Benarkah Ibu Hamil dengan Mata Minus tidak Boleh Lahiran Normal?

Melahirkan secara normal disebut bisa memicu kebutaan pada ibu dengan mata minus.

Republika/Desy Susilawati
Perempuan dengan mata minus (Ilustrasi). Anggapan bahwa ibu hamil dengan mata minus tidak boleh melahirkan normal itu adalah mitos.
Rep: Desy Susilawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak informasi beredar bahwa ibu hamil yang memiliki mata minus tidak boleh melahirkan normal. Kabarnya , melahirkan normal dengan mata minus bisa sebabkan kebutaan. Apakah benar demikian?

Baca Juga

 

 

Dokter spesialis kedokteran keluarga layanan primer, Marshell Timotius Handoko, menjelaskan anggapan bahwa ibu hamil dengan mata minus tidak boleh melahirkan normal itu adalah mitos. Yang benar, menurut dr Marshell, adalah mata minus tinggi itu lebih berisiko mengalami kebutaan akibat persalinan.

"Secara data dikatakan di atas minus enam," ujar dr Marshell dalam Mums Festival, di Jakarta, Sabtu (29/7/2023).

 

 

Dokter Marshell menjelaskan dalam persalinan normal, ibu harus mengejan. Saat mengejan, ibu tidak boleh menutup mata karena ada tekanan yang bisa mendorong ke belakang bola mata, yaitu retina.

Kalau memang punya kelainan pada retina atau masalah pada retina, maka bisa terjadi perlukaan atau robek. "Dan apa akibatnya? Terjadi yang namanya kebutaan," ujarnya.

 

Dokter Marshell mengatakan mata adalah jendela hidup manusia. Sekalipun di operasi, perlukaan pada retina tidak bisa kembali 100 persen normal.

 

 

Oleh karena itu, perempuan yang berencana hamil, sedang hamil, atau sebentar lagi melahirkan, disarankan melakukan pemeriksaan retina karena ada risiko kebutaan. Dokter Marshell menjelaskan retina terletak dibagian belakang bola mata.

Di sana terdapat saraf dan pembuluh darah yang bercabang langsung ke otak. Kalau terjadi masalah pada retina, maka akan terjadi kebutaan permanen, tidak bisa dipulihkan kembali 100 persen normal.

 

 

Mata semakin lonjong

Seseorang yang matanya minus tinggi, lanjut dr Marshell, maka dalam jangka waktu panjang, bola mata cenderung lonjong. Retina yang terletak di belakang mata akan tertekan, sehingga rapuh dan terjadi perlukaan.

Kalau terjadi perlukaan maka akan terjadi kebutaan. Dokter Marshell menjelaskan pemeriksaan retina tidak hanya untuk ibu hamil saja, tapi untuk semua orang, termasuk pria.

Retina yang bermasalah tidak memberikan gejala sama sekali sampai kerusakan sedang ke berat. Kalau rusaknya ringan tidak ada gejala.

"Bahayanya sewaktu-waktu tiba-tiba terjadi kebutaan."

 

Skrining retina deteksi penyakit lain 

 

Skrining pada retina tidak hanya mendeteksi gangguan atau penyakit pada mata. Lewat retina berbagai macam jenis penyakit bisa dideteksi.

Retina bisa menunjukkan kelainan sistemik pada tubuh kita. Penyakit yang paling banyak menyebabkan kerusakan retina adalah diabetes, hipertensi, glukoma, mata minus tinggi, penyakit kronis seperti autoimun danpenyakit sistemik lainnya.

"Peradangan terus menerus sebabkan retina rapuh dan mudah rusak," ujarnya.

 

 
Berita Terpopuler