Kejagung Pecat Tiga Jaksa Terima Suap Terkait Tambang Ilegal Nikel di Konawe Utara

Kasus tambang ilegal nikel di Konawe Utara diduga rugikan negara hingga Rp 5,7 T.

Republika/Prayogi
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana memberikan keterangan. Belakangan Kejagung memecat tiga jaksa penerima suap terkait tambang ilegal nikel. (ilustrasi)
Rep: Bambang Noroyono, Nawir Arsyad Akbar Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengkonfirmasi telah memecat Raimel Jesaja selaku Direktur Ekonomi dan Keuangan pada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel). Pemecatan tersebut lantaran mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) itu terbukti di pengawasan internal menerima suap terkait pengurusan tambang nikel ilegal di Konawe Utara, Sultra.

Baca Juga

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) di Kejakgung Ketut Sumedana mengatakan, selain Raimel dalam kasus yang sama, lembaga penuntutan negara itu juga mencopot jabatan dua jaksa lainnya. Ketut menerangkan, pemecatan Raimel sudah melalui fungsi pengawasan internal di Kejakgung. Dan hasilnya, kata Ketut, Raimel terbukti melakukan pelanggaran berat penerimaan suap.

“Kami sudah pernah merilis terkait dengan pelanggaran disiplin berat dari oknum jaksa tersebut. Ada tiga orang jaksa. Dan satu jaksa (Raimel) bukan hanya dicopot dari jabatan strukturnya, tetapi status jaksanya juga dicopot,” kata Ketut, Selasa (25/7/2023).

Sementara dua jaksa lainnya, kata Ketut, mendapatkan sanksi disiplin berat berupa penundaan kenaikan pangkat. Namun, Ketut menolak menyebutkan dua identitas jaksa lainnya yang terlibat dalam skandal suap tersebut. Ketut hanya menyampaikan, dua jaksa lainnya itu adalah Asisten Tindak Pidana Khusus, dan Koordinator Tindak Pidana Khusus di Kejati Sultra.

“Jadi tiga orang oknum jaksa sudah mendapatkan hukuman yang berat, dan sedang yang saya tidak dapat menyampaikan secara gamblang, karena itu data yang saya peroleh dari pengawasan,” begitu ujar Ketut. 

Ketut melanjutkan, terungkapnya kasus penerimaan suap yang menyeret tiga jaksa tersebut terjadi saat Raimel menjabat sebagai Kejati Sultra. Kasus tersebut, pun dikatakan dia, terus didalami dalam penyidikan.

Ada dugaan kasus tersebut terkait dengan pembekingan perusahaan-perusahaan di Blok Mandiodo yang terlibat dalam perkara korupsi dan saat ini dalam penyidikan. Terkait kasus korupsi tersebut, diduga melibatkan PT Lawu Agung Mining (LAM) dan PT Aneka Tambang (Antam). Dalam kasus pokok tersebut, tim penyidikan gabungan Jampidsus dan Kejati Sultra sudah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka.

 

 

 

Pada Senin (24/7/2023) malam, Kejagung merilis dua tersangka dari penyelenggara negara di Kementerian Enerji dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM). Yaitu, SM yang ditetapkan tersangka selaku Kepala Geologi Kemen ESDM, dan EVT ditetapkan tersangka terkait perannya sebagai Evaluator Kerja dan Anggaran Biaya Kemen ESDM.

Pekan lalu penyidik gabungan kejaksaan juga melakukan penangkapan terhadap Ofan Sofwan (OS) selaku Direktur Utama (Dirut) PT LAM, dan Windu Aji Sutanto (WAJ) selaku owner, atau pemilik dari PT LAM. Tiga tersangka lainnya, yakni inisial AA selaku Dirut PT Kabaena Kromit Pratama.

Tersangka HW selaku General Manager PT Antam Unit Bisnis Pertambangan Nikel Konawe Utara. Dan tersangka GL selaku Pelaksana Lapangan PT LAM.

Terkait dengan tersangka Windu Aji, pun saat ini dalam pendalaman di Jampidsus menyangkut perannya sebagai makelar kasus. Nama Windu Aji terseret arus penerimaan uang korupsi BTS 4G BAKTI di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Windu Aji disebut oleh terdakwa Irwan Hermawan (IH) menerima Rp 75 miliar untuk membantu upaya menutup penyidikan kasus korupsi yang merugikan negara Rp 8,03 triliun itu.

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengapresiasi langkah Kejagung yang menetapkan Windu Aji Sutanto selaku pemilik dari PT Lawu Agung Mining (LAM) sebagai tersangka terkait dugaan tambang ilegal nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Dari tindakan ini, kejaksaan menyebut bahwa negara mengalami kerugian sebesar Rp 5,7 triliun.

Ia mengatakan, Kejagung pantas mendapatkan penghargaan atas kinerjanya tersebut. Selanjutnya, ia meminta lembaga yang dipimpin ST Burhanuddin itu untuk terus melakukan pengembangan kasus lebih jauh.

"Saya minta, pengembangan kasus tidak berhenti sampai di sini. Baik dari segi jumlah tersangka hingga indikasi aliran dana pencucian uang, wajib dibongkar semuanya," ujar Sahroni lewat keterangannya, Senin (24/7/2023).

"Lacak siapa saja yang menerima dana hasil kejahatan ini," sambungnya menegaskan.

Tidak menutup kemungkinan, Kejagung di tengah pengusutannya akan dihadapkan oleh berbagai macam hambatan. Karenanya, ia menegaskan komitmennya untuk mendukung Kejagung dalam mengusut kasusnya hingga tuntas. 

"Saya minta Kejakgung untuk tidak goyah dan mundur sedikit pun, ini kasus besar dan tentu anginnya juga besar. Karenanya kami di Komisi III berkomitmen untuk mengawal dan mendukung terus kejaksaan dalam mengusut kasus ini," ujar Sahroni.

 

Anatomi Bakti Kasus Kemenkominfo - (Republika)

 
Berita Terpopuler