Ancang-Ancang AdaKami Polisikan Penyebar Info Nasabah Bunuh Diri

Menurut Bernardino, pihaknya tidak bisa diam saja jika info nasabah bunuh diri hoaks.

Republika/ Iit Septyaningsih
Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega Jr ditemani Sekjen AFPI Sunu menggelar konferensi pers di Jakarta, Jumat (22/9/2023).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Iit Setyaningsih, Fauziah Mursid, Rahayu Subekti, Antara

Baca Juga

Perusahan pembiayaan digital AdaKami belakangan viral lantaran beredarnya kabar adanya salah satu nasabah mereka yang bunuh diri akibat terjerat utang pinjaman yang sangat besar jumlahnya. Direktur Utama PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) Bernardino Moningka Vega menyampaikan, pihaknya membuka opsi untuk menempuh jalur hukum apabila kasus dugaan nasabah AdaKami bunuh diri terbukti hoaks.

“Kita harus berpikir kembali bagaimana langkah berikutnya, dan termasuk kemungkinan juga lewat jalur hukum. Karena kalau saya lihat tentunya viral, saya dihujat-hujat, bukan cuma saya tapi keluarga saya yang dihujat. Dan sampai saat ini tidak ada informasi tambahan terhadap tuduhan itu,” kata Bernardino dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (22/9/2023).

Kemungkinan jalur hukum akan diarahkan kepada pihak yang menyebarluaskan kabar dugaan salah satu nasabah AdaKami berinisial “K” yang bunuh diri. "Kalau ada bukti silakan diberi ke kita. Tapi kalau orang menuduh, masa kita duduk diam," ujarnya

Hingga saat ini, belum ada informasi tambahan atas benar atau tidaknya dugaan tersebut. AdaKami telah bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beserta pihak kepolisian untuk melakukan investigasi lebih lanjut. Namun, proses investigasi belum berlangsung dengan baik karena keterbatasan informasi yang ada mengenai pengguna.

Adapun informasi yang beredar melalui aplikasi sosial media X (sebelumnya Twitter) berdasarkan unggahan salah satu akun yang menerangkan bahwa korban berinisial K, berjenis kelamin pria, sudah berkeluarga memiliki anak berumur 3 tahun dan mengakhiri hidupnya pada Mei 2023

Bernardino mengklaim pihaknya telah menghubungi akun yang menyebarluaskan kabar viral itu untuk meminta data tambahan atas dugaan kasus bunuh diri tersebut. Namun, sampai saat ini belum mendapat respons.

“Kita juga sudah reach out akun viral itu untuk, tolong kalau ada data tambahan seperti nama, KTP, nomor user, nomor telepon, tolong di-share ke kita dan kita akan investigasi sesuai petunjuk dari OJK,” kata Bernardino.

Bernardino juga menegaskan, AdaKami tidak memiliki petugas penagih lapangan (field collector). Menurutnya, AdaKami hanya memiliki petugas penagihan yang menagih lewat sambungan telepon.

 

"Kita datangi rumah (nasabah) nggak sama sekali," kata Bernardino.

Ia menambahkan, setiap petugas penagih (DC) AdaKami sudah memiliki sertifikat. Saat ini, sambungnya, perusahaan memiliki sekitar 400 DC.

"Kita lakukan collecting internal 90 sampai 80 persen pakai DC kita, juga ada dari pihak ketiga untuk lengkapi tim collecting kita," jelas Bernardino.

Jika ketahuan ada DC yang melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) atau tidak beretika dalam melakukan penagihan, tegasnya, maka akan ditindak. Ada tiga beberapa tindakan yang dilakukan perusahaan, di antaranya tidak memberikan bonus ke DC bersangkutan.

Adapun terkait besaran biaya layanan yang viral, menurut Bernardino, biaya asuransi menjadi salah satu komponen paling tinggi dalam biaya layanan yang dibebankan kepada peminjam. Diketahui, biaya layanan peminjaman uang di AdaKami melebihi bunga pinjaman.

“Tentunya tingkat biaya itu disesuaikan, tapi yang harus kita lakukan itu biaya asuransi. Dan kebanyakan di beberapa produk kami biaya asuransi yang merupakan biaya tertinggi,” kata Bernardino.

Menurutnya, AdaKami telah mematuhi ketentuan dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2014 yang menyebutkan bahwa setiap nasabah harus diasuransikan. Biaya layanan AdaKami terdiri beberapa komponen yang mencakup technology fee, biaya asuransi, collection fee, dan beberapa komponen lain.

“Setiap produk komposisinya (biaya layanan) berubah ubah, jadi yang harus ada di situ adalah biaya asuransi. Jadi setiap nasabah yang meminjam harus diasuransikan, dan ini kadang-kadang tinggi. Karena di sini tidak ada jaminan, karena pinjol ditujukan ke masyarakat undeserved unbank, maka tingkat biaya disesuaikan," jelasnya.

Tingkat bunga dari perusahaan fintech p2p lending telah diatur oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) sebesar 0,4 persen per hari, serta lebih ditujukan untuk pinjaman jangka pendek. Kemudian bunga pinjaman produktif ditetapkan antara 12-24 persen per tahun.

