Seperti Ini Suasana Gaza Tempo Dulu yang Digambarkan Petualang Muslim Ibnu Batutah  

Gaza dulu dikenal sebagai salah satu kota yang maju

AP Photo/Ariel Schalit
Suasana Jalur Gaza yang dihancurkan Zionis Israel kini. Gaza dulu dikenal sebagai salah satu kota yang maju
Rep: Umar Mukhtar Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penjelajah Muslim terkenal asal Maroko, Ibnu Batutah, pernah mencatat perjalanannya ke Palestina. Ini ada dalam kitab perjalanannya, berjudul Tuhfah Al Nadzhaar fii Gharaib Al Amshaar wa 'Ajaaib Al Asfaar, yang mendiktekan kabar perjalanan Ibnu Batutah kepada Muhammad bin Jazi al-Kalbi.

Baca Juga

Catatan perjalanan itu menggambarkan seperti apa suasana Palestina, termasuk Gaza, pada abad ke-14 Masehi. Pada 1326 M, Ibnu Batutah tiba di Mesir dengan tujuan menunaikan ibadah haji melalui jalur tradisional orang Maroko. Dimulai dari Sungai Nil sampai Mesir Hulu, lalu melintasi gurun timur menuju Laut Merah.

Saat dia melanjutkan perjalanannya, ida terpaksa kembali ke utara menuju Kairo akibat perang yang terjadi antara Bujah dan Mamluk yang berkuasa di Mesir saat itu. Kemudian, dia menuju ke Belbeis di Sharqia dan tinggal di sana pada bulan Syaban di tahun yang sama. 

Ibnu Batutah melintasi Gurun Sinai ke arah utara menuju Al-Arish. Lalu dari sanalah Ibnu Batutah pergi ke Gaza. Dia menggambarkan suasana Gaza kala itu dengan mengatakan: 

"أول بلاد الشام مما يلي مصر، متسعة الأقطار، كثيرة العمارة، حسنة الأسواق، بها المساجد العديدة ولا سور عليها  

"Negara pertama di Syam setelah Mesir ini sangat luas, memiliki arsitektur yang kaya, pasarnya bagus, banyak masjid yang tidak ada dinding di atasnya." 

Ibnu Batutah terkesan dengan masjid-masjid terbesar di Gaza, khususnya Masjid Al-Jawali, yang dibangun Pangeran Alam al-Din Sanjar al-Jawali. 

Pangeran ini tertarik untuk membangun kembali kota tersebut dan membangun sekolah serta masjidnya. Keluarga Al Salem memiliki status budaya yang tinggi di Gaza, dan menyebutkan nama beberapa ulama mereka. 

Setelah kunjungannya ke Gaza, Ibnu Batutah pindah ke kota Hebron. Dia menggambarkan Masjid Ibrahimi dan Gharra, yang berisi makam para nabi, termasuk makam Nabi Yusuf AS dan Turbah Luth. Perjalanannya menggambarkan tempat-tempat keagamaan dan budaya penting di Palestina dan Mesir pada periode itu. 

Ibnu Batutah juga pergi Laut Mati, yang dia sebut "Bahiroh Luth". Di sebuah bukit tinggi dekat Laut Mati, ada sebuah masjid bernama Masjid Al-Yaqin. Meski tidak ada penghuni di kawasan tersebut, penanggung jawab masjid membangun rumah kecil di sebelahnya. 

Ibnu Batutah menyampaikan secara detail tentang masjid tersebut, karena di dalamnya terdapat sebuah goa yang berisi makam yang diklaim sebagai makam Fatima binti Al-Hussein. Sebuah teks ditulis pada dua panel marmer di dalam goa yang memberitahukan makam ini. 

Masjid tersebut tampaknya telah dibangun beberapa abad sebelum kunjungan Ibnu Batutah, sebagaimana Al-Maqdisi Al-Bashari merujuk pada keberadaannya dalam "Ahsan Al-Taqasim fi Ma'rifat Al-Aqlim", di mana dia berbicara tentang Abu Bakar Al-Sabahi yang membangun masjid dan keberadaan Tempat Suci Ibrahim di situs tersebut. 

Kunjungan ini mengisyaratkan toleransi dan rasa hormat yang ditunjukkan penguasa Mamluk terhadap situs keagamaan Kristen pada periode tersebut. 

Kemudian, dari Khirbet Yaqin di Bani Na'im..

 

 

Kemudian, dari Khirbet Yaqin di Bani Na'im, sebelah timur Hebron, di mana reruntuhan masjid masih tersisa, Ibnu Batutah berangkat menuju Yerusalem. Dalam perjalanannya ke Yerusalem, dia mengunjungi Betlehem, tempat kelahiran Nabi Isa AS. 

Dia mendokumentasikan ziarahnya ke situs tersebut dan juga ke pohon palem, yang dikatakan sebagai batang pohon palem yang memberikan pencerahan kepada Maryam ketika melahirkan Yesus. 

Ibnu Batutah juga bicara tentang banyaknya arsitektur di sekitar situs ini, dan rasa hormat yang besar yang ditunjukkan umat Kristiani terhadap situs tersebut. 

Penghormatan ini memberikan kebebasan kepada para jamaah dan pengunjungnya untuk berpindah dan menampung umat agamanya. 

Selama di Yerusalem, Ibnu Batutah mengungkapkan kekagumannya yang besar terhadap Baitul Maqdis, pemandangan Masjid Al-Aqsa, dan Masjid Kubah Sakhrah. Dia memberikan pujian yang setinggi-tingginya atas keindahan dan kemegahan Masjid Al-Aqsa. Ibnu Batutah sampai berkata:

 لمسجد المقدس، وهو من المساجد العجيبة الرائقة الفائقة الحسن، يُقال إنه ليس على وجه الأرض مسجد أكبر منه.  

“Masjid Suci ini merupakan salah satu masjid yang menakjubkan, megah dan luar biasa indahnya. Dikatakan bahwa tidak ada masjid yang lebih besar di muka bumi daripada ini."

Decak kagum Ibnu Batutah bukan hal yang mengherankan. Karena pertama, sampai di masa itu Ibnu Batutah belum mengunjungi Masjidil Haram di Makkah. Dan kedua, karena Masjidil Haram di Makkah sendiri belum sebesar saat ini. 

Baca juga: 5 Pilihan Doa Ini Bisa Jadi Munajat kepada Allah SWT Perlancar Rezeki

Ibnu Batutah senang dengan keindahan Kota Suci dan menyajikannya secara detail, dengan fokus pada tempat-tempat suci seperti Masjid Al-Aqsa dan Kubah Sakhrah. Perjalanan ini juga membuat Ibnu Batutah bertemu dengan orang-orang Marako (Maghreb), yang memilih Yerusalem sebagai tempat tinggalnya. 

Ibnu Batutah juga bertemu beberapa orang Andalusia yang tinggal di kota tersebut. Dia menyebut sejumlah ulama, yaitu guru Maliki dan Syekh Khanqat yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Musabeth Al-Gharnati. Keduanya adalah penduduk Al Quds (Yerusalem). Selain itu, Ibnu Batutah juga menyebut beberapa ulama dan syekh Al Quds lainnya, termasuk beberapa Al Salem al-Sayyid di Gaza.

 

Rahasia Masjid Al Aqsa - (Republika)

 

Sumber: arabicpost

 
Berita Terpopuler