Seribu Petugas dari Seluruh Inggris Dikerahkan Amankan Aksi Pro-Palestina

Aksi pro-Palestina yang bersamaan dengan Hari Gencatan Senjata akan digelar besok

AP/Kin Cheung
Para pengunjuk rasa mengibarkan bendera saat menghadiri demonstrasi pro Palestina di London, Sabtu, 14 Oktober 2023, untuk mendukung warga Palestina yang terjebak dalam perang antara Israel dan Hamas. (Foto AP/Kin Cheung)
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Lebih dari 1.000 petugas dari pasukan di seluruh negeri akan direkrut untuk membantu Kepolisian Metropolitan akhir pekan ini. Pengerahan itu untuk menjaga keamanan dalam rencana aksi pro-Palestina yang bersamaan dengan Hari Gencatan Senjata pada Sabtu (11/11/2023).

Para kepala polisi mendukung keputusan komisaris Met Sir Mark Rowley menolak pelarangan unjuk rasa pro-Palestina. Padahal sebelumnya  Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak dan Menteri Dalam Negeri Inggris Suella Braverman telah mengungkapkan keberadaan aksi tersebut.

Ketua Dewan Kepala Polisi Nasional (NPCC) Gavin Stephens mengatakan, demonstrasi yang menyebabkan ratusan ribu orang turun ke jalan di seluruh negeri selama lima minggu terakhir sebagai tanggapan terhadap perang Israel-Hamas sebagian besar berjalan damai. Dia mengatakan,  tidak ada kekerasan atau kekacauan serius, meskipun ada minoritas yang berniat mengganggu masyarakat yang taat hukum.

Tapi, para pengunjuk rasa dan kontra-demonstran diperkirakan akan melakukan perjalanan ke London akhir pekan ini dari seluruh penjuru negeri. Untuk mengantisipasi, lebih dari 1.000 petugas direkrut dari pasukan lain di setiap wilayah di Inggris dan Wales.

Sunak mengatakan,  akan meminta pertanggungjawaban Sir Mark karena mengizinkan unjuk rasa pro-Palestina terus berlanjut. Sementara  Braverman memicu kecaman luas atas artikel yang ditulis di The Times karena menggambarkan mereka yang turun aksi terlibat demonstrasi kebencian. Dia juga  menuduh polisi memiliki sikap lebih sayang terhadap kelompok sayap kiri dibandingkan aktivis sayap kanan dan nasionalis.

Stephens mengatakan bukan tugas polisi untuk meminta pertanggungjawaban Menteri Dalam Negeri. Namun dia menekankan pentingnya debat publik tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan operasional, karena hal ini akan secara fundamental melemahkan kepolisian.

“Dalam kepolisian kita memerlukan ruang untuk mengambil keputusan operasional yang sulit secara independen,” kata Stephens dikutip dari Skynews.

“Keputusan yang kami ambil bukanlah keputusan yang mudah, tetapi kami melakukannya secara tidak memihak, tanpa rasa takut atau dukungan, dan sejalan dengan hukum dan praktik profesional kami yang sah," ujarnya.

Ketika ditanya apakah polisi bias, Stephens mengatakan, keputusan diambil tanpa rasa takut atau dukungan. "Kami tidak mempertimbangkan apa pun pandangan pribadi kami mengenai suatu topik," katanya.

Stephens menganggap penggunaan bahasa secara hati-hati dan tidak memicu ketegangan masyarakat adalah tanggung jawab warga negara. “Saya melakukan apa yang saya bisa untuk memberikan jaminan untuk menjaga suhu tetap rendah ketika kita berada di masa konflik internasional yang mengerikan dan tragis yang mempengaruhi banyak keluarga di seluruh dunia dan bahasa adalah hal yang penting,” katanya.

“Dan tindakan kami dalam meredakan ketegangan sangatlah penting. Dan kami menganggapnya sangat serius dalam kepolisian," ujar Stephens.

Penangkapan demonstran...

Baca Juga

Sekitar 29 orang ditangkap dalam protes akhir pekan lalu, yang di dalamnya terdapat pelemparan kembang api. Sementara pada minggu-minggu sebelumnya, terdapat 2.000 petugas yang bertugas, terjadi insiden antisemitisme dan dukungan oleh Hizbut Tahrir yang meneriakkan "jihad".

Para penyelenggara aksi pro-Palestina mengatakan, protes selanjutnya akan berlangsung jauh dari Cenotaph dan tidak akan dimulai sampai momen keheningan pukul 11.00 berakhir. Kepala Polisi yang memimpin respons kepolisian nasional terhadap perang Israel-Hamas Chris Haward mengatakan, meskipun unjuk rasa dilarang, pengunjuk rasa masih memiliki hak untuk berkumpul di satu tempat.

"Ambang batas (untuk pelarangan) sangat tinggi. Ini soal kekerasan serius, dan bukan soal kata-kata yang mungkin diteriakkan. Bahkan jika Anda melarang unjuk rasa, Anda tidak bisa melarang unjuk rasa. Anda masih berharap ada 100 ribu orang, atau mungkin lebih, yang akan hadir dan kemudian berada dalam posisi statis," ujar Haward.

Haward mengatakan, protes balasan akan difasilitasi "tanpa bias" tetapi memperingatkan bahwa kejahatan rasial atau pelanggaran hukum tidak akan ditoleransi. Dia mengungkapkan lonjakan kejahatan rasial setelah 7 Oktober sangat besar di London dengan lebih dari 70 persen pelanggaran secara nasional, dibandingkan dengan biasanya yang kurang dari seperempat. 

 
Berita Terpopuler