Milad MUI ke-48: Meneguhkan Khidmah untuk Keumatan dan Kebangsaan

MUI terus berkhidmah menginspirasi bangsa dengan kearifan Islam.

Republika/Havid Al Vizki
Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Red: Erdy Nasrul

Oleh : Dr Amirsyah Tambunan, Sekjen MUI Pusat 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memasuki usia ke-48 tahun sejak berdiri tanggal 26 Juli 1975. Dalam kurun waktu 48 tahun ini, MUI terus berkhidmat melakukan kerja nyata.

Baca Juga

Di antaranya dengan memperkuat jati diri MUI sebagai pelindung umat (himayatul ummat) dan pelayan umat (khodimul ummat) sehingga terwujud penguatan umat (taqwiyatul ummah). Perlindungan umat dari paham dan kayakinan yang menyimpang (sesat).

Untuk itu, MUI mengemban amanah meluruskan pemahaman terkait teks dan konteks ayat seperti dalam firman-Nya:

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً

"Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan." (QS Al Anbiya ayat 35)

Alasan berbuat buruk karena keliru memahami teks ayat ini, dan tidak tidak memahami konteksnya. Ketika manusia diuji dengan kebaikan dan keburukan, mestinya memperkuat kesabaran dengan keimanan sehingga tetap taat kepada Allah.

Karena itu, teruslah memperkuat keimanan untuk meraih hidayah Allah sebagaimana ditegaskan dalam Surat Hud Ayat 118:

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ

"Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat." Dalam tafsir Ibnu Katsir, disebutkan, Allah memberi kabar, bahwa Allah mampu untuk menjadikan manusia semuanya menjadi satu umat, baik dalam keimanan.

Selanjutnya ialah mengendalikan  hawa nafsu dan menghindari prasangka dan tidak mengikuti jalan yang sesat. Ketiga, yaitu mencegah fanatik golongan dan juga menghindari tasyabbuh kepada orang yang kufur serta kagum pada cara beragama mereka dan kagum jika berkumpul bersama mereka.

Keempat, menghindari taqlid  dalam mengamalkan ajaran agama. Sebagaimana perkataan mereka:

بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا

"Kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (QS Al Baqarah ayat 170)

Kelima, mengantisipasi agar tidak mengamalkan agama dan firqah-firqah sesat serta menggunakan akal pikiran yang sehat. Keenam, mencegah sikap berbantah-bantahan dalam masalah agama seperti hal-hal tentang Allah atau tentang Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tanpa didasari ilmu.

Ketujuh, dalam mengambil sumber ilmu agama bersumber dari Alquran dan As-Sunnah serta ijma' ulama. 

Penguatan peran kebangsaan

Lihat halaman berikutnya >>>

 

Kehadiran MUI untuk memperkuat ummat (taqwiyatul ummah) selain menjaga keyakinan umat, juga harus memperkuat umat dalam bidang ekonomi, politik dan sosial-budaya dalam penegakan hukum. Hal ini dapat dilakukan bermitra dengan pemerintah (shodiqul hukumah).

Untuk itu MUI telah memberikan kontibusi yang bersifat strategis dalam sertifikasi halal, dunia pendidikan, hukum, sosial-pilitik, ekonomi dan keuangan syariah guna memperkuat prekonomian nasional. Hingga kini ekonomi dan keuangan syariah telah berkontribusi 7 persen kepada pengembangan ekonomi nasional.

Tentu dalam Milad ke-48 ini, MUI bertekad agar ekonomi keuangan syariah di Indonesia tumbuh dan berkembang dimulai sejak dimunculkannya kebijakan Menteri Keuangan pada Desember 1983. Paket Desember (Pakdes) inilah yang memberikan kesempatan pada lembaga perbankan di Indonesia untuk dapat memberikan program pembiayaan dengan bagi hasil.

Kemudian pada tahun 1988 dibuatkanlah sebuah fakta integritas yang isinya adalah memberikan kemudahan untuk mendirikan bank-bank baru. Pakta ini menimbulkan konsekuensi terhadap pendirian untuk bank syariah dengan jumlah kenaikan yang cukup signifikan.

Pada tahun 1991 mulai didirikan sebuah bank yang menggunakan prinsip syariah yakni Bank Muamalat Indonesia (BMI). Berdirinya bank tersebut dilatarbelakangi rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Untuk itulah sampai sekarang Bank Muamalat (BMI), yang kita ketahui, menggunakan prinsip yang sama yakni bagi hasil.

Penerapan ekonomi syariah di Indonesia bukanlah memusatkan perekonomian nasional ke arah satu ideologi saja yakni agama Islam. Namun, sistem ini sudah berkembang cukup lama di negara-negara lain.

 

Sistem ekonomi syariah kemudian berkembang secara pesat di kalangan masyarakat Indonesia berdasarkan Fatwa DSN MUI yang hingga kini telah menerbitkan lebih dari 153 Fatwa dengan dukungan umat Islam demi Indonesia yang berkemajuan.

 
Berita Terpopuler