Johan Budi Ungkit UU KPK Lama: Tersangka Langsung Diberhentikan

Taufik Basari mengatakan, penetapan Firli sebagai tersangka sangat memalukan.

Republika/Thoudy Badai
Ketua KPK Komjen (Purn) Firli Bahuri.
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Johan Budi Sapto Pribowo menghormati proses hukum yang dilakukan Polda Metro Jaya setelah menetapkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap eks menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo. Hanya saja, Firli masih aktif ikut rapat di KPK.

Menurut Johan, merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli hanya diberhentikan sementara. Hal tersebut berbeda dengan UU Nomor 30 tahun 2002, yang mengatur jika ada pimpinan KPK yang telah ditetapkan sebagai tersangka maka otomatis langsung diberhentikan.

Baca Juga

"Kalau yang dulu kan, kalau tersangka diberhentikan. Tapi dengan UU yang baru Undang-Undang 19 Tahun 2019, maka apabila ada pimpinan KPK yang menjadi tersangka atau diduga melakukan tindak pidana, maka dia diberhentikan sementara," ujar Johan di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (23/11/2023).

Karena itu, Johan mengusulkan agar lembaga antirasuah itu segera menunjuk pelaksana tugas (plt) ketua KPK. Hanya saja, kata dia,, penunjukkan Plt ketua KPK belum pernah terjadi sebelumnya. Sehingga, ia belum mengerti mekanisme pergantian Firli.

"Apakah nanti satu di antara empat itu (wakil ketua KPK) yang menjadi plt, karena gini ketua KPK itu tugasnya kan sama posisinya, tapi kan mengkoordinasikan dan itu yang keluar lembaga itu kan ketua KPK," ujar eks juru bicara KPK tersebut.

"Karena itu menurut hemat saya, karena status Pak Firli sudah tersangka, sambil kita menunggu di pengadilan nanti apakah terbukti atau tidak. Jadi perlu segera ditunjuk plt," kata Johan memberi saran.

Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mengaku, sangat prihatin dengan penetapan status tersangka terhadap Firli. Menurut dia, lembaganya kini sedang berduka karena pimpinan mitra kerjanya di bidang penegakan hukum terseret kasus pemerasan.

"Tentu kita berduka, saya menjadi ingat ketika semasa SMA dulu membaca buku, Robohnya Surau Kami judulnya. Tentu sebagai KPK, sebagai institusi penegak hukum, dikau bisa bayangkan sendiri, kalau ketuanya kemudian kena tersangka," ujar Bambang.

Menurut dia, Komisi III DPR akan menghormati proses hukum terhadap Firli. Meskipun begitu, pihaknya akan memberikan perhatian secara khusus terhadap KPK setelah adanya kasus yang mencoreng lembaga antirasuah itu.

Hancurnya supremasi hukum...

Anggota Komisi III DPR Taufik Basari mengatakan, penetapan Firli sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya adalah hal yang sangat memalukan. Mengingat, sosoknya yang merupakan pucuk pimpinan KPK, justru terlibat kasus dugaan pemerasan ke pejabat negara.

Menurut Taufik, peristiwa tersebut menjadi peringatan dini dari hancurnya supremasi hukum di Indonesia. Pasalnya, sebelum ini, hukum digunakan untuk memenuhi kepentingan penguasa dan kelompok tertentu.

"Jadi bukan kekuasaan yang kemudian mengikuti hukum yang ada, ketika hukum yang ada dianggap menghambat kekuasaan itulah yang harus diganti. Dengan itu yang harus diupayakan agar bisa memenuhi kepentingan penguasa ini," ujar Taufik di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis.

KPK sebagai pelaksana dan penegak hukum juga tak bisa menjalankan tugasnya sebagai pemberantas korupsi dengan baik. Selain Firli, sebelumnya nama Lili Pintauli Siregar juga terlibat persoalan hukum.

"Yang kita harapkan menjadi tempat untuk memberantas korupsi, justru ketuanya ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian penegakan hukum yang kita harapkan bisa berjalan dengan baik banyak di beberapa tempat mengalami kemunduran, mengalami kritikan, mendapatkan keluhan masyarakat ketika mereka berupaya mendapatkan keadilan," ujar Taufik.

Menurut dia, Komisi III DPR tentu juga tak bisa lepas tangan terhadap permasalahan hukum yang terjadi saat ini. Mulai dari KPK, Mahkamah Konstitusi (MK), hingga kementerian/lembaga lain yang menjadi mitra kerjanya.

"DPR misalnya selaku legislatif, kita harus mawas diri harus mengevaluasi diri, terbuka kepada kritikan juga bahwa kita harus lebih meningkatkan, optimalkan tugas dan fungsi legislatif, yaitu melakukan pengawasan," ujar Taufik.

"Kita harus menjaga jangan sampai justru legislasinya dikooptasi oleh penguasa. Kita juga harus menjalankan tugas bagaimana kekuasaan kemudian tidak merambah sampai masuk ke ranah yudikatif, itu peran dan fungsi legislatif sangat penting," ucap Taufik menegaskan.

 
Berita Terpopuler