Jelang Pesta Demokrasi, ISKI: Waspadai Penyalahgunaan Artificial Intelligence

Ada kemungkinan kecanggihan teknologi AI membuatnya tak terlacak sebagai manipulasi.

www.freepik.com
Teknologi deepfake (ilustrasi). Menjelang pemilu, masyarakat diminta mewaspadai teknologi deepfake.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai penyalahgunaan teknologi AI (artificial intelligence) atau kecerdasan buatan yang berpotensi marak menjelang pesta demokrasi. Bisa jadi, ada pihak tertentu yang memanfaatkannya.

"AI ini sebagai alat, sarana yang dibuat manusia. Bisa dipakai untuk apapun, untuk kebaikan atau manipulasi untuk berbagai kepentingan tertentu," kata Ketua Umum ISKI Dadang Rahmat Hidayat di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (7/11/2023).

Hal tersebut disampaikannya usai pembukaan konferensi komunikasi internasional bertema "Artificial Intelligence and The Future Communication" yang digelar ISKI di Semarang, 7-8 November 2023. Menurut Dadang, penyalahgunaan AI untuk kepentingan tertentu memang rawan, seperti kepentingan ekonomi ketika terjadi persaingan usaha maupun politik di momentum seperti sekarang mendekati pemilihan umum.

"Berbagai damage (kerusakan) bisa dibuat oleh AI, seperti soal pidato Presiden (Jokowi) yang dibuat berbahasa Mandarin. Itu tingkatannya bukan dasar lagi, tapi middle ya," katanya.

Beberapa waktu lalu, di media sosial beredar video Presiden Joko Widodo tengah berpidato menggunakan bahasa Mandarin yang diketahui itu merupakan video manipulasi yang dibuat dengan teknologi Deepfake AI. Kementerian Komunikasi dan Informatika pun sudah menyampaikan bahwa video Presiden Jokowi berpidato berbahasa Mandarin dibuat dengan AI dan meminta masyarakat untuk mencari informasi dari sumber terpercaya.

Karena itu, Dadang mengatakan perlunya literasi dan kesadaran bersama untuk memahami perkembangan AI yang sedemikian pesat. Sebab, ada kemungkinan kecanggihan teknologi AI membuatnya tidak terlacak sebagai manipulasi.

"Artinya, tidak terdeteksi bahwa itu adalah manipulasi AI. Bisa, sangat mungkin. Dan mungkin yang bisa mendeteksinya juga adalah AI lagi. Sangat mungkin AI versus AI, kan pengembangan," katanya.

Baca Juga

Di sisi lain, menurut Dadang, banyak masyarakat mungkin yang belum memahami apa sebenarnya AI dan apa saja dampak positif dan negatif yang bisa ditimbulkan oleh teknologi kecerdasan buatan itu.

"Banyak masyarakat, jangankan AI, bicara terpaan media konvensional aja ada yang enggak (paham), kan disparitas memang. Mulai (media) tradisional, konvensional, digital, dan sekarang terbarukan, contohnya AI," katanya.

Dadang menilai bahwa kemanusiaan harus ditekankan secara prinsip dalam pengembangan AI. Terlebih, AI merupakan teknologi yang berasal dari manusia, dibuat oleh manusia, dan digunakan untuk kepentingan manusia.

"Teknologi itu kan 'from human, by human, and for human', perlu ditambahkan 'for human and the humanity'. Kemanusiaan. Politik, misalnya, kalau ada 'humanity', kemanusiaan, tidak akan ada manipulasi," katanya.

 
Berita Terpopuler