Marak Penularan HIV/AIDS Akibat Homoseksual di Aceh, Ini Kata Majelis Ulama

Penularan HIV/AIDS di Aceh Marak.

ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/hp.
Penularan HIV/AIDS di Aceh Marak. FOTO: HIV/AIDS. (ilustrasi)
Rep: Fuji E Permana Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Berdasarkan data yang disampaikan Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh, pengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (Aids) di Aceh dalam dua sampai tiga tahun terakhir didominasi oleh lelaki suka laki-laki (LSL) atau homoseksual bagian dari LGBT.  Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh juga menyampaikan keprihatinan atas meningkatnya kasus HIV dan Aids di Aceh.

Baca Juga

Sekretaris Komisi C bidang Dakwah, Generasi Muda dan Keluarga pada Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Ustadzah Rahmatillah Rasyidin menanggapi meningkatnya angka pengidap HIV dan Aids yang belakangan didominasi oleh LSL bagian dari LGBT.

"Kalau (menurut) ustadzah, jika kita katakan (peningkatan angka HIV dan Aids akibat LSL) itu sebagai fenomena, nampaknya terlalu indah, tapi itu bala yang kemudian terjadi," kata Ustadzah Rahmatillah saat diwawancarai Republika, Rabu (6/9/2023)

Ustadzah Rahmatillah menegaskan, kondisi meningkatnya angka HIV dan Aids akibat LSL itu merupakan suatu bala. Ketika terjangkit HIV, muncul penyakit dan segala macamnya, itu adalah bala sebagai konsekuensi dari hamba Allah yang melanggar hukum Allah SWT, itu hakikatnya. Orang-orang yang melanggar hukum Allah itu yang jadi masalahnya.

Ia menjelaskan, jika dikatakan ruang-ruang maksiat ditutup oleh hukum syariah, itu benar. Tetapi begitu banyak pintu maksiat yang dibuka oleh manusia siapapun itu, baik yang namanya lembaga swadaya masyarakat, NGO maupun lembaga hak asasi manusia (HAM) dan lain sebagainya. Mereka itu beramai-ramai mengeroyok ingin menghilangkan dan menghancurkan nilai-nilai keislaman.

Ustadzah Rahmatillah melihat LGBT awalnya dianggap sebagai trend. Artinya pemahaman masyarakat yang menganggap LGBT sebagai trend sejatinya mereka belum paham agama. Jika mereka sudah paham agamanya dan sudah ada penanaman nilai-nilai keislaman, tentu tidak akan menjadi LGBT dan terjangkit HIV.

"Karena di dalam Islam itu yang ingin dicerahkan kepada masyarakat adalah mengembalikan mereka kepada maqashid syariah yakni tujuan syariah, sekarang sebagian masyarakat itu belum paham dengan tujuan diadakannya syariah, tapi sudah dijejali dengan hak asasi manusia dan kesamaan hak," ujar Ustadzah Rahmatillah.

Ustadzah Rahmatillah menceritakan bahwa pernah mewawancarai seorang perempuan dari Aceh. Perempuan tersebut mengatakan bahwa dirinya pegiat pembela hak asasi perempuan yang bergerak di bidang untuk membela hak-hak orang-orang penyuka sesama jenis. Menurut perempuan itu, penyuka sesama jenis memang diciptakan seperti itu.

"Oh tidak, itu satu kesalahan (berpikir), pahami kenapa Sang Pencipta mendeklar bahwa kita (manusia) diciptakan laki-laki dan perempuan dan saling ada kecenderungan menyukai satu dengan yang lain, Sang Pencipta mengatakan laki-laki dan perempuan itu berbeda," jelas Ustadzah Rahmatillah. 

Ustadzah Rahmatillah menegaskan, manusia harus dicerahkan bahwa manusia harus mendahulukan hukum Allah. Pahami dulu Islam, baru kemudian boleh menjelajah ilmu-ilmu yang lain. Tapi hari ini dianggap bahwa masalah pemahaman agama itu masalah pribadi, tidak boleh dicampuri oleh negara dan lembaga yang lain.

Akhirnya, muncul angka HIV dan Aids akibat LSL karena ruang untuk mereka terbuka. Padahal hukum agama menutup ruang untuk penyakit itu, sementara yang lain banyak yang mendobrak pintu yang ditutup oleh agama.

Ustadzah Rahmatillah mengingatkan, jika ayat-ayat Alquran diobok-obok dan menggugat aturan-aturan yang sudah diciptakan oleh Allah. Makanya yang terjadi ketika adalah sikap melawan Sang Pencipta. "Maka tunggulah kehancuran dan bala yang akan ditimpakan," ujarnya.

Untuk mengantisipasi penyebaran HIV dan Aids lebih luas termasuk membendung pengaruh LGBT, Ustadzah Rahmatillah mengingatkan, MPU sebagai mitra pemerintah untuk mengeluarkan fatwa di bidang keagamaan dan bidang kemasyarakatan. Maka selayaknya pemerintah mengindahkan setiap fatwa yang dikeluarkan MPU. 

Ustadzah Rahmatillah mengatakan, MPU sudah mengkaji dan membuat fatwa, kemudian sudah melakukan sidang paripurna dan berijtihad sebatas kemampuan MPU dengan izin Allah SWT. Begitu sudah keluar fatwa dari MPU dan diserahkan kepada pemerintah, kemudian dianggap sebagai angin lalu oleh pemerintah, jangan sampai itu.

Kepada masyarakat, Ustadzah Rahmatillah mengingatkan, sama seperti peringatan yang disampaikan para Nabi dan Rasul dulu, ketika umatnya sudah begitu hancur dan parah. Maka kalimat yang disampaikan para Nabi dan Rasul adalah bertakwalah kepada Allah.

"Dan kembalilah ke jalan Allah dengan sebesar kemampuan apapun, dengan usaha maksimal dari setiap kita, jangan mendahulukan hukum-hukum lain dibandingkan dengan hukum Allah, karena dengan hukum Allah itu akan mendapatkan kemaslahatan di dunia saat ini dan masa yang akan datang," kata Ustadzah Rahmatillah.

Ustadzah Rahmatillah menambahkan, apa yang dilakukan manusia hari ini berdampak kepada generasi mendatang. Apa yang dilakukan manusia sekarang bisa menjadi amal jariyah dan bisa menjadi dosa jariyah. 

Sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh mencatat pengidap HIV dan Aids di Aceh mencapai 2.021 kasus di antaranya penderita HIV sebanyak 1.270 kasus dan Aids sebanyak 751 kasus.

 

Menurut Dinkes Aceh, faktor utama penularan penyakit HIV dan Aids di Aceh adalah seks bebas, penularan dari ibu hamil ke bayi, pengguna narkoba, penggunaan jarum suntik yang sama dan berulang. Selain itu, dalam dua sampai tiga tahun terakhir ini kasus HIV dan Aids di Aceh terbanyak didominasi oleh LSL atau homoseksual.

 
Berita Terpopuler