60 Lembaga HAM Desak AS Selidiki Pembunuhan Jurnalis Palestina Shireen Abu Akleh

Abu Akleh ditembak dan dibunuh saat meliput invasi militer Israel ke kamp Jenin.

Tim infografis Republika
Shireen Abu Akleh
Rep: Kamran Dikarma Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Lebih dari 60 organisasi hak asasi manusia (HAM) di Amerika Serikat (AS) mendesak Kongres AS meloloskan rancangan undang-undang (RUU) Justice for Shireen Act. RUU tersebut bertujuan mewajibkan Washington menyelidiki kasus pembunuhan jurnalis Aljazeera berkebangsaan Amerika-Palestina Shireen Abu Akleh di Jenin, Tepi Barat, pada Mei 2022 lalu.

Baca Juga

Dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA, Rabu (19/7/2023), dalam sebuah surat bersama, lebih dari 60 organisasi HAM di AS memperbarui seruan mereka kepada anggota Kongres AS untuk mendukung RUU Justice for Shireen Act. RUU tersebut, yang diperkenalkan oleh anggota Kongres Andre Carson, akan meminta Biro Investigasi Federal (FBI) dan Departemen Luar Negeri (Deplu) AS untuk secara terbuka melaporkan keadaan seputar kematian Shireen Abu Akleh.

“Lebih dari setahun yang lalu, jurnalis Palestina-Amerika Shireen Abu Akleh ditembak dan dibunuh saat melaporkan invasi militer Israel ke kamp pengungsi di Jenin di Tepi Barat yang diduduki. Ini diterima secara luas oleh banyak media dan lembaga HAM, berdasarkan tersedia kesaksian saksi dan analisis video serta audio forensik, bahwa Shireen Abu Akleh dibunuh oleh seorang tentara Israel. Kami berduka atas pembunuhan Shireen Abu Akleh dan memperbarui seruan kami untuk keadilan dan pertanggungjawaban atas kematiannya," demikian bunyi surat bersama tersebut.

Lembaga HAM AS yang bergabung dalam seruan bersama tersebut antara lain Friends Committee on National Legislation, Americans for Justice in Palestine Action, Center for Constitutional Rights (CCR), Democracy for the Arab World Now (DAWN), U.S. Campaign for Palestinian Human Rights, Amnesty International USA, Reporters Without Borders, Committee to Protect Journalists (CPJ), Churches for Middle East Peace (CMEP), If Not Now, Defense of Children International – Palestine (DCIP), Oxfam America, Project on Middle East Democracy (POMED), Arab American Institute, Human Rights Watch, Win Without War, Center for Civilians In Conflict (CIVIC), dan lainnya.

"Kami, organisasi yang bertanda tangan di bawah ini, meminta Kongres dan pemerintahan (Presiden Joe) Biden untuk mendukung Justice for Shireen Act (usulan) Andre Carson untuk meminta pelaporan yang diperlukan kepada Kongres oleh Deplu (AS) dan FBI dalam upaya mempelajari semua pertanyaan yang belum terjawab yang mengarah ke, selama, dan setelah tembakan fatal yang membunuh Abu Akleh. Selain itu, RUU ini memerlukan identifikasi individu dan entitas yang melakukan, berpartisipasi, atau terlibat, atau bertanggung jawab atas kematian Shireen Abu Akleh; dan setiap bahan atau layanan pertahanan AS yang terlibat dalam kematian Abu Akleh," tulis organisasi-organisasi HAM tersebut dalam suratnya.

Mereka menambahkan, beberapa media terkemuka, termasuk Aljazeera, CNN, Washington Post, dan New York Times, serta Kantor Hak Asasi Manusia PBB, telah melakukan penyelidikan ekstensif atas kematian Shireen Abu Akleh menggunakan berbagai sumber, termasuk saksi, kesaksian ahli, dan bukti visual. Semua media itu menyimpulkan hal serupa, yakni tidak ada tembakan dari anggota kelompok perlawanan Palestina di Jenin yang mengarah ke Abu Akleh. Media-media tersebut pun mengungkap banyak bukti bahwa seorang tentara Israel bertanggung jawab atas kematian Abu Akleh.

“Pembunuhan Shireen Abu Akleh adalah bagian dari pola sistemik pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Palestina dan kebebasan pers oleh militer Israel. Selama lebih dari dua dekade, the Committee to Protect Journalists telah mencatat setidaknya 20 kejadian di mana wartawan dibunuh oleh tentara Israel. Meskipun banyak penyelidikan internal oleh militer Israel, tidak ada yang dituntut atau dimintai pertanggungjawaban atas pembunuhan ini," kata lembaga-lembaga HAM AS dalam suratnya.

