Warga Garut Jadi Debitur dan Punya Utang, PNM Investigasi Ketua Kelompok 

Ketua kelompok program PNM disebut berperan untuk pengajuan pinjaman.

Republika/Musiron
(ILUSTRASI) Utang debitur.
Rep: Bayu Adji P Red: Irfan Fitrat

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT — PT Permodalan Nasional Madani (PNM) tengah menginvestigasi kasus ratusan warga Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang merasa tiba-tiba menjadi debitur dan mempunyai utang. Terkait persoalan itu, PNM juga akan mendalami peran ketua kelompok.

Baca Juga

Kasus tersebut dialami warga Desa Sukabakti, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut. Corporate Secretary PNM L Dodot Patria mengaku prihatin dengan permasalahan yang dialami warga tersebut. Ia memastikan PNM melakukan penanganan untuk menyelesaikan kasus itu. “Kami memiliki komitmen untuk bisa menyelesaikan dengan baik,” kata dia di Kabupaten Garut, Kamis (20/7/2023).

Menurut Dodot, PNM tengah melakukan proses investigasi dan verifikasi data warga yang merasa tiba-tiba menjadi debitur dan mempunyai utang. Hasil investigasi itu nantinya dijadikan dasar bagi PNM untuk melakukan langkah selanjutnya.

Berdasarkan hasil investigasi sementara, ada beberapa temuan yang akan didalami. Salah satunya terkait peran ketua kelompok program PNM untuk memperoleh pinjaman.

Dodot menjelaskan, sekitar dua tahun ke belakang, PNM memberikan peran yang cukup besar kepada ketua kelompok. Dalam hal ini, ketua kelompok diberikan tugas untuk mengurus proses administrasi dalam mengajukan pinjaman kepada PNM.

Peran ketua kelompok itu disebut penting karena pemberian pinjaman kepada debitur dilakukan secara berkelompok. Dalam kelompok itu, seorang ketua diberikan kepercayaan untuk membantu anggota berusaha, memberikan edukasi dan literasi.

“Karena selama pandemi kami tidak bisa masuk ke desa. Jadi, ada peran ketua kelompok yang membantu proses administrasi,” ujar Dodot. 

Kendati demikian, PNM tidak terburu-buru memastikan pihak yang bertanggung jawab atas kasus yang dialami warga Sukabakti. PNM masih akan terus melakukan investigasi, termasuk di kalangan internal. “Ini akan jadi pembelajaran untuk melakukan pembenahan monitoring,” kata Dodot.

Mekanisme pencairan pinjaman

Dodot menjelaskan, pada dasarnya pencairan pinjaman PNM tak bisa serta-merta dilakukan tanpa adanya orang yang bersangkutan. Menurut dia, mekanisme pencairan itu harus dilakukan langsung kepada debitur. 

Sebelum memproses pinjaman, calon debitur harus menyerahkan dokumen berupa surat keterangan, kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) asli. Setelah itu diterima, calon debitur akan dikumpulkan untuk melakukan verifikasi.

“Saat verifikasi pinjaman, itu data asli. Itu didokumentasi. Dalam proses pencairan, harus ada dokumen asli dan orangnya. Itu dilakukan secara berkelompok,” kata Dodot.

 

 

Dalam kasus warga Desa Sukabakti, proses verifikasi itu yang sedang diinvestigasi lebih lanjut. Saat ini, PNM masih dalam tahap pengumpulan data.

“Setelah itu, kami akan melakukan tindak lanjut sesuai ketentuan yang ada. Termasuk pendalaman kemungkinan yang ada. Kalau nanti potensi hukum, kami akan lihat hasil verifikasi dan investigasi secara keseluruhan,” kata Dodot.

Penanganan di lapangan

Dodot mengatakan, pihaknya sudah turun ke lapangan sejak beberapa hari lalu untuk melakukan penanganan. Hal itu dilakukan untuk melakukan verifikasi langsung kepada masyarakat yang mengadu sebagai korban.

“Sejak tanggal 11 (Juli) kami sudah melakukan komunikasi dengan kepala desa Sukabakti dan masyarakat di sana,” kata dia.

Proses verifikasi itu dilakukan dengan cara melakukan interviu kepada setiap warga yang merasa menjadi debitur PNM secara tiba-tiba. Dari hasil itu, PNM akan melakukan pencocokan data.

“Kita akan lihat per debitur. Pola ini akan digunakan untuk menyelesaikan ke masing-masing masyarakat yang terkena dampak,” kata Dodot. 

Menurut Dodot, data warga yang menjadi korban masih dinamis. Pasalnya, tim di lapangan masih terus melakukan verifikasi. “Hingga kemarin, total yang bisa diverifikasi adalah 299 orang. Itu adalah hasil pengaduan dan sudah dikroscek dengan data di kami,” kata dia.

Saat disinggung mengenai potensi kerugian, Dodot masih belum bisa memastikannya. Namun, rata-rata setiap debitur menerima pinjaman sekitar Rp 2 juta. “Potensi kerugian masih dihitung karena data masih bergerak,” ujarnya.

 
Berita Terpopuler