Petualangan Haji Muslim Afrika di Abad Pertengahan, Berjalan Kaki Selama Delapan Bulan

Muslim Afrika Utara melakukan perjalanan delapan bulan untuk haji.

saudigazette.com
Suasana Makkah di masa puncak musim haji tempo dulu
Rep: Umar Mukhtar Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sebelum penemuan pesawat dan kapal, serta hilangnya sebagian besar kesulitan naik haji, persiapan perjalanan haji orang Maroko yang secara geografis ada di bagian barat Afrika utara.

Baca Juga

Calon jamaah haji Maroko di waktu dahulu biasa mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga mereka. Beberapa orang yang akan melakukan perjalanan haji itu bahkan menuliskan wasiat, karena khawatir tidak akan kembali alias meninggal dunia.

Selama perjalanan, mereka biasa menutup tubuh dan tidur di tanah. Tidak ada penginapan, sepinya jalan, dan minimnya perbekalan. Semua faktor ini meningkatkan keinginan orang Maroko untuk menjalani petualangan berhaji. Ini sekaligus menjadi kesempatan bagi banyak peziarah Maroko untuk menulis dan mencatat perjalanan mereka.

Juga untuk mendapatkan pengetahuan saat melintasi tempat-tempat perberhentian yang diambil para peziarah. Banyak cendekiawan dan sejarawan yang perjalanan hajinya telah diabadikan dalam sejarah.

Pada Abad Pertengahan, perjalanan haji orang Maroko ke tempat-tempat suci berlangsung rata-rata 8 bulan. Mereka menempuh jarak sekitar 5 ribu kilometer dengan berjalan kaki dalam iring-iringan unta dan hewan.

Tantangan pertama bagi mereka ialah menyiapkan bekal yang memungkinkan jamaah mencapai tujuannya. Perbekalan yang dibawa bukan untuk sehari dua hari, tetapi beberapa bulan. Perjalanan melintasi lembah dan pegunungan. Senjata juga dibeli sebagai pegangan dan persiapan jika terjadi malapetaka selama perjalanan. Sungguh tak terbayang.

Orang Maroko memulai perjalanan haji mereka dari kota Safi di perbatasan Atlantik. Lalu membagi perjalanan panjang mereka menjadi beberapa tahap untuk beristirahat, memasok perbekalan, dan untuk bergabung dengan jamaah haji dari wilayah lain.

Adapun barang yang paling utama dianjurkan kepada jamaah untuk bekal dalam perjalanan haji orang Maroko adalah kulit merah, cengkeh, tusuk gigi dan kunyit. Mereka pun membawa pakaian yang sesuai untuk semua musim, karena perjalanan ziarah ini dimulai pada musim panas dan berakhir pada musim dingin.

Kasur, bantal, lilin untuk penerangan, tali, dan beberapa peralatan yang mungkin dibutuhkan hingga tiba di Kairo Mesir, juga termasuk barang yang biasa mereka bawa. Setibanya di Kairo, orang Maroko bergabung dengan rombongan perjalanan haji Mesir.

Setidaknya ada tiga rombongan haji yang berangkat dari Maroko. Pertama adalah kelompok Sijilmassi yang berangkat dari kota Sijilmasa. Kedua, kelompok Fassi yang berangkat dari kota Fez. Dan ketiga, yaitu kelompok Marrakech yang berangkat dari kota Marrakech.

Adapun rombongan dari Chinguetti melakukan perjalanan haji dengan melintasi terlebih dulu Aljazair, tempat di mana rombongan haji Maroko dan Mauritania bertemu dengan rombongan haji Aljazair. Di Aljazair itulah, rombongan haji Libya dan Tunisia menunggu kedatangan rombongan haji Maroko untuk bergabung.

 

Untuk menghadapi kondisi alam yang keras yang menambah beratnya perjalanan ziarah ini, para jamaah Maroko biasa menempuh dua jalur dalam perjalanannya. Opsi pertama, mereka akan menggunakan jalur pantai, yaitu ketika suhu di pantai Mediterania agak rendah. Jika lewat jalur ini, maka rombongan haji Maroko akan bertemu rombongan haji Aljazair di kota Aljazair.

Ketika tanggal haji ada di musim dingin, mereka memakai jalur ke selatan dengan melintasi padang pasir. Ini karena jamaah Maroko menghindari dingin dan hujan pada saat itu. Dan kota Ouargla di Aljazair akan menjadi tempat pertemuan rombongan Maroko dan Aljazair.

Pertemuan dengan jamaah haji Tunisia akan dilakukan di kota Gabes sebelum menuju Tripoli untuk bertemu sekaligus dengan rombongan haji Libya sebelum menuju ke Kairo. Kairo menjadi titik temu antara jamaah haji Afrika Utara dan Timur untuk melakukan perjalanan haji melalui jalur Mesir. Sebagian besar rombongan Maroko tinggal di Kairo untuk mengunjungi Masjid Al-Azhar untuk menimba ilmu dan pengetahuan.

Setelah rombongan haji Maroko selesai menunaikan ibadah haji, pemberhentian pertama setelah Makkah adalah mengunjungi Madinah untuk mengunjungi makam Rasulullah SAW, dan mengunjungi Al-Baqi. Peziarah Maroko lebih suka tinggal lebih lama di Madinah, dan beberapa dari mereka menetap di sana karena pengaruh kota ini di hati orang-orang Maroko.

Panjangnya perjalanan membuat rombongan haji Maroko mampir ke Yerusalem, baik saat pergi maupun saat pulang haji. Terutama jika dalam rombongan haji itu ada ulama dan pengagum tarekat sufi. Mereka menggunakan kesempatan haji untuk mengunjungi Masjid Al-Aqsa dan tinggal di dalamnya selama beberapa waktu.

Mungkin perjalanan Abi Madyan al-Ghawth dengan murid-muridnya untuk berziarah, dan partisipasinya dalam perjalanan kembali dalam pertempuran untuk membebaskan Yerusalem dari tangan Tentara Salib adalah contoh paling menonjol dari rute yang digunakan rombongan haji Maroko di era abad pertengahan.

Perjalanan ziarah orang Maroko juga menjadi kesempatan bagi para jamaah untuk merekam petualangan perjalanan ziarahnya, khususnya para ulama dan penulis di antaranya.

 

 

 
Berita Terpopuler