Jaringan Supermarket AS 'Target' yang Kini tak Lagi Dukung LGBT

Target menghapus beberapa produk bertema LGBTQ+ dan memindahkan koleksi Pride Month

AP
Jaringan supermarket Amerika Serikat (AS) Target menghapus ribuan item dari rangkaian produk Pride Collection yang mendukung LGBTQ.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Jaringan supermarket Amerika Serikat (AS) Target pernah membedakan dirinya karena berani mendukung komunitas LGBTQ+. Sekarang status itu ternoda setelah mereka menghapus beberapa produk bertema LGBTQ+ dan memindahkan pajangan koleksi Pride Month ke bagian belakang toko di lokasi tertentu.

Penghapusan produk koleksi Pride Month oleh Target menuai reaksi dari pelanggan yang kecewa terhadap aktivis anti-LGBTQ+ yang agresif, dan telah menyebar melalui legislatif negara bagian Republik. Kelompok hak-hak sipil menegur Target pada Rabu (24/5/2023) karena mengalah kepada pelanggan anti-LGBTQ+ yang menyatakan kemarahan atas pakaian renang yang tidak sesuai gender.

"Target harus mengembalikan produk ke rak dan memastikan pajangan Pride mereka terlihat, tidak dimasukkan ke lemari," kata presiden Kampanye Hak Asasi Manusia Kelley Robinson dalam sebuah pernyataan.  

Keributan atas pemasaran koleksi Pride Month Target dan tanggapannya terhadap kritik adalah contoh terbaru tentang bagaimana perusahaan berjuang untuk melayani kelompok pelanggan yang berbeda di tengah perbedaan budaya yang ekstrim, terutama seputar hak transgender. Bud Light masih berurusan dengan dampak dari upaya mereka memperluas basis pelanggannya dengan mengirimkan sekaleng bir kepada influencer transgender Dylan Mulvaney. Langkah ini telah memicu reaksi publik. Perusahaan induk Bud Light melipatgandakan pengeluaran pemasaran pada musim panas ini untuk mencoba mengembalikan penjualan yang hilang.

Di Florida, Disney telah terlibat dalam pertarungan hukum dengan Gubernur Ron DeSantis sejak mengungkapkan penentangan terhadap batasan ruang kelas negara bagian dalam membahas identitas gender dan orientasi seksual. Salah satu pendiri dan mitra pengelola perusahaan pemasaran Metaforce, Allen Adamson mengatakan, Target seharusnya memikirkan potensi serangan balik dan mengambil untuk menghindarinya, seperti memvariasikan produk yang dijualnya berdasarkan wilayah.

“Negara ini jauh lebih tidak homogen daripada sebelumnya. Untuk merek apa pun, ini bukan lagi 'satu ukuran cocok untuk semua'," ujar Adamson.

Saham Target, yang berbasis di Minneapolis, turun hampir 3 persen pada Rabu. “Begitu mereka melihat ke ujung yang lebih ekstrem dari masalah ini, maka mereka kehilangan pijakan. Jika Anda dapat mengubah merek besar hanya dengan merusak pajangan, maka mereka berada di pertahanan, dan Anda tidak pernah menang dalam pertahanan," kata Adamson.

Menurut jajak pendapat Gallup pada 2021, sebanyak 21 persen Generasi Z mengidentifikasi diri sebagai lesbian, gay, biseksual, atau transgender. Jumlah tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan generasi Baby Boomers, yaitu sebanyak 3 persen. Gallup juga menemukan bahwa konsumen yang lebih muda kemungkinan besar menginginkan merek untuk mempromosikan keragaman dan mengambil sikap terhadap isu-isu sosial.

“Mundur adalah hal terburuk yang bisa mereka lakukan," kata Jake Bjorseth, yang menjalankan trndsttrs, agensi yang membantu merek memahami dan menjangkau pelanggan Gen Z.

“Tidak mengharapkan reaksi balik berarti tidak memahami apa yang dialami anggota (LGBTQ+) sehari-hari," tambah Bjorseth.

Target telah lama dilihat sebagai perintis di antara pengecer dalam  merangkul hak dan pelanggan LGBTQ+. Target adalah salah satu jaringan supermarket pertama yang memamerkan barang dagangan bertema untuk menghormati Pride Month yang berlangsung pada Juni. Target juga menjadi yang terdepan dalam mengembangkan hubungan dengan pemasok LGBTQ+.

Pada 2016, ketika debat nasional meledak tentang hak-hak transgender, Target menyatakan bahwa inklusivitas adalah keyakinan inti di Target. Perusahaan juga menyatakan dukungan bagi karyawan dan pelanggan transgender menggunakan toilet atau kamar pas mana pun sesuai dengan identitas gender mereka.

Setelah diancam dengan boikot oleh beberapa pelanggan, Target mengumumkan bahwa mereka akan menyediakan kamar mandi toilet tunggal dengan pintu yang dapat dikunci. Belun lama ini, lembaga penegak hukum dilibatkan untuk memantau ancaman media sosial dari seorang pemuda Arizona yang menyatakan akan memimpin perang melawan Target untuk produk Pride Month. Pemuda itu mendorong orang lain untuk mengambil tindakan serupa.

Hampir 500 RUU anti-LGBTQ+ telah diajukan ke badan legislatif negara bagian sejak awal tahun ini. Menurut American Civil Liberties Union, setidaknya 17 negara bagian telah memberlakukan undang-undang yang membatasi atau melarang perawatan yang menegaskan gender untuk transgender di bawah umur.


Baca Juga

Target menolak untuk mengatakan item mana yang ditarik dari gerai mereka. Produk koleksi Pride Month yang dijual Target, didesain oleh Abprallen, sebuah perusahaan berbasis di London yang merancang dan menjual pakaian dan aksesoris LGBTQ+ bertema okultisme dan menunjukkan gambar-gambar setan.

"Mengingat keadaan yang tidak stabil ini, kami membuat penyesuaian pada rencana kami, termasuk menghapus barang-barang yang menjadi pusat perilaku konfrontasi paling signifikan," kata Target dalam sebuah pernyataan pada Selasa (23/5/2023).

Perusahaan menjanjikan dukungan berkelanjutan untuk komunitas LGBTQ+. Target mencatat bahwa mereka akan merayakan Pride Month sepanjang tahun. Sejak penghapusan produk LGBTQ+ Target tetap menjalankan bisnisnya seperti biasa.

Garai Target di Topeka, Kansas, tampilan Pride Month tetap berada di display bagian depan. Koleksi itu termasuk pakaian bertema Pride Month untuk anak-anak, serta T-shirt dan pakaian renang wanita untuk orang dewasa.

“Saya suka toko lokal kami di sini memiliki bagian depan dan tengah, saat Anda masuk,” kata Shay Hibler, pemilik usaha kecil wiraswasta Topeka yang berbelanja dengan putrinya yang berusia 13 tahun dan mendukung hak LGBTQ+.

Sementara, Megan Rusch, seorang warga Kansas City yang sedang mempelajari peradilan pidana di Universitas Washburn di Topeka, berbelanja di toko yang sama. Dia mendukung toko-toko lainnya untuk  menampilkan koleksi Pride Month agar pelanggan LGBTQ+ merasa diterima.

 
Berita Terpopuler