Kisah 28 Tahun Jadi Penghulu dan Ancaman Kepunahan Penghulu

Jika regenerasi tak ada, penghulu akan habis.

Youtube
Tangkapan layar penghulu di Gorontalo memimpin akad nikah dengan bahasa Cina
Rep: Umar Mukhtar Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dalam keadaan darurat penghulu. Sebabnya, regenerasi profesi tersebut tak berjalan maksimal. Ini bukan profesi yang diidam-idamkan orang. Namun harus diketahui, profesi ini dibutuhkan dan saat ini sangat dinantikan masyarakat, bil khusus para jomblo yang sudah 'kebelet' mau nikah. 

Baca Juga

Regenerasi penghulu di berbagai Kantor Urusan Agama (KUA) di DKI Jakarta dinilai perlu segera dilakukan. Regenerasi dibutuhkan untuk mengantisipasi  banyaknya penghulu yang mendekati waktu pensiun.

Salah satunya adalah Umar Fauzi, penghulu di KUA Kramat Jati Jakarta Timur. Dia sudah menjadi selama 28 tahun sejak 1995, dan tiga tahun lagi pensiun sehingga akan terjadi kekosongan penghulu di KUA tersebut. Dalam kondisi demikian, menurut Umar, regenerasi penghulu itu sangat penting.

"Karena selalu ada penghulu yang pensiun setiap tahun. Siapa penggantinya kalau tidak diantisipasi? Maka sebetulnya kami sudah mengusulkan kepada Kemenag Kota Jakarta Timur, agar kemudian diteruskan kepada pimpinan di Kanwil Kemenag DKI Jakarta untuk mengantisipasi ini," kata dia kepada Republika, Rabu (13/9/2023).

Bahkan Umar mendapat penugasan untuk menjadi penghulu di KUA Kramat Jati karena ada satu penghulu sebelumnya yang pensiun. Tetapi selang tiga tahun lagi, Umar pun akan pensiun.

Karena itu, jika regenerasi penghulu tidak dilakukan, pelayanan pernikahan tentu terganggu. Misal ada kecamatan yang jumlah pernikahannya lebih dari 100 per bulan tetapi hanya memiliki satu atau dua penghulu. Dampaknya pelayanan pernikahan akan terganggu.

"Bagaimana mengatasi 100-an pernikahan tetapi hanya dua orang penghulu. Ini PR bagi pimpinan, baik yang di Kanwil, di Thamrin atau yang di Lapangan Banteng. Bagaimana mereka bisa menangani kalau ada krisis kekurangan penghulu akibat pensiun. Karena kalau tidak diantisipasi, akan terganggu pelayanannya," jelasnya.

 

Umar mengatakan, minat generasi muda untuk menjadi penghulu sebenarnya bukan persoalan, karena dia melihat, banyak yang ingin menjadi penghulu. Untuk mengantisipasi krisis kurangnya penghulu, rekrutmen penghulu perlu dibuka untuk menjaring calon-calon penghulu, entah itu dari staf atau dari kalangan luar.

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

"Kalau dari luar, harus jalur ASN dulu. Buka rekrutmen, seleksi, beri pembekalan, lalu angkat (orang tersebut jadi penghulu). Ini antisipasinya. Kalau tidak, lima tahun lagi KUA bisa kehabisan penghulu. Nah itu tugas pimpinan di atas, kami hanya menyampaikan jangan sampai ada kekurangan," ungkapnya. 

Selama 28 tahun, Umar telah bertugas di berbagai KUA di DKI Jakarta. Berdasarkan pengalamannya, dia berpandangan, secara umum DKI Jakarta itu memang masih kekurangan penghulu. Ada beberapa KUA yang menurut dia jumlah penghulunya belum memadai. Seperti di KUA Matraman, Gambir, dan Cempaka Putih.

Di KUA Kramat Jati sendiri, Umar menyampaikan, ada empat penghulu dan jumlah ini sudah memadai. KUA Kramat Jati masuk tipologi A dengan jumlah pernikahan sekitar 120 dalam satu bulan. Jumlah empat penghulu di KUA Kramat Jati sudah sesuai dengan tipologinya, di mana rata-rata per bulan ada sekitar 120 pernikahan. 

"Jumlah pernikahan di sini sekitar 120. Nah pengaturan jumlah penghulunya diatur oleh kepala bidang Urais Kanwil Kemenag DKI Jakarta. Bukan kita yang mengatur. Kami di sini mengusulkan," tuturnya. 

