BBM Bioetanol Segera Beredar di Pasaran, Bisa Dipakai Kendaraan Apa Saja? 

Bioetanol untuk kendaraan pengguna Pertalite dan Pertamax, solar tidak bisa.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Pertamina Riau, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (2/6/2023).
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) dalam waktu dekat segera meluncurkan produk bahan bakar minyak (BBM) terbarunya, yakni bioetanol. BBM ini dibuat dengan campuran bensin dengan lima persen molasses atau tetes tebu yang diproduksi di dalam negeri. 

Baca Juga

Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menyampaikan, BBM bioetanol masuk ke dalam kelompok gasolin. Dengan kata lain, BBM bioetanol dapat dipakai bagi kendaraan yang biasa mengonsumsi bahan bakar, seperti Pertalite maupun Pertamax cs. 

"Jadi, kendaraan yang berbahan bakar gasolin bisa menggunakan, sedangkan kendaraan dengan bahan bakar solar tidak bisa," kata Irto kepada Republika, Selasa (20/6/2023). 

Adapun, Irto menjelaskan, BBM bioetanol memiliki tingkat kandungan oktan atau RON 95. Artinya, kualitas bioetanol akan berada di atas Pertamax (RON 92) namun di bawah Pertamax Turbo (RON 98) yang diproduksi Pertamina.

Diketahui, sejauh ini Pertamina belum memiliki BBM dengan tingkat oktan 95. Di pasar Indonesia, bahan bakar oktan 95 baru dijual oleh SPBU Shell dengan produknya Shell V-Power dengan harga per 1 Juni 2023 sebesar Rp 13.400 per liter. Selain Shell, SPBU Vivo juga punya produk di kelas yang sama, yakni Revvo 95 dan dijual seharga Rp 13.200 per liter. 

Irto belum dapat menjelaskan harga jual dari Bioetanol. Namun, ia memastikan harga yang ditetapkan akan mampu bersaing di pasar. "(Harga) kita akan sampaikan waktu peluncuran, yang jelas akan kompetitif dengan harga BBM di kelasnya," kata dia. 

Sebelumnya, Pertamina menyampaikan produk BBM bioetanol itu bakal mulai dipasarkan pada akhir Juni 2023. Namun, Irto belum dapat memastikan, pihaknya berharap produk bahan bakar nabati itu secepatnya bisa beredar di masyarakat.  

Presiden Joko Widodo juga telah resmi meneken Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel). Melalui beleid tersebut, penyediaan bahan bakar campuran bensin dan tetes tebu dapat dipasarkan di Tanah Air. 

 Presiden Jokowi resmi meneken....

Presiden Joko Widodo resmi meneken Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel). Melalui beleid tersebut, penyediaan bahan bakar campuran bensin dan tetes tebu dapat dipasarkan di Tanah Air. 

Pada poin a dan b bagian pertimbangan Perpres 40 Tahun 2023, dijelaskan, kebijakan percepatan swasembada gula dan penyediaan bioetanol dalam rangka mewujudkan swasembada gula nasional guna menjamin ketahanan pangan nasional serta mendorong perbaikan kesejahteraan petani tebu. Di sisi lain, untuk mewujudkan ketahanan energi dan pelaksanaan energi bersih melalui penggunaan bahan bakar nabati. 

Adapun, dalam rangka percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol, pemerintah telah menyusun peta jalan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 Ayat 1. Pertama, dilakukan peningkatan produktivitas tebu ditargetkan sebesar 93 ton per hektare melalui perbaikan praktik agrikultur berupa pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan tebang muat angkut. 

Kedua, penambahan areal lahan baru perkebunan tebu seluas 700 ribu hektare yang bersumber dari lahan perkebunan, lahan tebu rakyat, serta lahan kawasan hutan. Ketiga, peningkatan efisiensi, utilisasi, dan kapasitas pabrik gula untuk mencapai rendemen sebesar 11,2 persen.

Keempat, peningkatan kesejahteraan petani. Kelima, yakni peningkatan produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu paling sedikit 1,2 juta kiloliter (KL). 

Selanjutnya, pada Pasal 3 Ayat 2 dijelaskan, sumber lahan kawasan hutan diperoleh melalui perubahan peruntukan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, dan/atau pemanfaatan kawasan hutan dengan perhutanan sosial serta sistem multiusaha. 

Pencapaian swasembada gula untuk konsumsi ditargetkan paling lambat tahun 2028. Adapun swasembada gula untuk kebutuhan industri paling lambat tahun 2030, begitu pula peningkatan produksi bioetanol diwujudkan paling lambat pada tahun yang sama. 

Pemerintah pun menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaksana percepatan swasembada gula serta penyediaan bioetanol, seperti ditulis dalam Pasal 4 Perpres tersebut. 

 
Berita Terpopuler