Anak dan Harta adalah Ujian Bagi Manusia

Tidak sedikit manusia berani melanggar ketentuan agama karena cinta yang berlebihan.

Republika/Wihdan Hidayat
Anak-anak bermain di jalur pedestarian tanggul pantai Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, Senin (29/8/2023). Cilincing kini memiliki wajah baru di sisi Utara dengan selesainya pembangunan tanggul Pantai dengan panjang 3,5 kilometer. Setiap sore kawasan ini menjadi ramai dengan anak-anak yang bermain atau warga yang melepas lelah di tepian tanggul. Tanggul yang pembangunnya menelan Rp 300 miliar ini bertujuan untuk mencegah banjir rob di kawasan Cilincing.
Rep: Andrian Saputra Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manusia akan diuji dengan berbagai hal termasuk dengan anak keturunannya dan hartanya. Misalnya saja, Nabi Nuh diuji dengan anaknya Kan'an yang tak mau mengikuti seruan Nabi Nuh untuk taat pada Allah Ta'ala dan masuk pada golongan orang-orang yang naik dalam bahtera Nabi Nuh.

Lain lagi dengan Nabi Sulaiman yang diberikan anugerah kekuasaan, kekuatan, dan kekayaan yang melimpah. Nabi Sulaiman dapat mengendalikan kekuasaan dan kekayaannya itu sehingga tidak sedikit pun mengganggu ketaatannya pada Allah Ta'ala. Bahkan wasilah kekuasaannya itu, ia mengajak putri Bilqis untuk memeluk Islam.

Terlepas dari kisah-kisah itu, bahwa cinta terhadap harta dan anak adalah cobaan bagi setiap hamba. Bila seorang hamba tak bisa berhati-hati dalam menyikapi harta dan anak-anaknya yang sejatinya semata-mata merupakan titipan dari Allah SWT akan mendatangkan bencana.

Baca Juga

Tidak sedikit manusia karena cintanya yang berlebihan kepada harta dan anaknya hingga berani melanggar ketentuan dalam agama. Allah berfirman dalam Alquran surah at-Tagabun ayat 15.

اِنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ  ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ

Artinya: Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar.

Memiliki harta banyak sebenarnya...

Memiliki harta banyak sebenarnya akan mendatangkan ujian dan bencana lebih besar. Bila manusia dapat menggunakan hartanya dengan maslahat yakni untuk menggapai keridhaan Allah niscaya harta tersebut akan menyelamatkannya. Sedang bila harta yang dimiliki justru digunakan untuk maksiat pada Allah maka harta itu akan menjadi bencana baik di dunia maupun di akhirat.

Allah berfirman dalam surat Al Alaq:

كَلَّآ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَيَطْغٰىٓ ۙ  ٦  اَنْ رَّاٰهُ اسْتَغْنٰىۗ  ٧

Artinya: Sekali-kali tidak. Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup. (Al Alaq 6-7)

Dalam sebuah hadits disebutkan

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَـةً وَإِنَّ فِتْنَـةَ أُمَّتِيْ اَلْمَالُ. (رواه أحمد والترمذي والطبراني والحاكم عن كعب بن عياض)

Artinya: Sesungguhnya bagi tiap-tiap umat ada cobaan dan sesungguhnya cobaan umatku (yang berat) ialah harta, (HR Aḥmad, AT Tirmizi, At Tabrani, Hakim dari Ka'ab bin Iyad)

Kalau manusia dapat menahan diri, tidak akan berlebihan cintanya kepada harta dan anaknya, jika cintanya kepada Allah lebih besar daripada cintanya kepada yang lain, maka ia akan mendapat pahala dan kebahagiaan abadi di akhirat.

 
Berita Terpopuler