Selain tipe A, ada KUA tipe B dengan jumlah pernikahan sekitar 75, dan KUA tipe C dengan jumlah pernikahan di bawah 50 setiap bulannya. Umumnya, KUA dengan tipologi C memiliki dua penghulu, termasuk kepala KUA. KUA dengan tipologi C kebanyakan berada di Jakarta Pusat, seperti Gambir, Cempaka Putih, dan Johar. Di Jakarta Timur sendiri tidak ada KUA tipe C, yang ada hanya tipe B dan C. 

KUA di Jakarta Timur dengan tipologi B yaitu KUA Matraman. Selain Matraman, seluruh KUA di Jakarta bertipologi A yakni di atas 100 pernikahan per bulan. Bahkan, di Cakung, jumlah pernikahannya di atas 300 per bulan sehingga jumlah penghulunya tentu di atas empat orang. 

Jumlah penghulu di setiap KUA diatur oleh Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) DKI Jakarta, yang membidangi urusan agama Islam (Urais). Pemenuhan jumlah penghulu disesuaikan dengan tipologi KUA. "Berapa jumlahnya disesuaikan dengan jumlah pernikahan di daerah kecamatan tersebut, dan diatur oleh kepala bidang Urais Kanwil Kemenag DKI Jakarta. Jadi kami di sini bertugas melayani berdasarkan itu," katanya.

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

Dalam kesempatan itu, Umar juga menjelaskan bagaimana cara kerja penghulu. Penghulu memberikan pelayanan pernikahan sesuai dengan waktu dan lokasi yang diinginkan. Satu orang penghulu rata-rata menikahkan 20 sampai 25 pasangan pengantin dalam satu bulan. Namun, ada bulan-bulan tertentu di mana banyak pasangan yang ingin melangsungkan pernikahan. Bulan-bulan ini ialah bulan yang mendekati musim ibadah haji dan Maulid Nabi Muhammad SAW.

"Kalau bulan Muharram, Ramadhan, Syawal, dan Safar itu sedikit, tidak lebih dari 100. Banyaknya di bulan haji dan bulan Maulid. Bahkan hampir di seluruh wilayah DKI. Tetapi kalau dipukul rata setiap bulannya selama satu tahun, memang di atas 100 pernikahan per bulan," jelasnya.

Strategi untuk mengantisipasi lonjakan pernikahan sudah diatur sejak pendaftaran. Staf di bagian pendaftaran memantau kapan waktu memasuki bulan haji dan bulan Maulid. Setelah itu, ketika ada yang mendaftar pernikahan, barulah diatur jam berlangsungnya akad pernikahan. Misalnya disepakati jam 8 pagi. Lalu disiapkan satu penghulu untuk melangsungkan akad pernikahan di jam tersebut.

Saat disepakati 8 jam pagi, maka artinya akad pernikahan berlangsung pada jam tersebut. Sehingga, jika pihak keluarga atau calon pengantin ingin mengadakan sambutan atau agenda Maulid sebelum akad pernikahan, maka harus diselenggarakan pada satu jam sebelumnya. Supaya pelaksanaan akad pernikahan berlangsung tepat waktu dan prosesi pernikahan pun berjalan dengan khidmat.

Ketepatan waktu tersebut juga agar penghulu tidak datang terlambat untuk menikahkan pasangan calon pengantin di tempat lain. Karena itu, secara teknis, para penghulu hanya boleh menikahkan satu pasangan dalam satu jam. "Tidak boleh dalam satu jam itu ada dua peristiwa nikah. Satu jam satu penghulu. Misalnya saya menikahkan di jam 8, terus terima lagi di jam 8.30, ini tidak bisa," paparnya.

 

Ketika banyak calon pasangan pengantin yang mendaftar pernikahan di hari yang sama dan di jam yang sama, misalnya di jam 8 pagi, dan semua penghulu di satu KUA itu sudah penuh, maka pernikahan tidak bisa dilangsungkan. Jika calon pengantin ingin di hari yang sama, maka waktu pernikahan dipindah ke jam 7 pagi, atau jam 9 pagi, atau jam 10 pagi, dengan jarak waktu satu jam. "Daripada ganti tanggal, mending jamnya geser," ujarnya.

 
Berita Terpopuler