Denny Minta Presiden Jokowi tak Biarkan Moeldoko Seenaknya Goyang Demokrat

Denny Indrayana tuding ada 'tukar guling' perkara suap MA dan PK Moeldoko.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Pakar hukum tata negara yang juga mantan wakil menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana yang hadir secara virtual dalam diskusi yang digelar di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks wamenkumham, Prof Denny Indrayana, menduga adanya tukar guling perkara yang melibatkan Mahkamah Agung (MA). Tukar guling ini berpotensi membuat Sekretaris MA Hasan Hasbi lolos dari jerat hukum sekaligus berhasil direbutnya kepengurusan Partai Demokrat. 

Baca Juga

Sekretaris MA (SekMA), Hasbi Hasan, baru saja ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penanganan perkara oleh KPK. Namun, Hasbi Hasan tak kunjung ditahan KPK. Di sisi lain, MA mengonfirmasi telah menerima berkas Peninjauan Kembali (PK) sengketa kepengurusan Partai Demokrat yang diajukan Kepala Staf Presiden Jenderal Purn Moeldoko. 

"Tidak ditahannya Sekretaris MA Hasbi Hasan adalah indikasi kuat, adanya upaya pengaturan tukar guling perkaranya di KPK, dengan pemenangan PK Moeldoko di MA," kata Denny yang merujuk perbincangannya bersama Bambang Widjojanto dan Novel Baswedan dalam keterangannya pada Rabu (31/5/2023). 

Denny menyinggung adanya informasi bahwa PK yang diajukan Moeldoko sudah diatur siasat kemenangannya. Denny menyebut upaya memenangkan PK ini bakal dilakukan lewat berbagai pintu, termasuk lewat para mafia kasus. 

"Ada sobat advokat yang dihubungi para tersangka korupsi yang sedang berkasus di KPK. Para terduga mafia kasus di MA tersebut mengatakan, mereka dijanjikan dibantu kasusnya dengan syarat, memenangkan PK Moeldoko di MA," ujar Denny. 

Denny mengingatkan Presiden Joko Widodo harus kembali pada perannya sebagai wasit Pilpres 2024. Denny meminta Jokowi membiarkan kompetisi berjalan adil buat semua pihak.  "Jokowi seharusnya tidak membiarkan Partai Demokrat di-kuyo-kuyo Kepala Stafnya sendiri. Tak bisa dikatakan Jokowi tidak tahu. Tak bisa dikatakan Jokowi tidak setuju. Kalau ada anak buah mencopet, Presiden bukan hanya harus marah, tetapi wajar memecat Moeldoko. Jokowi tidak bisa mengatakan 'pencopetan' partai sebagai hak politik Moeldoko. Mencopet partai yang sah adalah kejahatan," ujar Denny. 

Dalam PK ini, Moeldoko menggugat Menkumham Yasonna H. Laoly dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang saat ini berstatus Ketua Umum Partai Demokrat. Diperkirakan putusan MA bakal keluar dalam waktu tak lebih dari tiga bulan sejak perkara masuk.  "Tanggal masuk (pengajuan PK) 15 Mei 2023," tulis informasi perkara yang dikutip dari situs resmi MA pada Jumat (26/5/2023).

Lantaran sudah mulai diadili, permohonan PK Moeldoko pun mengantongi nomor 128 PK/TUN/2023. Tetapi MA belum menunjuk majelis hakim yang bakal mengadili perkara tersebut. "Status dalam proses distribusi," tulis MA. 

Tercatat, MA sudah menolak kasasi yang diajukan KSP Moeldoko terkait Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang menolak hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang. Ini jadi kegagalan kesekian kalinya yang dialami Moeldoko. Moeldoko telah ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta di tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta di tingkat banding. 

 

 

Pada saat bersamaan, MA tengah dilanda kasus suap penanganan perkara. Baru-baru ini, Hasbi Hasan dan Komisaris Wika Beton Dadan Tri Yudianto ditetapkan sebagai tersangka usai tim penyidik KPK mengantongi alat bukti yang cukup. 

KPK pun telah menetapkan sebanyak 15 tersangka dalam kasus dugaan suap penangan perkara di MA, termasuk Hakim Agung nonaktif, Sudrajad Dimyati dan Gazalba. Mereka pun kini telah ditahan.

Adapun dari jumlah tersebut, delapan di antaranya merupakan pejabat dan staf MA, yakni Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti di MA Edy Wibowo (EW); Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti pada Kamar Pidana MA RI dan asisten Gazalba, Prasetio Nugroho (PN); dan staf Gazalba, Redhy Novarisza (RN). Kemudian, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP); dua orang PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua PNS MA, yaitu Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Sementara itu, empat tersangka lainnya, terdiri dari dua pengacara bernama Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES); serta dua pihak swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID), Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS). KPK juga telah menahan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karya Makassar, Wahyudi Hardi.

 

 

 
Berita Terpopuler