10 Karakter Pemimpin Merujuk Sosok Nabi Ibrahim yang Disarikan dari Alquran

Nabi Ibrahim adalah sosok pemimpin yang teladan

republika
Ilustrasi kepemimpinan Nabi Ibrahim dalam Alquran. Nabi Ibrahim adalah sosok pemimpin yang teladan
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Memasuki musim politik di Indonesia dan menjelang pilpres maupun pileg yang sudah mulai memanas, Umat memiliki pilihan dengan kepemimpinan teladan dalam Islam.

Baca Juga

Pendiri Nusantara Foundation New York Amerika Serikat, Imam Shamsi Ali menjelaskan hikmah-hikmah kepemimpinan dari perjalan sejarah panjang hidup dan perjuangan Ibrahim alaihissalam. 

Bahwa semua rentetan perjalanan sejarah hidup dan perjuangannya mengandung nilai-nilai yang sarat dengan kepemimpinan. Berikut sepuluh karakteristik dasar kepemimpinan Ibrahim alaihissalam, sebagaimana keterangannya kepada Republika.co.id, Rabu (12/7/2023).

Pertama, kepemimpinan Ibrahim itu terbangun di atas prinsip yang kokoh. Kepemimpinan yang tidak mudah goyah dan terwarnai oleh rongrongan dan pengaruh apapun. Tapi kokoh dalam memegang prinsip-prinsip dasar dan nilai yang diyakininya.

Hal tersebut tersimpulkan dari sikap Ibrahim terhadap kesyirikan pada masanya. Beliau terlahir di tengah masyarakat musyrik, bahkan ayahnya adalah pembuat patung, tapi beliau kokoh memegang prinsip. Tidak terpengaruh dan hanyut dalam kesyirikan masa itu.

Kedua, kepemimpinan Ibrahim itu berbasis kepintaran. Terminologi yang sering kita dengarkan adalah fathoaah. Ketajaman akal atau kepintaran menjadi karakter dasar kepemimpinan Ibrahim. 

Hal di atas tersimpulkan dari beberapa hal. Satu di antaranya adalah bagaimana proses Ibrahim dalam menemukan ketauhidan. 

Dari bintang-bintang, bulan, hingga matahari, disangakanya sebagai tuhan. Namun dengan ketajaman akal itu pulalah beliau menemukan ketauhidan yang sejati.

Ketiga, kepemimpinan Ibrahim AS itu juga berkarakter dengan kemampuan komunikasi yang mumpuni. Bahwa Ibrahim mampu mengkomunikasikan ide atau pemikirannya secara baik dan efektif.

Hal itu tersimpulkan dari kelihaian dan kehebatan Ibrahim dalam merespons dan mengkomunikasikan kebenaran tauhid kepada sang raja Namrud yang angkuh itu. 

Bagaimana soliditas komunikasi dan diplomasi yang dimiliki Ibrahim menjadikan sang raja terdiam, gagal merespon poin-poin yang disampaikan Ibrahim.

Keempat, Kepemimpinan Ibrahim itu melalui proses panjang, penuh dengan pelatihan-pelatihan yang dahsyat. Kepemimpinan Ibrahim bukan kepemimpinan karbitan.

Baca juga: Jalan Hidayah Mualaf Yusuf tak Terduga, Menjatuhkan Buku Biografi Rasulullah SAW di Toko

"Bukan juga kepemimpinan mumpung. Tidak dikarbitkan oleh kepentingan dan duit. Apalagi karena hanya karena kesempatan dalam kesempitan alias mumpung," ujar dia.

Hal di atas disimpukan dari rentetan ujian (cobaan) yang ditimpakan kepada Ibrahim. Dari upaya asasinasi dengan dibakar hidup-hidup, hingga ujian memotong anak satu-satunya yang dia cintai. 

Semua itu menjadi tangga menuju kepada kepemimpinan yang dijanjikan (ja’iluka linnaas imaama).

Kelima, kepemimpinan Ibrahim itu adalah kepemimpinan dengan pondasi keyakinan yang tinggi. Keyakinan tinggi ini yang lazim dikenal dengan percaya diri. Percaya diri bukan sikap superman. Tapi kuat dengan iman kepada Allah SWT. 

Hal di atas terintisarikan dari peristiwa upaya pembakaran...

Hal di atas terintisarikan dari peristiwa upaya pembakaran yang dilakukan sang raja. Ibrahim memiliki keyakinan kokoh bahwa yang dapat menolong hanyalah Allah SWT. 

Dia bahkan menolak tawaran pertolongan para malaikat. Allah SWT pun memerintahkan api menjadi dingin dan nyaman bagi Ibrahim AS (bardan wa salaaaman).

Ketujuh, kepemimpinan Ibrahim itu bersifat inklusif dan terbuka. Menerima masukan bahkan kritikan dari siapapun. 

Karakteristik ini dalam bahasa politik masa kini disebut demokratis. Membuka diri dan tidak alergi dengan masukan bahkan keritikan.

Hal itu disimpulkan dari sikap Ibrahim ketika menerima perintah untuk memotong anaknya. Beliau pastinya yakin kalau mimpi itu adalah perintah Allah SWT. 

Dan Ibrahim tidak pernah mempertanyakan apalagi menolak perintah Allah SWT. Tapi dalam perintah memotong anaknya Ibrahim meminta pendapat anaknya: “Bagaimana pendapat kamu?”.

Kedelapan, kepemimpinan Ibrahim itu berwawasan ketakwaan (kesalehan dan ketaatan). Karenanya segala yang terkait dengan kepemimpinannya merujuk kepada nilai-nilai ketakwaan.

Kesimpulan ini diambil dari doa beliau untuk dijadikan pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa: “waj’alna lil-muttaqina imaama”. 

Untuk terjadinya masyarakat (terpimpin) yang bertakwa, pemimpin dan kepemimpinannya harus berlandaskan ketakwaan.

Baca juga: Ada 100 Juta Kerikil untuk Lempar Jumrah Jamaah Haji,  Kemana Perginya Seusai Dipakai?

Kesembilan, kepemimpinan Ibrahim itu berkarakter memiliki orientasi atau tujuan yang jelas. Orientasi kepemimpinan Ibrahim itu terfokus pada hadirnya stabiltas dan kemananan. Dengan stabilitasi akan terwujud kemakmuran. Tapi kemakmuran harus bercirikan keadilan.

Kesepuluh, kepemimpinan Ibrahim itu berkarakter global. Bahwa Ibrahim yang dengan sendirinya menjadi sosok umat diangkat menjadi pemimpin global (dunia). Namun kepemimpinan beliau berwawasan dan berkarakter global.

Kesimpulan ini terangkum dalam penyampaian Ilahi di saat Ibrahim menuntaskan seluruh perintah-perintah Allah: “inni ja’iluka linnaas imaama” (sesungguhnya Aku menjadikan kamu pemimpin bagi manusia).

Demikian sepuluh karakteristik kepemimpinan Ibrahim yang terangkum dari rentetan perjalanan sejarah hidupnya. 

Semoga sepuluh karakteristik ini menjadi pegangan bagi para pemimpin dan para calon pemimpin. Bahkan semoga juga menjadi acuan bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang mendekati karakteristik-karakteristik kepemimpinan Ibrahim.

 

Terlebih khusus lagi semoga pemimpin Indonesia yang akan terpilih mampu menauladani kepemimpinan Ibrahim AS dalam kepemimpinannya dalam membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Indonesia yang “baldatun thoyyibah wa Rabbun Ghafur”.  

 
Berita Terpopuler