Luhut Wacanakan Kenaikan Pajak Motor BBM, Pengamat: Perbaiki Dulu Transportasi Publiknya

Selama transportasi publik tidak diperbaki, wacana kenaikan pajak motor BBM percuma.

Antara/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oeh Antara, Dadang Kurnia

Baca Juga

Dalam sambutannya lewat sebuah video yang diputar pada peresmian peluncuran sebuah jenama dan produk kendaraan berbasis baterai di Jakarta, Kamis (18/1/2024) pekan lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan wacana untuk menaikkan pajak kendaraan sepeda motor non-listrik guna mensubsidi transportasi umum seperti LRT atau kereta cepat. Di sisi lain, wacana tersebut juga dinilai akan mampu mendukung upaya untuk menurunkan polusi udara sekaligus mendukung daya saing Indonesia dalam pengembangan industri kendaraan listrik.

Merespons wacana yang dilontarkan Luhut, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai, perlu ada upaya untuk memperbaiki transportasi publik sebelum pemerintah mengeluarkan rencana untuk menaikkan pajak motor berbahan bakar bensin.

"Perbaiki dulu transportasi publiknya, selama itu tidak dilakukan dengan benar ya percuma," kata Djoko, Senin (29/1/2024).

Djoko mengapresiasi dukungan pemerintah untuk mendorong transportasi umum. Namun, ia menyayangkan jika dukungan tersebut jadi dalih untuk memaksa masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik.

"Pemerintah seperti memaksakan diri agar orang beli motor listrik. Menurut saya, seharusnya tidak seperti itu," kata pengamat dari Universitas Katolik Soegijapranata itu.

Djoko mengemukakan, pemerintah perlu belajar dari Kota Agats, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan, yang sudah menggunakan kendaraan listrik (electric vehicle) sejak 2007 untuk bermobilitas akibat keterbatasan akses BBM. Pada 2018, setidaknya ada sebanyak 1.280 motor listrik yang berlalu-lalang dan digunakan oleh penduduk Agats.

Jarang atau bahkan hampir tidak ada penduduk Agats yang menggunakan kendaraan dengan bahan bakar bensin. Motor dengan BBM biasanya hanya digunakan oleh pihak kepolisian, sedangkan kendaraan berupa mobil hanya dipakai oleh rumah sakit dalam bentuk ambulans atau mobil pemerintah.

Saat ini sudah ada lebih dari 4.000 unit kendaraan listrik. Menariknya, tidak ada Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) dan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), meskipun mayoritas menggunakan motor listrik. Masyarakat masih mengisi daya motor listrik mereka di rumah masing-masing.

Penggunaan motor listrik di Agats dikategorikan sebagai sepeda sehingga para pemiliknya tidak perlu memiliki surat tanda nomor kendaraan (STNK) maupun surat izin mengemudi (SIM). Penggunaan motor listrik di sana hanya membayar retribusi ke pemda setempat berdasarkan Perda No. 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum. Selain itu ada juga Perda No. 7 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha dan Perbub No. 24 Tahun 2017 tentang Angkutan Darat dan Sungai.

"Kota Agats sudah memberikan contoh suatu wilayah yang mengalami kesulitan distribusi BBM tidak selalu mempertahankan tetap menggunakan kendaraan motor bakar. Kita punya kearifan lokal yang bisa ditiru, jangan semuanya berdasarkan standar Jakarta," kata Djoko.

Insentif Konversi Motor Listrik - (Tim Infografis)

 

Sementara itu, ekonom Universitas Airlangga (Unair) Ni Made Sukartini menilai, wacana kenaikan pajak motor BBM tersebut sebagai upaya mengakselerasi ekosistem kendaraan listrik sekaligus menekan polusi udara. Made menyetujui usulan tersebut dengan dua alasan.

Alasan pertama, bensin adalah produk yang terbuat dari sumber daya alam yang tidak mudah diperbaharui. Di mana Indonesia telah lama menjadi negara net importir untuk bahan bakar minyak, salah satunya bensin.

Bahkan, meskipun Indonesia telah memproduksi minyak mentah, namun belum mampu mengolahnya menjadi bahan bakar siap pakai. Oleh sebab itu, Indonesia masih membeli bahan bakar minyak di pasar internasional yang sangat dipengaruhi perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar dan mata uang internasional lainnya.

