Uni Eropa Dukung Solusi 2 Negara, Kecam Israel: Perdamaian Bukan dengan Cara Militer

Uni Eropa meminta Israel untuk hentikan peperangan di Gaza

AP Photo/Mohammed Dahman
Warga Palestina mengungsi ke Gaza utara ketika tank-tank Israel memblokir jalan Salah al-Din di Jalur Gaza tengah pada hari Jumat, (24/11/2023).
Rep: Kamran Dikarma Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengkritik keras Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menolak penerapan solusi dua negara guna menyelesaikan konflik dengan Palestina. Dia menegaskan bahwa Uni Eropa mendukung solusi tersebut.

Baca Juga

“Perdamaian dan stabilitas tidak dapat dibangun hanya dengan cara militer,” kata Borrell menyinggung Israel, Senin (22/1/2024), dikutip laman Al Arabiya. 

“Solusi apa lagi yang ada dalam pikiran mereka (Israel)? Untuk membuat semua warga Palestina pergi? Untuk membunuh mereka?” kata Borrell. 

Borrell menegaskan satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian langgeng di kawasan Timur Tengah adalah dengan menerapkan solusi dua negara Israel-Palestina yang  dipaksakan dari luar. 

“Yang ingin kami lakukan adalah membangun solusi dua negara. Jadi mari kita membicarakannya,” ucapnya 

Ke-27 menteri luar negeri (menlu) Uni Eropa diagendakan melakukan pertemuan dengan Menlu Israel, Israel Katz. Kemudian para menlu negara anggota Uni Eropa akan mengadakan pertemuan terpisah dengan Menlu Palestina Riyad al-Maliki. Namun Katz dan Maliki diperkirakan tidak akan bertemu satu sama lain. 

Menlu Mesir, Yordania, dan Arab Saudi juga akan mengadakan pembicaraan dengan para menlu Uni Eropa. Dalam konferensi pers yang disiarkan secara nasional pada Kamis (18/1/2024), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara terbuka menolak solusi dua negara. 

“Dalam pengaturan apa pun di masa depan, Israel memerlukan kontrol keamanan atas seluruh wilayah, di sebelah barat Sungai Yordan. Ini bertentangan dengan gagasan kedaulatan (untuk Palestina). Apa yang bisa Anda lakukan?” ucap Netanyahu. 

“Perdana menteri harus mampu untuk mengatakan tidak kepada teman-teman kita,” kata Netanyahu seraya menambahkan bahwa dia sudah menyampaikan penolakannya terkait solusi dua negara kepada para pejabat Amerika Serikat (AS). 

Setelah Netanyahu menyampaikan pernyataannya, Amerika Serikatt selaku sekutu utama Israel, segera merespons dan memberikan penentangan. 

Baca juga: 5 Pilihan Doa Ini Bisa Jadi Munajat kepada Allah SWT Perlancar Rezeki 

“Tidak ada cara untuk menyelesaikan tantangan jangka panjang mereka (Israel) untuk memberikan keamanan abadi, serta tidak ada cara untuk menyelesaikan tantangan jangka pendek dalam membangun kembali Gaza dan membangun pemerintahan di Gaza serta memberikan keamanan bagi Gaza tanpa pembentukan negara Palestina,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikt Matthew Miller dalam pengarahan pers, Kamis pekan lalu.

Juru bicara...

Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeineh, pada Sabtu, menekankan bahwa sudah waktunya bagi Amerika Serikat untuk mengakui Negara Palestina dan bukan hanya berbicara tentang solusi dua negara. 

Pernyataan Abu Rudeineh itu menanggapi pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, baru-baru ini yang menolak pembentukan negara Palestina. 

Melalui siaran pers jubir itu menyatakan bahwa “Pemerintah Israel tidak tertarik pada perdamaian dan stabilitas dan terus menolak mengakui kenyataan bahwa perdamaian mustahil tercapai tanpa pembentukan negara Palestina yang merdeka, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya berdasarkan perbatasan 4 Juni 1967."

Dia menunjukkan bahwa “resolusi Dewan Keamanan PBB, Majelis Umum PBB serta konsensus internasional telah memberi Palestina status negara pengamat di PBB. Bendera Palestina telah dikibarkan sejajar dengan bendera negara-negara lain yang telah mengakuinya".

“Rakyat Palestina enggan mengkompromikan hak-hak sah mereka, termasuk [hak mereka atas] Yerusalem dan sejumlah situs suci lainnya serta hak mereka atas pembentukan negara Palestina yang merdeka, tak peduli berapa lama prosesnya,” kata Abu Rudeineh menegaskan.

Sebelumnya, Rudeineh, pada Kamis (18/1/2024) malam menyatakan tanpa pembentukan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya berdasarkan perbatasan 1967, tidak akan ada keamanan dan stabilitas di kawasan tersebut.

Pernyataan Abu Rudeineh itu menanggapi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menyebutkan tidak akan ada negara Palestina.

“Seluruh kawasan ada di ambang letusan gunung berapi akibat kebijakan agresif otoritas pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina dan hak-hak sah mereka,” kata jubir.

Abu Rudeineh menekankan bahwa pernyataan kecaman dan tuduhan saja tidak cukup lagi.

Jika dunia berniat memulihkan stabilitas kawasan dan dunia, harus ada pengakuan atas negara Palestina yang merdeka yang berdasarkan perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Jubir menyatakan Amerika Serikat bertanggung jawab atas keamanan dan stabilitas yang kian memburuk di kawasan karena bias dan dukungan buta terhadap pendudukan Israel. 

Dia juga menambahkan bahwa pernyataan Netanyahu yang menolak pembentukan negara Palestina menegaskan bahwa pemerintah ini bersikeras mendorong seluruh kawasan ke dalam jurang.  

“Terlepas dari semua pernyataan itu, negara Palestina hadir berkat pengakuan dunia secara keseluruhan dan tidak ada opsi lain bagi siapa pun selain itu, baik di kawasan atau di seluruh dunia,” kata Abu Rudeineh menegaskan.

“Rakyat Palestina beserta perjuangan mereka akan menang dan tak ada seorang pun yang mampu mengalahkan mereka,” kata dia menegaskan. 

Baca juga: Golongan yang Gemar Membaca Alquran, Tetapi Justru tidak Mendapat Syafaatnya

Sementara itu, di lokasi berbeda, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menegaskan bahwa dukungannya terhadap solusi dua negara tetap tak berubah, setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dirinya menentang negara Palestina.

“Dukungan Sekretaris Jenderal terhadap solusi dua negara tidak berubah,” kata juru bicara Stephane Dujarric kepada wartawan tentang sikap Sekjen PBB Antonio Guterres mengenai masalah tersebut, Kamis (18/1/2024).

“Dia percaya bahwa di tengah tragedi yang terjadi di Gaza, kita harus menggunakannya sebagai kesempatan untuk mengembalikan segala sesuatunya ke jalur yang benar sehingga aspirasi, harapan, dan keprihatinan yang sah dari rakyat Israel dan rakyat Palestina dapat terpenuhi, dan pada akhirnya dua sisi hidup berdampingan,” kata Dujarric, menambahkan. 

BUKTI GENOSIDA ISRAEL - (Republika)

 
Berita Terpopuler