Gejala Covid Baru Varian JN.1 Terungkap, Apa Saja?

JN.1 memiliki kemampuan untuk menjadi varian dominan di seluruh dunia.

www.pixabay.com
Covid-19 (ilustrasi). Jenis gejala dan tingkat keparahan Covid-19 bergantung pada kekebalan dan kesehatan orang secara umum.
Rep: Rahma Sulistya Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus Covid-19 dari infeksi SARS-CoV-2 varian JN.1 telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), varian baru ini telah mengukuhkan dirinya sebagai jenis virus yang paling umum menyebar di seluruh AS.

Selain itu, kasus JN.1 juga meningkat di Inggris, China, dan India. Meskipun saat ini tidak jelas apakah infeksi JN.1 menimbulkan gejala yang berbeda dari varian lainnya, CDC menjelaskan bahwa jenis gejala dan tingkat keparahan gejala tersebut biasanya lebih bergantung pada kekebalan dan kesehatan seseorang secara keseluruhan.

Namun, bukti yang muncul menunjukkan bahwa orang-orang melaporkan gejala Covid-19 akibat varian ini sedikit berbeda. Data terbaru dari Kantor Statistik Nasional Inggris menunjukkan, gejala yang paling sering dilaporkan pada pasien Covid-19 JN.1 adalah sebagai berikut:

• Hidung meler (31,1 persen)

Baca Juga

• Batuk (22,9 persen)

• Sakit kepala (20,1 persen)

• Kelelahan (19,6 persen)

• Nyeri otot (15,8 persen)

• Sakit tenggorokan (13,2 persen)

• Sulit tidur (10,8 persen)

• Khawatir atau cemas (10,5 persen)

Meskipun gejala seperti pilek dan batuk sudah ada sejak 2020, daftar tersebut mencakup beberapa gejala tambahan baru, seperti kesulitan tidur dan kecemasan. Menariknya, hilangnya kemampuan indra pengecap dan penciuman (yang pernah menjadi tanda adanya infeksi SARS-CoV-2) kini hanya dilaporkan oleh dua hingga tiga persen orang yang terinfeksi di Inggris.

Meningkatnya kasus JN.1 secara tiba-tiba menunjukkan bahwa varian tersebut lebih mudah menular atau lebih cepat dalam menurunkan kekebalan. JN.1 berisi mutasi khas L455S pada protein lonjakannya serta tiga mutasi lainnya pada protein nonlonjakan.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mutasi L455F dikaitkan dengan peningkatan penularan virus dan kemampuan penghindaran kekebalan.

Lebih lanjut, penelitian baru memperingatkan bahwa JN.1 memiliki kemampuan untuk menjadi varian dominan di seluruh dunia Namun, kabar baiknya adalah strain tersebut tidak lebih agresif dibandingkan varian lain.

"Saat ini, tidak ada bukti yang menunjukkan JN.1 menimbulkan peningkatan risiko terhadap kesehatan masyarakat dibandingkan varian lain yang beredar saat ini," kata CDC.

 
Berita Terpopuler