3 Prinsip yang Penting Ditanamkan Suami Istri dalam Kehidupan Rumah Tangga

Islam mengatur hubungan baik antara suami istri dalam hidup rumah tangga

Republika/Agung Supriyanto
Menikah. (ilustrasi) Islam mengatur hubungan baik antara suami istri dalam hidup rumah tangga
Rep: Reja Irfa Widodo Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ada beberapa prinsip dasar dalam membina dan membangun rumah tangga yang harmonis dan diberkahi Allah SWT.

Baca Juga

Ustadz Nizar Sa'ad Jabal menjabarkannya dalam kajian di Masjid Jami Al Ihsan, Jalan Balai Warga RT 13 RW 008, Cipinang Muara, Jakarta Timur, sebagaimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika, Selasa (4/7/2023).  

Pertama, segala aktivitas Muslim itu baik atau buruk akan dinilai dari niatnya Muslim tersebut. ''Semua amalan itu diterima oleh Allah atau ditolak oleh Allah itu tergantung dari niatnya. Kemudian, setiap individu akan mendapatkan pahala atau dosa tergantung kepada niatnya,'' ujar Ustadz Nizar.

Niat ini termasuk niat awal saat hendak membangun sebuah rumah tangga. Seseorang yang menikah atau orang yang memutuskan diri untuk menikah, menurut Ustadz Nizar, harus memiliki niat karena Allah SWT. 

Niat karena Allah  SWT berarti seorang Muslim tersebut ingin mendapatkan pahala, menjaga kehormatan dirinya, dan takut terjerumus ke perbuatan maksiat.

Prinsip dasar ini harus dipahami. Hasilnya, Insya Allah dengan izin Allah, kata Ustadz Nizar, proses pernikahannya itu dan orang-orang yang menjalani pernikahan itu akan mendapatkan rahmat dan berkah dari Allah SWT.

Lebih lanjut, Ustadz Nizar menjelaskan, di dalam Surat Saba ayat 37, Allah SWT berfirman: 

وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَىٰ إِلَّا مَننْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ لَهُمْ جَزَاءُ الضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِاتِ آمِنُونَ

“Dan bukanlah hartamu dan anak-anakmu yang mendekatkan kamu kepada Kami, melainkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itulah yang yang memperoleh balasan yang berlipat ganda dan mereka akan berada di surga dengan penuh rasa aman dan nikmat.''

Berdasarkan surat ini, kata Ustadz Nizar, intinya ada di iman dan amal saleh dalam upaya membangun rumah tangga yang diberkahi Allah SWT. 

''Berarti menikah itu, kalau dengan prinsip ini, harus diarahkan sebagai bagian dari iman dan amal saleh. Jadi, pijakannya itu iman dan amal saleh. Inilah pijakan dan prinsip dasar yang kita pegang,'' ujar Ustadz Nizar.

Ustadz Nizar menambahkan, prinsip dasar yang kedua adalah dengan membangun keluarga dalam konteks atau upaya meningkatkan iman dan amal saleh. 

Tak Hanya Dibakar, Alquran Dipakai Menyeka Sepatu dan Membungkus Daging Babi

Pemahaman ini yang harus dimiliki oleh orang yang ingin membangun rumah tangga yang harmonis. Alhasil, dengan pemahaman ini, aktivitas apa pun yang dilakukan oleh suami ataupun istri secara otomatis dapat bernilai ibadah.

Menurut dia, Rasulullah SAW pernah yang menyatakan bahwa makanan yang Anda makan untuk diri Anda sendiri, itu bernilai sedekah. Makanan yang Anda sajikan untuk keluarga Anda itu pahalanya sedekah.'' 

Karena, niat menyajikan makanan kepada keluarga tersebut didasari iman dan amal saleh. Selain itu, dari prinsip dasar ini, menurut Ustadz Nizar, sebuah keluarga tidak merasakan rintangan atau problem rumah tangga. ''Problem-problem di rumah tangga pasti terjadi. Tapi, karena iman, problem-problem itu tidak begitu terasa,'' ujarnya.

Pada prinsip ketiga, Ustadz Nizar mengatakan, setiap rumah tangga itu harus memiliki pemimpin atau pengemudi. Pemimpin inilah yang mengendalikan rumah tangga. 

Dalam hal ini, Rasulullah SAW sudah memberi tahu bahwa kaum laki-laki adalah pemimpinnya. Selain itu, prinsip ini juga dijelaskan di Surat an-Nisa ayat 34.

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.

Di dalam ayat tersebut, menurut Ustaz Nizar, Allah SWT memang melebihkan kaum laki-laki dibandingkan perempuan dari sisi fisik, akal, dan mental. Selain itu, laki-laki  bertanggung jawab untuk mencari nafkah. 

''Jika skenario ini diputar atau ditukar, akan rusak. Karena, aturan ini yang membuat adalah Zat yang menciptakan alam semesta, Zat yang menciptakan manusia, dan mengatur seluruh alam semesta. Zat inilah yang membikin skenario ini, laki-laki menjadi pemimpin,'' kata Ustadz Nizar.

Konsekuensi tampilnya laki-laki sebagai pemimpin atau kepala rumah tangga adalah pemimpin harus mempergauli istrinya dengan cara yang baik. Menggauli di sini berarti perilaku keseharian.

Para ahli tafsir berpendapat, cara yang baik ini adalah termasuk dengan melembutkan perkataan dan melakukan perbuatan yang baik. Selain itu, pemimpin juga harus mengetahui karakteristik dan sifat-sifat dari perempuan. 

Baca juga: Ada 100 Juta Kerikil untuk Lempar Jumrah Jamaah Haji,  Kemana Perginya Seusai Dipakai? 

''Tidak hanya itu, suami juga harus membina, mengarahkan, dan mendidik anak serta istrinya untuk belajar ilmu agama,'' katanya.

Dari sisi perempuan, seorang istri diwajibkan untuk menuruti dan menaati suaminya. Selain itu, seorang istri juga mesti bisa menjaga kehormatan suami dan mengelola harta suaminya dengan baik. 

Menurut Ustadz Nizar, arti kata sakinah secara harfiah adalah ketenangan dan kedamaian. Kondisi inilah yang diharapkan bisa timbul dari sebuah keluarga dan rumah tangga yang Islami

 

''Sakinah tersebut lawan kata dari galau, tekanan batin, dan tekanan mental. Berarti sakinah itu khusuk, damai, tenang hatinya, adem hatinya,'' kata dia.  

 
Berita Terpopuler