Pentingnya Perkuat Solidaritas Kemanusiaan dari Indonesia untuk Palestina

Hal yang bisa dilakukan masyarakat Indonesia ialah memperkuat solidaritas kemanusiaan

Republika/Putra M. Akbar
GM Komunikasi dan Aliansi Strategis Dompet Dhuafa Haryo Mojopahit (kanan) bersama Redaktur Pelaksana Pengembangan Ekosistem Republika Subroto Kardjo (tengah) dan Moderator Syamsul A. menyampaikan paparan saat diskusi publik di Jakarta, Kamis (19/10/2023). Diskusi publik bertajuk Dukungan Bantuan Kemanusiaan Untuk Palestina tersebut membahas dukungan bantuan yang dibutuhkan Palestina ditengah konflik dengan Israel yang masih berlangsung.
Rep: Umar Mukhtar Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dompet Dhuafa menggelar diskusi publik bertajuk 'Dukungan Bantuan Kemanusiaan Untuk Palestina' di Jakarta, Kamis (19/10/2023). Diskusi ini menghadirkan dua narasumber yaitu GM Komunikasi dan Aliansi Strategis Dompet Dhuafa Haryo Mojopahit dan Redaktur Pelaksana Pengembangan Ekosistem Republika Subroto Kardjo.

Dalam kesempatan itu, Haryo memulai diskusi dengan mengulas soal akar masalah konflik antara Israel dan Palestina. Dia mengatakan, naiknya eskalasi yang terjadi di Palestina, tepatnya di Jalur Gaza, tidak bisa dilepaskan dari akar masalahnya yakni ketidakadilan.

"Inilah yang dimulai jauh sebelum pendudukan Israel di tanah Palestina, pada sekitar tahun 1947 dan Perang Dunia II. Gerakan zionis sendiri berakar dari ketidakadilan yang dialami oleh Yahudi di mana mereka dipersekusi dan diusir sehingga memimpikan negara yang aman dan damai sehingga muncul ideologi zionis," ujarnya.

Ketidakadilan tersebut menemukan muaranya pada saat pendirian negara Israel. Namun, pendirian Israel ini pada akhirnya menimbulkan ketidakadilan baru yang menimpa orang-orang yang sudah hidup di negeri itu sudah sejak lama.

"Dan yang terlihat adalah pemerintahan yang apartheid, inilah yang menjadi akar masalah sebagai latar belakang eskalasi sekarang ini," katanya.

Haryo juga menguraikan, tidak ada konflik tanpa ada provokasi yang meningkatkan ketegangan. Dia menyampaikan, tingkat kekerasan yang dilakukan oleh para pemukim Israel terhadap warga Palestina terus meningkat, sejak 2021 hingga 2023. Namun, ini dibiarkan oleh pemerintah Israel.

"Pada 2022 itu dua kali jumlah kekerasan dari 2021. Dan pada tahun ini sudah hampir tiga kali lipat dari 2021. Kita lihat, ada semacam pembiaran terhdap aksi-aksi kekerasan dari para pemukim Israel misalnya di Masjid Al Aqsa yang kemudian memicu kemarahan Palestina," ujarnya.

Baca Juga

Kekerasan pemukim Israel...

Haryo mengatakan kekerasan yang dilakukan oleh para pemukim Israel tidak hanya dialami oleh warga Palestina, tetapi juga para peziarah Kristen di mana ada salah satu dari mereka sampai diludahi oleh pemukim Israel.

"Ini sebetulnya adalah bentuk-bentuk pelecehan yang dianggap sebagai provokasi terhadap Palestina dan umat lain. Palestina ini Tanah Suci dan kita sepakat menyebutnya sebagai Tanah Suci. Tetapi ada provokasi yang berakhir pada eskalasi," tambahnya.

Karena itu, Haryo mengingatkan, serangan Hamas ke Israel yang terjadi baru-baru ini tidak berdiri sendiri tanpa ada latar belakang yang menyertainya. Dia pun menyayangkan adanya narasi yang beredar bahwa Hamas menyerang Israel lebih dulu sehingga Israel membalasnya dengan membabi-buta.

"Apakah kita akan membiarkan ketidakadilan ini terjadi dan apakah kita diam saja tidak memberikan dukungan apa pun. Tidak ada upaya menghentikan kekerasan serta menjamin akses kemanusiaan bisa masuk," tuturnya.

Bahkan, Haryo mengungkapkan, mobil ambulans Dompet Dhuafa di Gaza hancur karena dirudal militer Israel pada saat eskalasi baru-baru ini terjadi. Saat itu mobil ambulans Dompet Dhuafa hendak mengevakuasi korban dari warga Palestina yang terluka. Namun tiba-tiba mobil ambulans tersebut malah dirudal Israel.

"Sangat kita sayangkan bahwa petugas medis dan kemanusiaan yang seharusnya dibolehkan menolong warga sipil Palestina, justru malah diserang. Bahkan rumah sakit juga diserang," ungkapnya.

Solidaritas kemanusiaan...

Menurut Haryo, hal yang bisa dilakukan masyarakat Indonesia adalah memperkuat solidaritas kemanusiaan untuk Palestina. Narasi-narasi yang prokeadilan terhadap Palestina harus terus disuarakan dan disebarkan, baik melalui media sosial, media massa, maupun aksi-aksi solidaritas.

Dia juga mendukung gerakan boikot terhadap produk-produk yang mendukung Israel. "Gerakan boikot ini adalah bagian dari solidaritas untuk Palestina. Narasi-narasi ini seharusnya bisa memengaruhi cara pandang atau mindset ketika melihat masalah Palestina. Efektif atau tidaknya itu tergantung kekuatan gerakan solidaritas ini," katanya.

Redaktur Pelaksana Pengembangan Ekosistem Republika Subroto Kardjo menuturkan, gerakan boikot terhadap produk-produk yang mendukung Israel itu efektif. Menurutnya, masyarakat sipil memiliki peran yang besar dalam bergerak menyuarakan boikot tersebut.

"Yang kita saksikan adalah ketidakadilan dan genosida. Mungkin tidak banyak yang bisa kita lakukan. Kita tidak punya cukup sumber daya untuk menghentikan ini tetapi tidak berarti menghentikan kita untuk peduli terhadap tragedi kemanusiaan itu. Kita bisa mendorong orang-orang untuk peduli, yang bisa diwujudkan dengan memberi bantuan dan boikot," katanya.

Subroto juga menyampaikan pengalamannya saat ke Gaza pada 2012. Dia melihat Gaza seperti penjara terbesar di dunia. "Begitu masuk Gaza, suasananya (menimbulkan pertanyaan) ini dunia atau bukan. Maka apa yang terjadi di Gaza itu bukan perang. Kalau perang, itu mestinya ada aturan. Kalau ini, yang terjadi di sana itu genosida. Israel kapan saja membunuh warga Gaza," kata dia.

Untuk itu, Subroto mengatakan, diperlukan solidaritas atas nama kemanusiaan untuk Palestina. Sebab ini bukanlah perang agama. Bentuk solidaritas ini bisa berupa aksi kemanusiaan misalnya dengan mengirim bantuan yang dibutuhkan Palestina.

"Tetapi yang lebih besar yang bisa menekan itu adalah solidaritas yang bentuk aksinya bisa berdampak. Contohnya adalah boikot. Jika ini bisa masif, itu pasti akan berdampak dan Israel akan merasakan dampaknya," katanya.

 
Berita Terpopuler