Mereka menegaskan, AS memiliki kewajiban moral dan hukum guna memastikan bahwa pendanaan militernya tidak digunakan untuk mendukung tindakan yang melanggar hukum kemanusiaan atau HAM internasional. Pada Desember tahun lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengungkapkan akan meninjau berkas laporan terkait pembunuhan jurnalis Aljazeera, Shireen Abu Akleh.

Dalam keterangan pers yang dirilis 24 Desember 2022, Sindikat Jurnalis Palestina mengatakan mereka telah menerima tanggapan dari Unit Informasi dan Bukti di Kantor Kejaksaan Agung ICC atas pengaduan yang diajukan pengacaranya terkait kasus pembunuhan Shireen Abu Akleh. Pengaduan itu dilayangkan Sindikat Jurnalis Palestina bersama keluarga Shireen, Federasi Jurnalis Internasional, dan Pusat Keadilan Internasional untuk Palestina. “Tanggapan ICC menegaskan bahwa ia akan menambahkan informasi yang diberikan (terkait kasus pembunuhan Shireen) ke pengumpulan informasi mereka,” kata kantor berita Palestina, WAFA, dalam laporannya.

Kendati demikian, Unit Informasi dan Bukti Kejaksaan Agung ICC menyatakan bahwa respons terkait peninjauan berkas bukan berarti mereka telah membuat keputusan tentang substansi aduan. Sindikat Jurnalis Palestina memuji keputusan tersebut. Namun mereka tetap menyerukan ICC segera meluncurkan penyelidikan terhadap pembunuhan Shireen dan meminta pertanggungjawaban para pelakunya.

Pada Desember 2022, media Aljazeera mengatakan, mereka akan membawa kasus pembunuhan Shireen Abu Akleh ke ICC. Aljazeera mengatakan, mereka telah melakukan penyelidikan menyeluruh atas tewasnya Shireen dan menemukan bukti baru berdasarkan beberapa laporan saksi mata. Aljazeera juga memeriksa sejumlah rekaman video di lokasi tewasnya Shireen.

Berdasarkan temuan-temuan itu, Aljazeera menyimpulkan bahwa Shireen dan beberapa jurnalis lainnya memang jadi sasaran penembakan langsung pasukan Israel. “Klaim otoritas Israel bahwa Shireen terbunuh secara tidak sengaja dalam baku tembak sama sekali tidak berdasar,” kata Aljazeera dalam sebuah pernyataan, 6 Desember 2022 lalu.

Aljazeera menjelaskan, bukti-bukti yang diajukan ke kantor kejaksaan menegaskan, tanpa keraguan, bahwa tidak ada penembakan di area tempat Shireen berada. Kecuali pasukan Israel yang memang melepaskan tembakan langsung ke arah Shireen dan sejumlah jurnalis lainnya. “Para jurnalis berada di hadapan pasukan pendudukan Israel saat mereka berjalan sebagai kelompok perlahan-lahan di jalan dengan rompi media khas mereka, dan tidak ada orang lain di jalan,” ungkapnya.

Menurut Aljazeera, temuan itu secara otomatis membantah klaim Pasukan Pertahanan Israel yang menyebut tidak ada kejahatan dilakukan sepenuhnya dalam kasus tewasnya Shireen. “Bukti menunjukkan bahwa pembunuhan yang disengaja ini merupakan bagian dari kampanye yang lebih luas untuk menargetkan dan membungkam Aljazeera,” katanya.

Selama 25 tahun berkarier sebagai jurnalis di Aljazeera, Shireen kerap menggemakan suara rakyat Palestina. Oleh sebab itu, jurnalis berkebangsaan Palestina-Amerika itu mendapat julukan “suara Palestina”. Shireen tewas tertembak saat tengah meliput operasi penggerebekan pasukan Israel di Jenin, Tepi Barat, 11 Mei 2022. Sempat terjadi perdebatan tentang siapa pelaku penembakan terhadap Shireen.

Kala itu muncul dugaan bahwa pasukan Israel yang telah membunuh Shireen. Namun Israel menolak tuduhan tersebut. Mereka justru menuding kelompok militan Palestina yang menembak Shireen. PBB akhirnya turun tangan untuk melakukan penyelidikan independen. Pada 24 Juni 2022, PBB merilis temuannya. Mereka mengungkapkan, hasil penyelidikannya menunjukkan bahwa Shireen tewas akibat ditembak pasukan Israel.

 
Berita Terpopuler