat pada Senin (5/2/2024).

Sedangkan anggota KPU RI yang ikut dijatuhi sanksi ialah Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap. Diketahui, hari ini DKPP membaca empat putusan atas sidang soal pendaftaran Gibran. Semua ketua dan Anggota KPU RI menjadi teradu. Adapun nomor perkara sidang kali ini adalah: 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023.

Para pelapor Pelapor mendalilkan Ketua dan Anggota KPU RI diduga melakukan pelanggaran etik karena memproses Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Kuasa hukum Demas Brian Wicaksono, Sunandiantoro yang merupakan pelapor perkara 135 menyampaikan Gibran mendaftar pada saat peraturan KPU RI masih mensyaratkan calon minimal usia 40 tahun. KPU pun mengubahnya seusai proses di KPU berjalan.

"Hal itu telah jelas-jelas membuktikan tindakan para terlapor merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip berkepastian hukum penyelenggara pemilu dan melanggar sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu No 2/2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu," kata Sunandiantoro dalam sidang di DKPP beberapa waktu lalu.

 

Putusan MK Berubah Setelah Adik Ipar Jokowi Ikut Rapat - (infografis Republika)

 
Berita Terpopuler