Bernardino menjelaskan bahwa para nasabah yang meminjam di AdaKami tenornya disesuaikan dengan nominal pinjamannya. Apabila tenornya selesai,  pihak AdaKami tidak akan menagih bunga ke nasabah lagi.

"Sesuai syarat OJK ada range produk, kalo kami kan cash flow, rata-rata pinjaman ke masyarakat Rp1-2 juta dan tenornya 1-3 bulan, jadi nggak lama. Jadi bunga itu, misalnya sekian, begitu tenor selesai, bunga selesai. Nggak nambah sampai setahun atau dua tahun," tutur Bernardino.

Sebelumnya ramai dikabarkan bahwa bunga pinjaman AdaKami diduga terlalu tinggi dengan biaya layanan yang mencapai 100 persen. Hal tersebut diikuti dengan dugaan kasus bunuh diri nasabah.

Berdasarkan kabar yang belum terverifikasi kebenarannya itu, si peminjam hanya meminjam uang sebesar Rp9 juta, namun AdaKami diduga menagih si nasabah hingga Rp17 juta - Rp18 juta.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko menambahkan, pihaknya selalu melakukan pengawasan terhadap semua anggotanya, termasuk AdaKami sebagai platform fintech peer to peer lending (p2p lending) agar tetap mematuhi regulasi dan code of conduct yang berlaku.

“Kami berharap permasalahan ini dapat dituntaskan dan menentukan pihak yang bersalah sehingga tidak hanya didasarkan pada asumsi seperti saat ini,” kata Sunu.

Sebelumnya, OJK telah memerintahkan AdaKami untuk segera melakukan investigasi secara mendalam untuk memastikan kebenaran berita adanya nasabah bunuh diri yang viral. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa mengatakan OJK memerintahkan AdaKami untuk membuka kanal pengaduan bagi masyarakat yang memiliki informasi mengenai korban bunuh diri, yang mana AdaKami agar melaporkan penanganan pengaduan tersebut kepada OJK.

Dari pemanggilan tersebut, Aman mengatakan pihak AdaKami telah melakukan investigasi awal untuk mencari debitur berinisial “K” yang marak diberitakan, namun belum menemukan debitur yang sesuai dengan informasi yang beredar. Sementara, terkait bunga pinjaman AdaKami yang tinggi, OJK telah mendapatkan laporan.

 

"Mengenai bunga pinjaman yang dilaporkan terlalu tinggi, AdaKami menyampaikan bahwa rincian bunga dan biaya-biaya yang dikenakan telah diinformasikan kepada konsumen sebelum konsumen menyetujui pembiayaan," kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Aman Santosa dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (21/9/2023).

Meskipun begitu, OJK memastikan tetap mencermati terkait pengenaan bunga dan biaya lainnya di AdaKami. Aman mengungkapkan batas tingkat bunga termasuk biaya lainnya untuk fintech lending selama ini ditetapkan oleh AFPI yaitu sebesar maksimal 0,4 persen per hari dan lebih ditujukan untuk pinjaman jangka pendek.

Aman memastikan OJK telah memerintahkan AFPI untuk menelaah hal tersebut sesuai dengan kode etik AFPI. "OJK juga mewajibkan seluruh fintech lending untuk menyampaikan informasi biaya layanan dan bunga secara jelas kepada konsumen dan melakukan penagihan dengan cara yang baik sesuai dengan peraturan OJK," jelas Aman.

Adapun, pihak Kemenkominfo menyatakan, tidak bisa begitu saja melakukan pemblokiran sebuah akun pinjaman online (pinjol). Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Kominfo Usman Kansong mengatakan, untuk memblokir pinjol legal maka Kominfo harus menunggu permintaan dari OJK.

"Kominfo akan memblokir pinjol ilegal atas data yang disampaikan OJK kepada Kominfo ya, kita tidak bisa mentakedown atau memblokir pinjol yang legal tanpa ada permintaan," ujar Usman dalam keterangannya, Jumat (22/9/2023).

Usman mengatakan, hingga saat ini belum ada permintaan dari OJK terkait permintaan pemblokiran. Dia menyebut, OJK saat ini juga tengah menyelidiki dugaan pelanggaran penagihan yang dilakukan AdaKami. Karena itu, Kementerian Kominfo masih akan menunggu hasil penyelidikan OJK tersebut.

"Terkait dengan kasus tadi itu, kita belum dapat permintaan dari OJK. Memang pinjol itu katanya menagih dengan kekerasan ya kan sehingga si orang yang berpiutang ini akhirnya bunuh diri dan OJK masih menyelidiki apakah benar bunuh diri karena teror debt collector," ujar Usman.

"Nah nanti hasil penyelidikan OJK seperti apa, ya kalau nanti pinjol tersebut betul-betul melanggar aturan ya karena menteror gitu dan OJK meminta pinjol itu diblokir ya kita akan blokir," ujarnya.

 

Bunga pinjaman online. - (Tim Infografis Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler