Siswa di AS Diskors karena Rambut Gimbal

Insiden ini menimbulkan kembali perdebatan mengenai diskriminasi rambut di sekolah AS

Blogsot
Rambut gimbal (ilustrasi).
Rep: Lintar Satria Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, MONT BELVIEU -- Seorang siswa sekolah menengah atas kulit hitam di Texas, Amerika Serikat (AS), diskorsing selama lebih dari dua pekan karena datang dengan rambut gimbal. Ibunya mengatakan, saat ia datang pada Senin (18/9/2023) gaya rambut yang sama, siswa tersebut diskors lagi.

Darryl George, siswa kelas satu di Barbers Hill High School di Mont Belvieu, diskors pada pekan yang sama ketika Texas melarang diskriminasi rasial berdasarkan gaya rambut. Pejabat sekolah mengatakan rambut gimbalnya jatuh di bawah alis dan cuping telinganya dan melanggar aturan berpakaian di distrik tersebut.

George yang berusia 17 tahun diskors sejak 31 Agustus di sekolah yang terletak di daerah Houston tersebut. Ibunya, Darresha George, mengatakan, putranya menangis ketika diskors pada Senin kemarin meskipun keluarganya berargumen rambutnya tidak melanggar aturan berpakaian.

"Ia harus duduk di bangku selama delapan jam di sebuah bilik, itu sangat tidak nyaman. Setiap hari dia pulang ke rumah, dia mengatakan punggungnya sakit karena harus duduk di bangku," kata Darresha George, Selasa (19/9/2023).

Insiden ini mengingatkan kembali perdebatan mengenai diskriminasi rambut di sekolah dan tempat kerja di AS. Kasus ini menguji Undang-Undang CROWN yang baru saja diberlakukan di Texas yang mulai berlaku pada 1 September.

Undang-undang CROWN (Create a Respectful and Open World for Natural Hair) atau "Menciptakan Dunia yang Menghormati dan Terbuka pada Rambut Alami," dimaksudkan untuk melarang diskriminasi rambut berdasarkan ras dan melarang pengusaha dan sekolah menghukum orang karena tekstur rambut atau gaya rambut pelindung termasuk Afro, kepang, rambut gimbal, poni, atau simpul Bantu.

Texas salah satu dari 24 negara bagian yang  memberlakukan versi CROWN Act. Versi federal CROWN Act disahkan di House of Representative tahun lalu, tetapi tidak berhasil di Senat.

Menteri politik nasional untuk New Black Panther Nation Candice Matthews Bagi orang kulit hitam, gaya rambut lebih dari sekadar pernyataan mode. Rambut selalu memainkan peran penting di seluruh diaspora kulit hitam. Kelompok ini tidak berafiliasi dengan organisasi New Black Panther lain yang dikenal antisemit.  

"Rambut gimbal dianggap sebagai hubungan dengan kebijaksanaan, ini bukan mode, dan bukan tentang mencari perhatian. Rambut kami terhubung dengan dengan jiwa kami, warisan kami, dan hubungan kita dengan kami," kata Matthews.

Darresha George mengatakan di keluarga George, semua pria memiliki rambut gimbal. Bagi mereka, gaya rambut tersebut memiliki nilai budaya dan religius.

"Rambut kami adalah tempat kekuatan kami, itulah akar kami, ia memiliki nenek moyangnya yang terkunci di rambutnya, dan dia tahu itu," katanya.

Para sejarawan mengatakan kepang dan gaya rambut lainnya berfungsi sebagai metode komunikasi di seluruh masyarakat Afrika. Termasuk untuk mengidentifikasi suku atau status pernikahan, dan sebagai petunjuk keselamatan dan kebebasan bagi mereka yang ditangkap dan diperbudak.

Setelah perbudakan dihapuskan, rambut orang kulit hitam Amerika dipolitisasi. Meskipun Undang-Undang Hak Sipil tahun 1964 melarang diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan asal kebangsaan, orang kulit hitam terus menghadapi stigma profesional dan sosial karena tidak mengadopsi kebiasaan dandanan yang sesuai dengan standar dan norma kecantikan orang kulit putih dan Eropa.

Masalah diskriminasi rambut berdasarkan ras di tempat kerja sudah lama terjadi ada bersamaan dengan masalah di sekolah-sekolah negeri dan swasta lainnya. Pada tahun 2018, seorang wasit gulat kulit putih di New Jersey mengatakan meminta atlet kulit gulat sekolah menengah atas kulit hitam untuk memotong rambut gimbalnya atau didiskualifikasi.

Video viral yang menunjukkan pegulat tersebut memotong rambutnya dengan gunting saat penonton menyaksikannya mendorong wasit untuk menskorsnya dan mendorong disahkannya Undang-Undang CROWN di negara bagian tersebut.

Darresha George mengatakan putranya telah menumbuhkan rambut gimbalnya selama hampir 10 tahun dan keluarganya tidak pernah menerima penolakan atau keluhan hingga saat ini. Saat diturunkan, rambut gimbalnya menggantung di atas bahunya, tetapi ia mengatakan ia tidak pernah memotong rambutnya sejak sekolah dimulai pada pertengahan Agustus.

George mengatakan, ia tidak dapat memahami bagaimana dia melanggar aturan berpakaian ketika rambutnya diikat di atas kepala.

"Saya bahkan sempat berdiskusi tentang CROWN Act dengan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, mereka mengatakan bahwa undang-undang tersebut tidak mencakup panjang rambutnya," kata Darresha George.

