Muslim Swedia dan Kekhawatiran Islamofobia

Insiden pembakaran Alquran membuat komunitas Muslim semakin merasa tidak aman.

EPA-EFE/STEFAN JERREVANG
Polisi turun tangan di tempat kejadian di mana seorang pria membakar Alquran di luar masjid di Stockholm, Swedia, 28 Juni 2023.
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak awal 2023, Swedia telah menyita perhatian banyak pihak dengan aksi pembakaran Alquran. Hal ini dimulai dengan tindakan seorang politikus sayap kanan Erasmus Paludan pada Januari.

Pembakaran Alquran berulang Juni lalu oleh Salwan Momika, seorang imigran asal Irak. Berdasarkan data dari Findeasy, jumlah populasi Swedia pada 2022 adalah 10.549.347 orang. Angka ini diperkirakan akan bertambah pada 2023 menjadi 10,6 juta.

Baca Juga

Dari angka tersebut, jumlah warga yang memeluk agama Islam disebut menjadi terbanyak kedua atau dua persen dari populasi. Adapun di posisi pertama merupakan Kristen dengan 64 persen populasi. Sementara untuk Budha, Hindu dan Yahudi, jumlahnya kurang dari satu persen.

Dilansir dari dokumen resmi negara Swedia, berjudul Sweden 2022 International Religious Freedom Report, 8,1 persen populasi Muslim tinggal di daerah perkotaan Malmö, Stockholm, dan Gothenburg. Data ini didapat dari perkiraan Pew Research Center 2016.

Seperti negara Eropa lainnya, Muslim yang ada di Swedia mayoritas merupakan imigran dari negara lain. Pew Research Center menyebut setidaknya ada tiga skenario yang menjadi pemicu naiknya populasi Muslim di Eropa.

Skenario pertama adalah Skenario Zero. Skenario ini memperkirakan jumlah Muslim di Eropa meningkat 4,9 persen hingga 7,4 persen, atau mencapai sekitar 36 juta pada 2050, jika migrasi ke Eropa dihentikan.

Selanjutnya adalah Skenario Moderat yang mengansumsikan arus pengungsi telah berhenti. Namun, kaum imigran tetap berdatangan selain karena melarikan diri dari perang, juga terjadi ketidakstabilan di negaranya.

Kondisi ini disebut...

Kondisi ini disebut akan berdampak pada meningkatnya jumlah umat Islam di Eropa hingga 11,2 persen atau sekitar 59 juta jiwa pada 2050. Terakhir adalah Skenario Tinggi, yaitu masuknya kaum imigran yang mayoritas muslim ke Eropa terus mengalami peningkatan pada 2014-2016. Kedatangan mereka bahkan tidak terbendung tanpa batas waktu.

Karena itu, jumlah umat Islam pun semakin naik secara drastis, hingga mencapai 14 persen atau 75 juta jiwa di Eropa pada 2050. Jumlah tersebut hampir tiga kali lipat dari angka yang ada saat ini.

Terkait aksi pembakaran yang terjadi berulang di Swedia, hal ini tampaknya juga mempengaruhi kehidupan Muslim setempat. Dalam wawancara di akun Youtube TRT World, seorang warga bernama Haki Korkmaz asal Turki menyebut hidupnya semakin tidak nyaman.

"Tidak diragukan lagi, kami merasa tidak nyaman. Secara umum, mayoritas masyarakat Turki merasa tidak nyaman dan terganggu di sini," ucap dia.

Jika melihat kembali apa yang telah terjadi selama 10 tahun terakhir, pria yang telah tinggal di Swedia selama 45 tahun ini menyebut rasa tidak nyaman itu kini telah mencapai puncaknya. Di sisi lain, kohesi sosial disebut memburuk karena krisis biaya hidup Eropa juga semakin memburuk.

Adanya insiden pembakaran Alquran disebut semakin membuat komunitas Muslim, utamanya imigran, semakin merasa tidak aman di negara tersebut. Dengan diberlakukannya undang-undang dan praktik anti-demokrasi terhadap orang asing, membuat mereka merasa suatu hari mereka akan diusir secara tiba-tiba.

Perihal Islamofobia...

Perihal Islamofobia di negara tersebut, seorang Muslim lainnya bernama Turgut Korkmaz juga menyebut hal ini adalah masalah yang terus tumbuh. Ada ketakutan tersendiri yang dirasakan oleh Muslim di Swedia.

"Kami memiliki masjid di lingkungan kami. Namun, kami khawatir suatu saat ada pihak yang tidak bertanggung jawab datang dan merusaknya," ujar dia.

Sejumlah insiden terkait Islamofobia juga dilaporkan dalam dokumen resmi Swedia pada 2022. Salah satunya adalah rusaknya 33 kuburan Kristen Ortodoks dan Muslim di Malmö, oleh orang tidak dikenal.

Tidak hanya itu, laporan bulan Maret oleh The Equality Ombudsman (DO) menemukan sebagian besar diskriminasi berdasarkan agama terjadi di tempat kerja. Sebanyak 100 dari 250 kasus yang dipilih secara acak disebut mempengaruhi umat Islam.

Pada 14-17 April 2022, kerusuhan terjadi di enam kota, sebagai tanggapan atas demonstrasi anti-Muslim yang ternyata dipimpin oleh Rasmus Paludan. Paludan, selaku pemimpin partai Garis Keras Denmark, mendapat izin mengadakan beberapa demonstrasi termasuk membakar Alquran, sebagai bagian dari tur pemilu yang ia lakukan selama Ramadhan.

 
Berita Terpopuler