Tukar Uang Baru di Pinggir Jalan, Halal atau Haram?

Jasa penukaran uang baru marak di pinggir jalan menjelang Lebaran.

Wihdan Hidayat / Republika
Pedagang menawarkan uang rupiah baru di jasa penukaran uang di Jalan Panembahan Senopati, Yogyakarta, Selasa (26/4/2022). Mendekati lebaran Idul Fitri jasa penukaran uang mulai bermunculan di Timur Titik Nol Yogyakarta. Uang pecahan Rp 5 ribu dan pecahan Rp 10 ribu paling banyak dicari oleh warga untuk salam tempel lebaran. Warga yang menukarkan akan dikenai biaya 10 persen dari total uang yang ditukar.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memberikan uang kepada sanak saudara merupakan salah satu tradisi yang lekat dengan perayaan Lebaran. Sering kali, uang yang diberikan merupakan uang kertas yang baru dan berkondisi bagus. Tak heran bila jasa penukaran uang baru kerap menjamur jelang Lebaran.

Orang yang menawarkan jasa penukaran uang baru biasanya menunggu di pinggir jalan sambil membawa gepokan-gepokan uang kertas baru. Bagi sebagian orang, menggunakan jasa penukaran uang baru di pinggir jalan mungkin terasa lebih praktis dibandingkan harus mengantre di bank.

Namun selain memiliki risiko, jasa penukaran uang baru di pinggir jalan biasanya memungut biaya lebih. Orang yang membawa uang Rp 1 juta untuk ditukar misalnya, mungkin hanya akan mendapatkan uang baru senilai Rp 900 ribu atau Rp 950 ribu.

Melalui laman resminya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel mengungkapkan bahwa menukar uang jelang Lebaran dengan niat bersedekah menggunakan uang baru hukumnya adalah boleh. Bahkan, hal ini bisa berpotensi menjadi sunnah berdasarkan pada makna hadist yang mengatakan "Berilah sedekah yang terbaik pada hari itu (Id Fitri)".

"Terbaik bisa maknanya dari segi nominal, bisa juga dari segi fisik misalnya dengan uang baru untuk menyenangkan anak-anak dan orang yang menerimanya," jelas MUI Sulsel.

Baca Juga

Beberapa uang rupiah baru yang ditawarkan di jasa penukaran uang di Jalan Panembahan Senopati, Yogyakarta, Selasa (26/4/2022). Mendekati lebaran Idul Fitri jasa penukaran uang mulai bermunculan di Timur Titik Nol Yogyakarta. Uang pecahan Rp 5 ribu dan pecahan Rp 10 ribu paling banyak dicari oleh warga untuk salam tempel lebaran. Warga yang menukarkan akan dikenai biaya 10 persen dari total uang yang ditukar. - (Wihdan Hidayat / Republika)


Penukaran uang, lanjut MUI Sulsel, biasanya dilakukan di bank atau di tempat yang menyediakan uang baru tersebut. Proses penukaran uang ini biasanya tak memungut biaya lebih.

"Jika penukaran objek tidak ada pengurangan, maka hukumnya boleh," kata MUI Sulsel.

Hal ini jelas berbeda dengan sistem yang diterapkan oleh jasa penukaran uang baru pinggir jalan. Bila menukar uang melalui jasa di pinggir jalan, akan ada pengurangan nilai pada uang yang ditukarkan meski menggunakan mata uang yang sama.

Sebagai contoh, seseorang harus mengeluarkan uang Rp 1 juta agar bisa mendapatkan uang baru senilai Rp 970 ribu. Akan menjadi haram hukumnya bila pertukaran nilai ini terjadi untuk mata uang yang sama, yaitu Rupiah.

"Jika uang tidak sejenis satunya dollar dengan nilai satu juta hukumnya halal, karena salah satunya komoditas yang satu alat pembayar," ujar MUI Sulsel.

 
Berita Terpopuler