"Dengan demikian, tingginya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) ini akan menguras stok sumber daya alam migas dan mengurangi cadangan devisa negara," kata Made, Rabu (24/1/2024). 

Alasan kedua, lanjut Made, penggunaan kendaraan motor BBM dapat menimbulkan polusi melalui sisa pembakaran. Harga BBM yang relatif terjangkau dan kepemilikan kendaraan sebagai bagian dari aset bergerak telah membuat banyak orang membeli motor sebagai bagian dari investasi atau aset rumah tangga.

"Banyak orang beranggapan dengan memiliki banyak kendaraan, mereka akan merasa makin kaya dan memiliki status sosial yang lebih tinggi," ujarnya.

Akibatnya, lanjut Made, konsumsi menjadi makin tinggi. Untuk membatasi pertumbuhan jumlah kendaraan di jalan, mengurai kemacetan, dan menurunkan sumber polusi udara, maka tarif pajak motor bensin sebaiknya dinaikkan.  

Kendati demikian, Made kurang setuju terhadap argumentasi bahwa akselerasi ekosistem kendaraan listrik dapat menekan polusi udara. Menurutnya, memang benar kendaraan listrik dapat menurunkan polusi udara. Namun, jika listrik tersebut berasal dari fosil atau batu bara, maka penggunaan bahan baku tersebut tetap berkontribusi terhadap polusi dan kerusakan lingkungan.

"Jika pun produksi listrik di Indonesia sudah menggunakan sumber daya terbarukan seperti solar power, wind power, atau hydro power, maka keberlanjutan sumber daya ini pun masih perlu dipertanyakan," ucapnya.

Selain itu, lanjut Made, infrastruktur kendaraan listrik di Indonesia masih belum terdistribusi secara merata. Sebagai contoh charging station, ketersediaan suku cadang, dan tenaga montir. Lebih dari itu, kebutuhan listrik bagi masyarakat di luar Jawa juga belum sepenuhnya terlayani oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).

"Artinya, pemenuhan listrik hanya bagus di Pulau Jawa saja. Namun, kebutuhan listrik di area luar Jawa belum sepenuhnya terlayani. Sebagaimana data Susenas tahun 2020 yang menyatakan bahwa rasio listrik di wilayah timur masih pada kisaran 75-80 persen," kata dia.

Mengklarifikasi pernyataan Luhut, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi menegaskan bahwa tidak ada rencana pemerintah untuk menaikkan pajak sepeda motor BBM dalam waktu dekat. Jodi menjelaskan bahwa pernyataan yang diungkapkan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan pada Kamis (18/1/2024) itu merupakan salah satu wacana yang dibahas dalam rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga terkait upaya perbaikan kualitas udara di Jabodetabek beberapa hari lalu.

"Pak Menko kemarin bukan berbicara soal menaikkan pajak sepeda motor dalam waktu dekat. Itu adalah wacana dalam rangkaian upaya perbaikan kualitas udara di Jabodetabek yang juga sudah sempat dibahas dalam Rakor lintas K/L beberapa hari lalu," katanya di Jakarta, Jumat (19/1/2024).

Usulan pajak kendaraan bermotor itu sendiri muncul dalam rakor tersebut sebagai upaya memberikan faktor pendorong untuk mempersulit penggunaan kendaraan pribadi dan membuat masyarakat terdorong menggunakan angkutan umum. Usulan lain yang dibahas dalam rakor tersebut juga termasuk insentif, seperti diskon tarif bagi pengguna angkutan umum.

"Jadi itulah yang dimaksud oleh Pak Menko. Tidak ada rencana untuk menaikkan pajak terkait kendaraan bermotor dalam waktu dekat. Semua ini adalah wacana yang masih berada dalam tahap kajian mendalam, terutama untung ruginya terkait dengan manfaat dan beban yg akan ditanggung masyarakat. Pemerintah tentu akan berhati hati dalam menerapkan pajak baru dan memastikan bahwa dampaknya tidak memberatkan masyarakat," jelas Jodi.

Karikatur Opini Republika : Anak-Anak dan Sepeda Listrik - (Republika/Daan Yahya)

 

Diketahui sebelumnya, dalam sambutann

 
Berita Terpopuler