Kemenkeu Tegaskan tidak Semua Pajak Hiburan Naik Jadi 40-75 Persen

Kinerja keuangan bisnis hiburan tertentu telah pulih ke level sebelum pandemi.

Republiika/Iit Septyaningsih
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggelar Media Briefing terkait Pajak Hiburan, Jakarta, Selasa (16/1/2024).
Rep: Iit Septyaningsih Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan, tidak semua tarif Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) jasa kesenian dan hiburan naik menjadi 40 persen hingga 75 persen. Disebutkan, ada 12 jenis pajak hiburan yang diatur.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Lydia Kurniawati Christyana menyebutkan, pada poin satu sampai 11 yang sebelumnya paling tinggi 35 persen, diturunkan menjadi paling tinggi 10 persen.

"Kalau poin 12, pajaknya batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Jadi, jangan di-generalisasi,” ujarnya dalam Media Briefing di Jakarta, Selasa (16/1/2024).

Dirinya mengatakan, ketentuan tersebut bukan merupakan kebijakan baru. PBJT hiburan atau pajak hiburan sudah lama diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Baca Juga

Hanya saja dalam UU tersebut, ketentuan yang ditetapkan yaitu tarif pajak daerah paling tinggi sebesar 35 persen. Sementara pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75 persen.

Aturan tersebut kemudian diperbarui dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Dalam UU itu, pajak hiburan terhadap 11 jenis pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen.

Berdasarkan Pasal 55 UU 1/2022, kesebelas jenis pajak yang dimaksud meliputi...


Berdasarkan Pasal 55 UU 1/2022, kesebelas jenis pajak yang dimaksud meliputi tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu, pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana, kontes kecantikan, kontes binaraga, pameran, serta pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap. Kemudian, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor, permainan ketangkasan, olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.

Dirinya menuturkan, kinerja keuangan bisnis karaoke, diskotek, hingga spa juga telah pulih ke level sebelum pandemi. Kemenkeu mencatat, pendapatan pajak daerah dari hiburan khusus tersebut mencapai Rp 2,4 triliun pada 2019 lalu. Sedangkan, data sementara pada 2023 menyebutkan, telah terkumpul sekitar Rp 2,2 triliun."Jadi 2019 total pendapatan dari pajak hiburan adalah tertentu Rp2,4 triliun. Covid 2020 turun tuh terjun Rp 787 miliar. Di 2021, makin turun Rp 477 miliar. Lalu covid 2022, itu naik dari Rp 477 miliar menjadi Rp 1,5 triliun. Aekarang sudah hampir mendekati sebelum covid, data kami di 2023  sementara itu Rp 2,2 triliun," tuturnya.

Lydia menjelaskan, UU HKPD tetap membuka ruang bagi pelaku usaha diskotek, karaoke, hingga spa guna mengajukan insentif bagi yang merasa kesulitan untuk membayarkan kewajiban pajaknya. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 101 UU HKPD.

 
Berita Terpopuler