Pembiayaan Pasien Covid-19 Dialihkan kepada BPJS Kesehatan

Keputusan ini setelah status pandemi Covid-19 dicabut oleh Presiden Jokowi.

ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Petugas kesehatan menyiapkan vaksin COVID-19 lanjutan saat vaksinasi massal gratis Hari Bhayangkara ke-77 di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (22/6/2023). Pemerintah mencabut status pandemi COVID-19 mulai 21 Juni 2023 dan Indonesia akan memasuki masa endemi COVID-19.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Fergi Nadira B

Baca Juga

Pemerintah menegaskan, tidak akan lepas tangan dalam penanganan pasien Covid-19 setelah berlakunya penetapan status endemi. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan, setelah skema pendanaan pasien Covid-19 tidak lagi masuk skema darurat, kemudian dialihkan kepada BPJS Kesehatan, baik bagi masyarakat dengan iuran mandiri maupun melalui instansi masing-masing.

“Yang dimaksud tidak ditanggung lagi oleh pemerintah itu tidak lagi menggunakan anggaran kedaruratan Covid-19. Penanganan dialihkan melalui skema BPJS Kesehatan,” ujar Muhadjir dikutip dari siaran persnya, Jumat (23/6/2023).

Muhadjir mengatakan, bagi masyarakat yang kurang mampu akan ditanggung oleh pemerintah melalui skema PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang tersinkronisasi dengan BPJS Kesehatan. Muhadjir mengimbau masyarakat kurang mampu untuk tidak segan melapor ke RT, RW, atau Kepala Desa agar dapat dimasukkan ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sehingga nantinya dapat menerima manfaat BPJS Kesehatan secara gratis.

“Jangan ada satu pun warga negara Indonesia yang tidak terlayani kesehatannya,” kata Muhadjir.

Muhadjir juga mengingatkan pelonggaran yang saat ini diberlakukan diharapkan tidak menjadikan masyarakat acuh terhadap kondisi kesehatannya. Untuk itu, masyarakat diminta tetap menjalankan protokol kesehatan.

"Sehingga diharapkan tidak hanya Covid-19, tetapi juga penyakit menular lain tetap dapat dihindari," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah resmi mencabut status pandemi Covid-19 menjadi endemi yang diumumkan pada Rabu (21/6/2023) di Istana Merdeka Jakarta. Keputusan tersebut diambil sejalan dengan pencabutan status public health emergency of international concern (PHEIC) untuk Covid-19 yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Dunia atau WHO. Keputusan tersebut juga diambil pemerintah dengan mempertimbangkan angka konfirmasi harian kasus Covid-19 di Tanah Air yang mendekati nihil.

"Setelah tiga tahun lebih kita berjuang bersama menghadapi pandemi Covid-19, sejak hari ini Rabu 21 Juni 2023, pemerintah memutuskan untuk mencabut status pandemi dan kita mulai memasuki masa endemi,” kata Jokowi dalam video konferensi pers pencabutan status pandemi Covid-19 di Istana Merdeka, Jakarta, (21/6/2023).

 

 

Juru Bicara Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito kemarin memastikan, negara masih menjamin biaya vaksinasi maupun biaya penanganan atau pengobatan Covid-19. "Saat ini vaksinasi dan penanganan atau pengobatan pasien Covid-19 masih dijamin oleh pemerintah," ujar Wiku, dalam keterangan persnya secara virtual, Kamis (22/6/2023).

Wiku menyampaikan, secara lebih detail aturan mengenai biaya vaksinasi maupun pengobatan Covid-19 akan diatur pemerintah melalui kebijakan selanjutnya. Karena itu, Wiku mengingatkan masyarakat yang belum melengkapi vaksin hingga booster kedua untuk melakukan vaksinasi di gerai-gerai terdekat. Terutama, masyarakat kelompok rentan seperti lansia dan penderita komorbid.

Meskipun status pandemi sudah dicabut, pemerintah tetap mendorong kekebalan kelompok (herd immunity) tetap dijaga, Pemerintah tetap mendorong kekebalan kelompok (herd immunity) tetap dijaga, salah satunya melalui vaksinasi. Vaksin keempat atau booster kedua Covid-19 pun disarankan untuk tetap diterima masyarakat Indonesia meski Covid-19 sudah memasuki endemi.

"Mengingat tingkat capaian vaksin masih rendah sehingga dibutuhkan vaksinasi untuk peningkatan imunitas yang semakin tinggi yang tentu berdampak pada tingkat infeksi Covid-19 pada masyarakat," ujar Ketua Satgas Covid-19 PB IDI DR. dr. Erlina Burhan, Sp.p(K) dalam konferensi pers secara daring pada Kamis.

Menurut dia, vaksin keempat atau booster kedua Covid-19 sudah menjadi program pemerintah sehingga sebaiknya tetap dilakukan. Pemerintah dalam hal ini juga didesak untuk tetap berkomitmen mengenai vaksin yang harus tetap dilakukan sebagaimana rencana sebelumnya.

"Sebab vaksinasi sangat berpengaruh pada pembentukan antibodi terhadap masyarakat terhadap Covid sehingga dapat memperkecil kemungkinan kembali adanya lonjakan kasus," kata dia.

Erlina mengatakan, jika penularan virus terjadi, maka dikhawatirkan varian atau strain baru bakal muncul. Sebab sirkulasi kuman dan virus yang terus menerus akan memicu terjadinya mutasi, mutasi memicu terjadinya strain baru atau varian baru. Kendati begitu,  dalam kondisi endemi ini, kata dia, dapat terkendali maka kemungkinan terjadi mutasi kecil.

"Kami selalu tekankan endemi itu bukan berarti penyakitnya tidak ada. Masih ada namun bisa dikendalikan namun kami juga selalu mengimbau bahwa masyarakat dengan resiko tinggi seperti lansia atau orang-orang dengan komorbid harus menjaga dirinya kali di keramaian tidak tertular virus," katanya.

Di sisi lain, pemerintah berencana menerapkan kebijakan vaksin berbayar di masa endemi ini. Erlina mengatakan, pemerintah harus mengantisipasi wacana tersebut mengingat banyak masyarakat yang kurang mampu dan merupakan kelompok berisiko tinggi.

"PB IDI Usulkan jika bagi kelompok berisiko tinggi dan tidak mampu membeli vaksin disediakan secara gratis atau bisa juga dengan melalui skema Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)," kata dia.

Erlina yang merupakan dokter paru itu juga mengatakan, pemerintah harus menyediakan akses ketersediaan terhadap vaksin. Selain vaksin Covid, pemerintah juga perlu menyediakan alat pelindung diri, obat-obatan dan oksigen.

"Jadi kita ingin sekali bahwa hal ini mendapatkan suatu fasilitas dan akses yang mudah. Terutama vaksin untuk kelompok berisiko tinggi yaitu orang tua, orang dengan komorbid, sistem imunitas yang rendah," katanya.

Menyoal harga vaksin, Erlina masih berharap bahwa pemerintah tidak mematok harga terlalu mahal. "Jika bisa ditekan hingga di bawah Rp 100 ribu supaya akses ini bisa lebih luas lagi dan khusus untuk orang-orang yang tidak mampu tapi berisiko sakit malah kita meminta pemerintah untuk menyediakannya secara gratis. 

 

Vaksin booster Covid-19 - (Republika)

 

 
Berita Terpopuler