Bawaslu Terancam Kehilangan 7.000 Honorer Jelang Pemilu 2024, Menpan-RB Cari Jalan Tengah

Menurut Menpan-RB, kebijakan jalan tengah itu kemungkinan rampung sebelum November.

Humas Pemkab Sleman
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas akan mencari jalan tengah terkait keluhan Bawaslu soal tenaga honorer.
Rep: Febryan A Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas merespons keluhan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang mengaku terancam kehilangan 7.000 pegawai akibat kebijakan penghapusan honorer. Azwar menyebut, pihaknya kini sedang menyiapkan solusi jalan tengah untuk mengatasi persoalan honorer itu. 

Baca Juga

Azwar menjelaskan, keberadaan semua tenaga honorer memang harus dihapuskan paling lambat pada 28 November 2023. Masalahnya, saat ini total ada 2,4 juta tenaga honorer di semua instansi pemerintah di seluruh Indonesia.

"Saya kira ini bukan hanya persoalan Bawaslu," kata Azwar kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (19/6/2023). 

Karena itu, lanjut Azwar, pihaknya sedang mencari solusi atas keberadaan 2,4 juta tenaga honorer itu, yang termasuk di dalamnya honorer Bawaslu. Ketika ditanya apakah solusinya adalah memperpanjang masa tenggat keberadaan tenaga honorer, Azwar justru menyebut solusinya adalah kebijakan jalan tengah. 

Dia menjelaskan, solusi jalan tengah itu menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah masif terhadap tenaga honorer. Pada saat bersamaan, solusi jalan tengah itu menghindari pembengkakan anggaran negara untuk membayar gaji pegawai. 

"Nanti akan ada kebijakan. Termasuk afirmasi kebijakan tidak boleh ada PHK massal, tapi tidak ada pembengkakan anggaran. Kita mencarikan solusi jalan tengah," kata Azwar. Dia menambahkan, kebijakan jalan tengah itu kemungkinan rampung sebelum November. 

 

 

Pada Jumat (16/6/2023), Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengeluhkan kebijakan Pemerintah yang hendak menghapus tenaga honorer pada 28 November 2023, tepat saat masa kampanye Pemilu 2024 dimulai. Sebab, Bawaslu akan kehilangan sekitar 7.000 ribu tenaga honorer yang tersebar di seluruh Indonesia.

Bagja mengatakan, ketika 7.000 tenaga honorer itu di-PHK, maka di setiap Bawaslu kabupaten/kota hanya akan tersisa delapan atau 10 PNS. Dengan jumlah pegawai yang amat minim, tentu tidak mungkin Bawaslu bisa mengarahkan mereka untuk mengawasi praktik politik uang saat masa kampanye Pemilu 2024. 

"Bagaimana mungkin kita melibatkan para staf (untuk mengawasi politik uang saat masa kampanye), jika jumlah staf terbatas," kata Bagja kepada wartawan di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (16/6/2023). 

Bagja mengaku telah mengirimkan surat kepada Menpan-RB Azwar Anas untuk memastikan apakah pegawai honorer Bawaslu akan ikut dihapuskan atau tidak. Surat dikirimkan sekitar beberapa bulan yang lalu. Namun, hingga kini belum ada balasan. 

Bagja berharap Pemerintah mempertahankan keberadaan tenaga honorer Bawaslu karena keberadaan mereka dibutuhkan sekali untuk mengawasi Pemilu 2024. Caranya bisa dengan memperbanyak formasi PPPK untuk Bawaslu atau dengan cara lainnya.

"Kita ingin teman-teman (honorer) ini diselamatkan karena mereka sudah berjuang sejak tahun 2018 atau 2019," ujarnya. 

Untuk diketahui, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyatakan bahwa ASN hanya ada dua jenis, yakni PNS dan PPPK. Sebagai tindak lanjut, Presiden Jokowi membuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Dalam PP tersebut, dinyatakan bahwa tenaga honorer dapat diangkat menjadi PPPK dalam kurun waktu lima tahun sejak beleid tersebut diundangkan. Regulasi tersebut diundangkan pada 28 November 2018 sehingga masa tenggat pengangkatan PPPK adalah 28 November 2023. Dengan demikian, sisa pegawai honorer yang belum menjadi PPPK harus diberhentikan pada tanggal tersebut.

 

MK Putuskan Pemilu Tetap dengan Sistem Proporsional Terbuka - (Infografis Republika)

 
Berita Terpopuler