Apakah Gerimis yang Sudah Mulai Turun Segera Berlanjut ke Musim Hujan? Ini Analisis BRIN

BMKG menyebut hujan sudah mulai turun di Jabodetabek bagian selatan.

www.freepik.com
Musim hujan (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Antara

Baca Juga

Musim hujan di wilayah Jawa dan Selatan Indonesia belum benar-benar tiba meski di sejumlah titik sudah mengalami hujan. Peneliti klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, menjelaskan, dasarian III atau sekira akhir Oktober memang banyak terjadi hujan, tapi bukan penanda musim hujan karena memasuki November nanti akan kembali kering. 

“Angin Timuran menandakan masih musim kemarau di sebagian besar Jawa atau Selatan Indonesia. Oktober dasarian III memang banyak hujan tapi bukan berarti penanda musim hujan. Karena masuk November akan kering lagi,” ujar Erma kepada Republika, Selasa (24/10/2023). 

Erma menjelaskan, kondisi yang dapat disebut musim hujan adalah ketika hujan telah persisten atau terjadi terus selama tiga dasarian berturut-turut atau sebulan penuh. Dia mengungkapkan, awan hujan belum terlihat meratadi Jawa, berbeda dengan wilayah Sumatera dan Kalimantan yang terpantau sudah ada awan hujan secara merata.

“Dengan adanya El Nino, maka monsun musim kemarau itu diperkuat sehingga terjadi anomali pada musim transisi atau peralihan. Oleh karena itu awal musim hujan mundur,” jelas dia. 

Erma juga mengatakan, secara klimatologis normal, musim hujan memang masuk pada bulan November. Itu akan terjadi ketika tidak ada fenomena El Nino. Sebab, ketika normal, biasanya angin musim dari Utara, dari Asia, sudah masuk ke wilayah Indonesia pada dasarian ketiga November. Tapi, saat ini El Nino masih berlangsung di Indonesia.

“Potensinya pelemahan angin itu tetap ada, sehingga pada saat Desember pun anginnya masih angin musim kemarau. Jadi nanti tinggal dibuktikan saja kita di bulan November. Karena kita berdasarkan kajian dan riset,” kata Erma.

 

 

Hujan memang akhirnya turun di wilayah Jabodetabek bagian Selatan pada hari ini. Melihat itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan, di wilayah tersebut memang sudah mulai memasuki masa transisi dari musim kemarau menuju musim hujan.

“Memang di Selatan Jabodetabek, seperti Bogor, sudah mulai transisi dan beberapa waktu terakhir terjadi hujan di sana. Saat ini memang belum sampai ke Jakarta bagian selatan. Akan terus kami pantau update-nya,” ujar Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani kepada Republika, Selasa (24/10/2023).

Andri menjelaskan, prediksi BMKG soal waktu masuknya musim hujan di DKI Jakarta dan Jabodetabek secara umum masih sama dengan prediksi sebelumnya, yakni pada dasarian II November. Dasarian merupakan satuan waktu meteorologi di mana dalam satu dasarian berjumlah 10 hari. Dengan demikian, musim hujan diprediksi akan masuk sekiranya pada pertengahan November.

“Untuk DKI Jakara dan Jabodetabek pada umumnya akan masuk mulai di bulan November di dasaran II, dan tiap wilayah bervariasi. Dan yang terlebih dulu masuk di wilayah bagian Selatan,” ujar dia.

Dia menyatakan, BMKG secara terus-menerus memonitor dinamika atmosfer terbaru. Di mana, prediksi tersebut akan terus dipantau dan diperbahraui dengan prediksi cuaca harian Jabodetabek tiga sampai 10 hari ke depan berdasarkan analisis dan data terbaru.

“Untuk itu kami mengimbau kepada masyarakat agar selau mengikuti dan update terkini infoCuaca BMKG melalui berbagai media, dan kanal informasi resmi BMKG,” kata dia.

