Pelajaran dari Pandemi Covid-19, Prof Zubairi: Berpikir Logis Saja tidak Cukup

Prof Zubairi merilis buku Pandemi, Pembelajaran, dan Kebijakan.

Dok pribadi
Mantan Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Prof Zubairi Djoerban, meluncurkan buku Pandemi, Pembelajaran, dan Kebijakan.
Rep: Rahma Sulistya Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hampir tak ada yang menduga bahwa kemunculan virus corona jenis baru (Covid-19) di Wuhan, Cina, pada Desember 2019 akan berkembang sedemikian cepat menjadi pandemi yang melanda dunia. Tapi kini, semua kengerian pandemi mulai menghilang.

Data saat ini menunjukkan bahwa kasus sudah sangat berkurang jauh di Indonesia. Bisa dikatakan, Indonesia telah berhasil mengendalikan pandemi.

Baca Juga

Prof dr Zubairi Djoerban yang pernah memikul tugas sebagai ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menumpahkan pandangannya tentang pandemi Covid-19 dengan menerbitkan buku Pandemi, Pembelajaran, dan Kebijakan. Ia melihat pandemi Covid-19 sebagai sebuah malapetaka, namun juga memiliki dampak positif.

Hal tersebut Prof Zubairi beberkan dalam halaman awal bukunya. Pandemi Covid-19 mengajarkan tiga perbaikan ke arah positif dalam hal testing-contact tracing-tracking, layanan kesehatan, dan sumber daya manusia (SDM).

Upaya testing-contact tracing-tracking ini membuat Pemerintah dan tenaga medis mengevaluasi kembali laboratorium yang sesuai. Layanan kesehatan juga semakin ditingkatkan serta SDM yang harus kuat bersatu dalam kondisi genting.

Prof Zubairi juga mengupas data dan fakta tentang pandemi hingga beragam konspirasi yang bermunculan. Mulai dari cara pengobatan Covid-19, long Covid, hingga pandemi selanjutnya yang mungkin saja akan terjadi lagi. Setelah membaca keseluruhan buku ini, pakar alergi dan imunologi, Prof Evy Yunihastuti, teringat satu kalimat paling membekas.

"Kalimat yang selalu saya ingat, 'Berpikir logis saja tidak cukup'," ucap Prof Evy dalam acara peluncuran buku Pandemi, Pembelajaran, dan Kebijakan di Gedung PB IDI Jakarta, Rabu (12/7/2023).

Prof Evy menyebut, kalimat tersebut tidak hanya pengingat ketika pandemi dulu banyak sekali misinformasi, tetapi juga bisa dijadikan pegangan untuk ke depannya. Apalagi, teknologi telah membuat manusia hidup dalam keberlimpahan informasi yang tersebar di dunia maya.

"Banyak hal yang kita pikirkan itu tidak sesuai dengan kenyataan dan bahkan banyak berubah. Di Indonesia, tiba-tiba publikasi meningkat dari mana-mana. Apa yang kita percaya sekarang belum tentu benar berikutnya," ujar Prof Evy.

Mungkin banyak yang beranggapan dalam kondisi seperti ini kemampuan menggunakan logika adalah terpenting. Faktanya di lapangan, berpikir logis saja tidak cukup, misalnya, mengenai penggunaan obat off-label.

Ini merupakan penggunaan obat di luar indikasi yang tertera dalam label atau di luar persetujuan oleh lembaga yang berwenang. Ketika pandemi kemarin, ramai info di media sosial bahwa obat cacing ivermectin disebut-sebut mampu menyembuhkan Covid-19, padahal kenyataannya tidak seperti itu.

"Yang menjalani pandemi kemarin, lalu banyak menerima kelimpahan informasi, buku ini memberikan semua yang terjadi saat pandemi untuk dijadikan acuan," kata Prof Evy.

 
Berita Terpopuler