Lonjakan Harga Amunisi Ancam Keamanan NATO 

NATO menekankan untuk melipatgandakan produksi guna memenuhi permintaan senjata.

EPA-EFE/JOHANNA GERON / POOL
Bendera Finlandia di antara bendera negara anggota NATO.
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, OSLO – Pejabat tinggi militer NATO mengingatkan, melonjaknya harga amunisi akan menghambat peningkatan keamanan negara anggota. Sebab, belanja pertahanan yang lebih tinggi tak secara otomatis bisa diimplementasikan dalam upaya peningkatan keamanan. 

Baca Juga

Karena itu, mesti ada upaya alternatif yakni dengan memperbesar  investasi swasta di perusahaan-perusahaan pertahanan. 

‘’Harga peralatan pertahanan dan amunisi meningkat. Saat ini, kita membayar dengan yang terus lebih tinggi untuk barang yang sama,’’ kata Ketua Komite Militer NATO Laksamana Rob Bauer setelah bertemu menhan anggota NATO, di Oslo, Norwegia, Sabtu (16/9/2023). 

Maknanya, jelas dia, peningkatan anggaran belanja pertahanan tak bisa menjamin meningkatnya keamanan pula. Sebab, meski anggaran telah ditambah tetapi dengan melonjaknya harga amunisi, yang diperoleh tentu tak banyak seperti yang diharapkan. 

Pada 2024 mendatang, NATO berencana menggelar latihan perang bersama terbesar setelah Perang Dingin. Mereka akan melibatkan 40 ribu tentara dalam latihan yang bakal digelar dalam Steadfast Defender di Jerman, Polandia, dan tiga negara Baltik. 

Dalam beberapa waktu terakhir ini, NATO menekankan untuk melipatgandakan produksi guna memenuhi permintaan senjata dan peralatan pertahanan. Ini ditempuh sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari tahun lalu. 

Negara anggota NATO, tak hanya memasok senjata ke Ukraina demi membantu melawan Rusia tetapi juga meningkatkan pertahanan mereka sendiri di dalam negeri. Khawatir Rusia juga akan menyerang negeri mereka. 

Salah satu perhatian utama mereka adalah langkanya ketersediaan artillery rounds yang Kiev tembakan 10 ribu per hari. Februari lalu, Sekjen NATO Jen Stoltenberg mengingatkan, Kiev menghabiskannya lebih cepat dibandingkan produksi yang bisa dilakukan negara NATO. 

Untuk mengatasi kenaikan harga dan langkanya persediaan, Bauer mendorong lebih banyaknya investasi swasta di bidang pertahanan demi meningkatkan kapasitas produksi. Ia meminta pula dana pensiun dan bank mengubah pandangannya mengenai sektor ini.

Jadi ia mendesak mereka tak melabeli investasi di bidang pertahanan sebagai investasi tak etis. ‘’Stabilitas jangka panjang perlu ditopang profit jangka pendek. Seperti yang kita lihat di Ukraina, perang adalah peristiwa yang dialami seluruh masyarakat,’’ ujar Bauer. 

Maka, ia menganggap investasi di sektor strategis seperti pertahanan juga menarik. ‘’Sebesar 40 persen ekonomi Ukraina menguap pada hari-hari pertama perang. Itu uang swasta yang besar, uang tersebut hilang begitu saja,’’ ujarnya. 

Ia berharap para pemimpin bisnis mempercepa ekspansi kapasita produksi. Meski demikian, ia menepis adanya hubungan langkanya ketersediaan amunisi dengan mandeknya kemajuan yang diraih dari serangan balik Ukraina ke Rusia. 

Ia berdalih, serangan balik Ukraina membutuhkan waktu lama karena pertempuran tersebut sangat berbahaya. Pasukan Ukraina harus menghadapi jebakan-jebakan ranjau yang dipasang oleh Rusia. Mereka mesti berhati-hati atas banyaknya ladang ranjau Rusia. 

Ladang ranjau ini bisa mencapai 10 kilometer. Paling tidak terdapat lima hingga enam ladang ranjau per meter persegi. 

 

 
Berita Terpopuler