Kebanyakan Makan Kedelai Saat Hamil, Ini Risikonya Bagi Janin

Kedelai merupakan salah satu sumber zat besi.

ANTARA FOTO/Arif Prada
Kedelai bahan baku tahu. Ada banyak sumber zat besi selain kedelai yang bisa diasup ibu hamil.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengonsumsi kacang-kacangan saat hamil memang dapat meningkatkan kadar besi dalam darah. Hanya saja, jika calon ibu berlebihan dalam mengonsumsi kedelai bentuk utuh, kebiasaan itu bisa memicu permasalahan genitalia pada janin laki-laki.

"Kalau kedelai murni dimakan banyak karena mengandung genistain, yaitu salah satu pemicu tumbuhnya pitoesterogen, maka kalau bayi laki-laki ada risiko untuk menjadi permasalahan genitalia atau saluran kencing, risikonya meningkat jadi tiga persen," kata dokter spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Prof. Dr. dr. Noroyono Wibowo, Sp.OG Subsp KFm (K) dalan diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (16/1/2024).

Baca Juga

Makan kedelai utuh bagi ibu hamil yang memiliki janin perempuan juga berisiko membuat anaknya kelak mendapatkan menstruasi lebih cepat saat dewasa. Itu dapat terjadi karena anak terpapar esterogen lebih tinggi pada masa di kandungan.

Prof Noroyono mengatakan, saat hamil, ibu tidak hanya perlu memenuhi nutrisi untuk zat besi dari satu sumber saja, namun juga dari sumber lainnya seperti protein, lemak, mineral, dan karbohidrat. Salah satu sumber zat besi yang mudah diserap tubuh adalah daging merah, bisa dari sapi ataupun kambing, yang bagi ibu hamil dibutuhkan minimal 400 gram daging.

Selain daging, asupan besi juga perlu dicukupi dari sayuran, kacang atau telur. Sebab, zat besi harus ada pengikat untuk bisa mengalir dalam darah dengan baik, yaitu dari protein.

Namun, harga daging yang terkadang mahal membuat ibu sering kali mengalami defisiensi zat besi. Padahal, zat besi sangat penting bagi pertumbuhan janin.

"Kalau pada trimester 1 disebut anemi kalau kurang dari 11 miligram zat besi, di trimester 2 kurang dari 10,5 atau paling gampang semuanya dibawa 10 setengah milligram," kata Prof Noroyono.

Untuk menjaga kadar zat besi dalam tubuh cukup, Prof Noroyono menyarankan untuk memeriksa darah perifer lengkap (DPL). Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui seseorang anemia defisiensi zat besi atau tidak.

Jika akan menikah, waspadai anemia dengan penyebab talasemia. Sebab, itu bisa memberikan risiko tekanan darah tinggi bagi ibu hamil dan risiko bayi meninggal sebelum lahir.

Sebanyak 25 persen anak yang lahir dari ibu penderita talasemia bisa berdampak anak menderita talasemia mayor. Nantinya, anak harus melakukan transfusi darah setiap pekan.

Di samping itu, Prof Noroyono mengatakan kelebihan zat besi juga akan menjadi masalah lain karena dapat menginduksi oksidasi dari lemak yang bisa menyebabkan kematian sel di tubuh.

Selain itu, zat besi bisa bersifat toksik atau menjadi racun dalam tubuh jika jumlahnya berlebihan. Hal itu karena protein tidak bisa mengikat zat besi yang cukup sehingga besi menjadi radikal bebas dalam tubuh.

"Kalau keadaan itu dalam jumlah tertentu bisa merusak semua, salah satunya besi, selama terikat tidak jadi karat, tapi kalau besi bebas bisa jadi radikal bebas, ibaratnya dalam sehari-hari bisa jadi karat karena besi bebas," ucap alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

 
Berita Terpopuler