Diduga Depresi, Fakta Mahasiswi UMY Bunuh Diri, Apa itu Depresi?

Depresi harus ditangani secara bertahap agar tidak berakhir bunuh diri.

Max Pixel
Bunuh diri/ilustrasi
Rep: Rahma Sulistya Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kota Pelajar Yogyakarta dihebohkan dengan kabar seorang mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berinisial SMQF bunuh diri. Dia melompat dari lantai 4 gedung University Residence (Unires) putri.

Baca Juga

Si mahasiswi ini melakukan aksi bunuh diri pada pukul 06.15 WIB. Saat itu, ada seorang dosen, Ustaz Talqis Nurdianto, baru selesai memberikan ceramah pembekalan mahasiswi. Tidak berselang lama, Ustadz Talqis mendengar suara orang berteriak, bunyi genteng jatuh, dan suara yang menyerupai benda jatuh. Ternyata itu adalah si mahasiswi yang membunuh dirinya sendiri.

Berdasarkan penelusuran aparat kepolisian, motif bunuh diri tersebut adalah depresi.

Apa itu depresi?

National Institute of Mental Health (NIMH) menjelaskan, depresi merupakan perasaan buruk yang berlangsung selama lebih dari dua pekan, dapat mengakibatkan gangguan kejiwaan.

Ini dapat mengganggu atau sangat membatasi kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas besar dalam hidup. Menurut NIMH, setidaknya 7,1 persen dari semua orang dewasa Amerika Serikat, pernah mengalami setidaknya satu waktu depresi berat, dan jumlah itu tertinggi terjadi pada dewasa muda berusia 18-25 tahun.

WHO melaporkan bahwa secara global, hampir 300 juta orang dari segala usia pernah menderita depresi. Jika memiliki kerabat yang sedang melalui hari-hari terberatnya.

Sensitif atau gampang baperan

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

Remaja yang mengalami depresi ditemukan lebih sensitif terhadap kritik dibandingkan pujian yang diberikan orang tua, menurut sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan dalam Psychological Medicine dan dikutip Times of India, Rabu (6/9/2023).

Dampak depresi remaja ini ditentukan melalui pengukuran peningkatan aktivitas otak dan penilaian suasana hati yang dilaporkan sendiri. Depresi remaja merupakan masalah kesehatan mental serius yang juga cukup umum terjadi, dan salah satunya dapat menyebabkan mereka memiliki rasa percaya diri yang rendah.

Meskipun ada banyak kemungkinan penyebab depresi remaja, interaksi negatif antara orang tua dan remaja telah dikaitkan dengan perkembangan depresi ini. Lisanne Van Houtum dari Universitas Leiden di Belanda bersama rekan-rekannya menyelidiki respons emosional dan otak remaja penderita depresi terhadap masukan dari orang tua, baik masukan negatif maupun positif.

Para peneliti merekrut 20 remaja Belanda berusia 13,5 hingga 18 tahun yang didiagnosis menderita distimia (bentuk depresi ringan dan kronis) atau gangguan depresi mayor (bentuk depresi akut yang parah). Sebanyak 59 remaja sehat berusia 12 hingga 18 tahun tanpa depresi juga direkrut. Untuk kedua kelompok, orang tua remaja juga diundang untuk mengikuti penelitian.

 

 

 
Berita Terpopuler