Dilansir dari laman resmi BMKG di Jakarta, Selasa, curah hujan pada Dasarian II Oktober 2023 umumnya berada pada kriteria rendah dan menengah (0-150 mm/dasarian). Wilayah yang sedang mengalami musim hujan, meliputi sebagian besar Aceh, Sumatera Utara, sebagian besar Riau, sebagian besar Sumatera Barat, Bengkulu, sebagian kecil Kalimantan Barat, sebagian kecil Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah bagian tengah, sebagian kecil Maluku, sebagian Papua Barat, dan sebagian kecil Papua bagian utara.

Prakirawan BMKG Hasalika Nurjanah dalam laporan prakiraan cuaca hari ini mengatakan sejumlah kota besar di Indonesia berpeluang diguyur hujan dengan intensitas ringan hingga lebat pada hari ini. Diawali dari Sumatera, hujan dengan intensitas ringan terjadi di Banda Aceh, Medan, dan Pekanbaru. Hujan di Tanjungpinang berintensitas sedang dan Padang berpotensi terjadi hujan lebat.

"Wilayah Jambi dan Bengkulu berpeluang diguyur hujan dengan intensitas ringan. Waspadai hujan disertai dengan kilat maupun petir di Palembang," katanya.

Cuaca di Pulau Jawa pada umumnya masih berawan hingga berawan tebal, kecuali Serang yang diperkirakan terjadi hujan dengan intensitas ringan. Bali dan Nusa Tenggara umumnya cerah berawan, sedangkan sebagian besar Kalimantan diperkirakan terjadi hujan dengan intensitas ringan hingga sedang. Untuk Maluku dan Papua diprakirakan berawan, kecuali di Ternate, Manokwari, Jayapura yang berpeluang diguyur hujan berintensitas sedang.

Cara melaksanakan sholat minta hujan (istisqa). - (Kurnia Fakhrini/Republika)

Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengumumkan, suhu permukaan bumi semakin panas maka untuk mengatasinya transisi penggunaan sumber energi berbahan bakar fosil ke sumber energi hijau di dalam negeri harus segera dilakukan secara menyeluruh. Menurut Dwikorita, sejak 2000 sampai 2023 telah terjadi kenaikan rata-rata 0,3 dejarajat celcius yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (CO2) dari bahan bakar energi fosil seperti batubara dan sejenisnya.

“Krisis ini nyata bila tidak ada perubahan dalam sepuluh tahun ke depan atau kurang dari itu, suhu permukaan diprediksi bisa lebih panas lagi dengan peningkatan rata-rata mencapai 3,5 derajat celcius,” kata Dwikorita di Jakarta, Senin (16/10/2023) pekan lalu.

Dwikorita menjelaskan, BMKG menemukan adanya kenaikan luar biasa konsentrasi CO2 di atmosfer sebagai penyebab kenaikan suhu bumi. Tren peningkatan konsentrasi CO2 di temukan dari pengukuran pada bulan Mei 2020 - 2022 di kawasan hutan Bukit Kototabang, Palu, dan Sorong yang secara umum mengalami kenaikan setiap tahunnya.

Dalam dua tahun laju peningkatan rata-rata paling tinggi terjadi di Bukit Kototabang dengan nilai 3,12 ppm per tahun sedangkan laju peningkatan rata-rata di Palu dan Sorong berturut-turut sebesar 2,2 ppm per tahun dan 1,8 ppm per tahun. Diketahui, setiap tahun konsentrasi CO2 di atmosfer meningkat 3,12 bagian per juta. Satu ppm (part per million) adalah satu bagian dari sesuatu yang terkandung dalam satu juta bagian lainnya. Jadi, berarti ada 3,12 bagian CO2 dalam satu juta bagian atmosfer.

Terlepas dari aktifnya badai El-Nino, dia menyebutkan, dengan terjadinya peningkatan suhu tersebut sudah semakin memperparah kekeringan ekstrem yang sedang melanda Indonesia saat ini. Dari kekeringan ini di antaranya telah menyebabkan kesulitan air bersih dan penurunan produktivitas pertanian di berbagai wilayah, termasuk di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi.

“Faktanya ancaman kekeringan di Indonesia yang diprakirakan berlangsung hingga Januari-Maret 2024 ini baru sebagian pendahuluan. Jika kenaikan suhu global tidak dikendalikan, maka ancaman kekeringan akan semakin parah di masa depan,” kata dia.

 
Berita Terpopuler