Viral Guru di Semarang Hapus Make Up Siswi dengan Tisu Basah, Ini Penjelasan Pihak SMAN 1

Guru yang terekam dalam unggahan video tersebut diketahui bernama Hani Puji Astuti.

Republika/Bowo pribadi
Kegiatan rutin pemeriksaan barang bawaan siswa yang dilakukan oleh tim Satuan Tugas Pelaksana Pembinaan Kesiswaan (STP2K) di SMAN 1 Bergas, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, rabu (13/9).
Rep: Bowo Pribadi, Meiliza Laveda Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN — Sebuah video singkat yang merekam seorang guru sedang menghapus make up (tata rias wajah) beberapa siswinya dengan tisu basah menjadi viral di media sosial (medsos) beberapa hari terakhir. Aktivitas yang terekam dalam unggahan video tersebut terjadi di salah satu ruang kelas di SMAN 1 Bergas, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Baca Juga

Dari keterangan tertulis yang disematkan dalam unggahan video tersebut menjelaskan, tindakan sang guru dilakukan karena menganggap tatarias wajah siswi yang bersangkutan terlalu berlebihan. Sehingga unggahan video ini langsung mendapatkan banyak respons dari warganet.

Bahkan tidak sedikit komentar warganet yang memuji tindakan guru dan pihak sekolah terhadap peserta didiknya tersebut. Terkait dengan beredarnya video ini, Humas SMAN 1 Bergas, Larasati Saputri yang dikonfirmasi membenarkan jika rekaman video tersebut merupakan aktivitas yang direkam di lingkungan SMAN 1 Bergas.

Sedangkan guru yang terekam dalam unggahan video tersebut adalah Hani Puji Astuti, salah satu tim Satuan Tugas Pelaksana Pembinaan Kesiswaan (STP2K) di SMAN 1 Bergas.

“Tetapi itu direkaman pada tahun 2022 lalu dan diunggah ke media sosial baru-baru ini, hingga akhirnya direspons oleh warganet,” jelasnya, saat ditemui di SMAN 1 Bergas, Kabupaten Semarang, Rabu (13/9/2023).

Menurut Larasati, kegiatan yang direkam tersebut merupakan salah satu kegiatan pembinaan yang rutin di laksanakan di lingkungan SMAN 1 Bergas, yang mengacu pada tata tertib kesiswaan di lingkungan sekolah ini. Dengan tren remaja saat ini, anak- anak sekolah pun sekarang memakai tata rias wajah sudah berlebihan dan bahkan gurunya saja kalah. Ada yang memakai lipgloss (kilap bibir) dan lainnya sehingga tata rias mereka menjadi berlebih

“Padahal mereka sekolah untuk belajar,” jelasnya.

 

Koordinator STP2K SMAN 1 Bergas, Cipta Andi Sulistyawan mejelaskan, dalam rangka membangun karakter siswa, STP2K SMAN 1 Bergas telah memiliki program dan agenda rutin, mulai agenda harian, mingguan, bulanan, awal semester dan akhir semester. Terkait dengan agenda rutin, memang ada beberapa Kegiatan yang sifatnya diberikan pemberitahuan maupun tanpa pemberitahuan. Tujuannya, untuk mendisiplinkan semua peserta didik di sekolah.

Karena dari sekian tata tertib siswa yang telah disepakati dan menjadi acuan bagi pelaksanaan kegiatan belajar di lingkungan SMAN 1 Bergas ada ketentuan apa saja yang perlu dibawa dan benda/ barang apa saja yang tidak boleh dibawa oleh siswa di lingkungan sekolah. Salah satunya adalah penggunaan tata rias.

“Seperti dalam rekaman video tersebut, Ibu Hani sebagai tim STP2 K sedang melakukan pengawasan di kelas XI dan kejadiannya memang sudah berlangsung satu tahun yang lalu,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan, soal piranti kosmetik juga sudah ada ketentuannya dan hanya minyak wangi yang boleh dibawa siswa. Setiap hari, para guru juga melakukan pengawasan sejak dari gerbang masuk sekolah.

Sehingga setiap pagi, sebelum masuk kelas, sudah diantisipasi agar siswi yang memakai tata rias berlebih agar menghapus terlebih dahulu dengan tisu basah yang sudah disediakan. Alasannya, siswi datang ke sekolah untuk belajar dan bukan untuk berdandan.

Namun  setelah Covid-19 lalu, kebiasaan yang sudah berjalan nyaris diabaikan. Karena siswi ‘tertutup’ oleh masker. “Jadi siswi yang memakai tata rias berlebih, seperti lipstick tertutup oleh masker,” katanya

Wakil Kepala SMKN 1 Bergas Bidang Kesiswaan, Sutoyo menambahkan, tata tertib siswa yang berlaku di SMAN 1 Bergas sudah disepakati tidak hanya oleh siswa, namun juga orang tua siswa. Tujuannya agar seluruh peserta didik tertib dan disiplin selama berada di lingkungan sekolah dan diharapkan juga akan dilaksanakan setiap siswa di lingkungan keluarga.

Untuk penggunaan tata rias yang berlebihan, biasanya siswi diminta untuk membersihkan sendiri. Kebetulan saat direkam, ibu guru Hani sedang membantu membersihkan siswi sambil mengedukasi.

“Sehingga suasananya pun tetap mencair,” ungkapnya.

Menanggapi kasus ini, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan perlu diketahui terlebih dulu batasan penggunaan make-up. Sebab, tidak semua make-up dilarang.

Contohnya skincare, yang dibolehkan karena fungsinya untuk melindungi kulit, seperti pelembap dan tabir surya. Sedangkan make-up yang dilarang adalah yang bersifat dekoratif, bisa mengubah warna asli kulit.

"Untuk konteks usia anak justru berpotensi membahayakan kulit mereka. Jadi, sebenarnya tidak cocok karena mereka masih dalam pertumbuhan," kata Satriwan kepada Republika.co.id, Jumat (15/9/2023).

Di antara yang termasuk make-up dekoratif adalah blush on, mascara, pensil alis, dan sebagainya. Itu semua yang menonjol dari segi warna dan pigmen. 

Selain tidak baik dari segi kesehatan, penggunaan make-up juga akan menyebabkan ketidaksetaraan di antara siswa. Sebab, harga perlatan make-up terbilang mahal. 

"Make-up dekoratif ini mahal ya, jadi hanya anak yang mampu yang bisa menggunakannya. Di sisi lain, anak-anak yang tidak punya uang tidak beli sehingga tidak ada keseragaman dalam akses ke make-up. Ibarat baju seragam kenapa tidak bebas? Karena nantinya tiap anak menonjolkan baju sesuai ekonomi mereka," ujarnya.

Dia berharap sekolah tidak hanya melarang pemakaian make-up tetapi juga memberikan penjelasan kepada orang tua dan murid. Dia melihat selama ini, sekolah hanya membuat tata tertib tanpa menjelaskan penjelasan detail alasan aturan itu ada.

Selain itu, Satriwan juga mengimbau agar para guru tidak mempermalukan siswa di depan umum. Jika dilihat dari video yang beredar, guru tersebut langsung menghapus make-up siswinya di dalam kelas. Menurut dia, metode tersebut tidak edukatif. 

"Alangkah baiknya anak-anak dipanggil, dinasihati, dan diminta cuci muka terlebih dulu. Setelah itu baru disampaikan poin-poin aturan sekolah," ucapnya.

 
Berita Terpopuler