Barbers Hill Independent School District melarang siswa laki-laki memiliki rambut yang panjangnya di bawah alis, cuping telinga, atau bagian atas kerah kaus, menurut buku pegangan siswa. Selain itu, rambut semua siswa harus bersih, terawat, berbentuk geometris, dan tidak memiliki warna atau variasi yang tidak wajar. Sekolah tidak mewajibkan seragam.

Sekolah ini sebelumnya pernah berselisih dengan seorang siswa laki-laki berkulit hitam karena aturan berpakaian. Pejabat Barbers Hill mengatakan kepada seorang siswa ia harus memotong rambut gimbalnya untuk kembali ke sekolah atau berpartisipasi dalam kelulusan pada 2020. Kasus ini menarik perhatian nasional.

Kebijakan distrik yang ilegal...

Baca Juga

 

Greg Poole yang menjadi pengawas distrik sejak 2006, mengatakan kebijakan tersebut legal. Menurutnya kebijakan ini mengajarkan siswa untuk menyesuaikan diri sebagai pengorbanan yang bermanfaat bagi semua orang.

"Ketika Anda diminta untuk menyesuaikan diri dan melepaskan sesuatu demi kemajuan bersama, ada manfaat psikologis, kami membutuhkan lebih banyak pengajaran tentang pengorbanan," katanya.

Distrik-distrik terdekat memiliki kebijakan yang tidak terlalu ketat. Sebagai contoh, Poole mencatat distrik lain memperbolehkan siswa mengenakan celana jeans yang berlubang, sementara Barbers Hill tidak.

Ia mengatakan para orang tua datang ke distrik ini karena standarnya yang ketat dan ekspektasi yang tinggi yang menurutnya turut mendorong keberhasilan akademis distrik itu.

Pengacara yang mewakili keluarga George, Allie Booker mengatakan argumen sekolah tidak dapat diterima karena panjangnya rambut dianggap sebagai bagian dari gaya rambut, yang dilindungi oleh hukum.

"Kami akan terus berjuang, karena Anda tidak bisa mengatakan kepada seseorang gaya rambut dilindungi dan kemudian membatasi. Jika gaya dilindungi, maka gaya dilindungi," katanya.

Darresha George mengatakan  ia dan putranya menolak untuk mengikuti standar yang ditetapkan seseorang yang membuat mereka tidak nyaman atau tidak tahu apa-apa.

"Anak saya terawat dengan baik, dan rambutnya tidak mengganggu pendidikannya, ini semua ada hubungannya dengan prasangka pemerintah terhadap gaya rambut orang kulit hitam, terhadap budaya orang kulit hitam," Darresha George.

Distrik tersebut membela aturan berpakaiannya, yang mengatakan kebijakan itu dimaksudkan untuk "mengajarkan perawatan dan kebersihan, menanamkan disiplin, mencegah gangguan, menghindari bahaya keselamatan dan mengajarkan rasa hormat terhadap otoritas."

Situasi George menarik solidaritas dari kaum muda kulit hitam di seluruh AS yang mengatakan mereka sudah lama berurusan dengan aturan berpakaian yang diskriminatif dan komentar dari orang dewasa tentang rambut mereka.

"Ketika saya duduk di kelas lima, seorang guru mengatakan kepada saya rambut biru saya, rambut merah muda saya, tidak wajar dan terlalu mengganggu siswa lain di kelas," kata Victoria Bradley, 19 tahun, yang tinggal di Detroit. Michigan mengesahkan CROWN Act menjadi undang-undang tahun ini.

Bradley yang rambutnya dikepang dan saat ini diwarnai dengan berbagai warna, mengatakan  ia sangat percaya diri dengan rambutnya berkat ibunya, Bernita Bradley. Bernita merupakan penata rambut yang telah lama berkecimpung di bidang tersebut dan direktur suara orang tua untuk National Parents Union.

Bernita Bradley mengatakan  perkenalan pertamanya dengan CROWN Act adalah pada tahun 2021, ketika seorang gadis keturunan kulit putih dan kulit hitam berusia 7 tahun di Michigan dipotong rambutnya oleh staf sekolah tanpa izin orang tuanya. Ayah gadis tersebut, Jimmy Hoffmeyer, mengajukan gugatan senilai 1 juta dolar AS terhadap distrik sekolah, dengan tuduhan diskriminasi rasial dan intimidasi etnis. Gugatan tersebut diselesaikan awal tahun ini.

"Itu adalah tindakan kekerasan modern terhadap anak kulit hitam," kata Bradley.

Tahun ini adalah tahun pertama Darryl George di SMA Barbers Hill. Ibunya mengatakan tahun lalu putranya bersekolah di sebuah sekolah di Baytown, Texas, di mana dia tidak memiliki masalah dengan gaya rambut yang sama.

Darresha George mengatakan baru-baru ini mereka pindah ke daerah Mont Belvieu karena alasan pribadi. Darresha George mengatakan ia tersebut diberitahu ia perlu menjadwalkan pertemuan dengan kepala sekolah.

"(Setelah skorsing) nilainya menurun, yang juga berarti ia tidak dapat bermain sepak bola atau berpartisipasi dalam ekstrakurikuler apa pun," kata Darresha George.

"Ia berada di jalur yang tepat untuk lulus lebih awal, dan sekarang dia tertinggal dan harus berusaha dua kali lipat agar bisa tetap lulus," katanya. 

 
Berita Terpopuler